13

2.7K 257 4
                                    

Rosè terduduk dibangku kelas sembari ditemani oleh Wendy. Ia membenci fakta bahwa hari demi hari semakin berat tanpa kehadiran Lisa. Itulah alasan dibalik perubahan sikap Rosè.

"Chaeyoung-ah, wajahmu benar-benar cantik. Sangat disayangkan jika kau harus menggunakan wajah cemberutmu itu tiap hari.", ujar Wendy yang tak mendapat balasan apapun dari temannya. Sebenarnya Wendy sudah terbiasa dengan perubahan sikap Rosè. Namun tetap saja ia merindukan sikap ceria temannya.

"Apakah kau mendengar beritanya? eomma Rosè dan Lisa tewas terbunuh.", bisik seseorang yang tanpa mereka sadari sampai ditelinga Rosè.

"Jangan hiraukan mereka.", ujar Wendy sembari menepuk pundak Rosè. Wendy tidak ingin timbul keributan setelah ini. Dirinya juga terus-terusan merutuki teman sekelasnya yang sangat suka menggunjing tanpa melihat keadaan.

"Dan kau tau apa berita menariknya? Pembunuhnya adalah Lisa!", kedua tangan Rosè sudah mengepal diatas meja. Berani-beraninya mereka menggunjing keluarganya?

"Ya! Ya! Ya! Pantas saja Lisa tidak pernah masuk sekolah. Tak kusangka, anak lugu itu adalah seorang pembunuh."

Brak

Sebuah buku tebal berhasil mendarat diatas meja mereka. Kini Rosè menghampiri mereka dengan sorot mata tajamnya.

"Cha- Chaeyoung..? Aku-"

"Jika kalian nenggunjing keluargaku lagi, akan kupastikan keluarga kalian hancur. Tidak percaya? Silahkan mencobanya.", kalimat Rosè mampu membungkam mulut mereka. Bahkan tubuh mereka bergetar saat ini. Setelah menyelesaikan kalimatnya, Rosè langsung bergegas meninggalkan kelas.

"Kalian gila? Apa kalian lupa siapa orang yang kalian gunjing?", omel Wendy sembari menatap tidak suka anak-anak itu yang dengan enteng menggunjing keluarga Rosè. Anak-anak itu hanya bisa terdiam sembari menundukkan kepalanya. Sebenarnya Wendy juga merupakan orang yang dihormati di sekolah mereka. Kakek Wendy merupakan kepala cabang dari salah satu Bank terbesar di Korea Selatan. Apalagi gadis itu berteman baik dengan Rosè. Dapat dipastikan tidak ada yang berani menyentuh kedua gadis itu.

Rooftop sekolah merupakan tempat Rosè saat ini. Membiarkan terpaan angin memeluk tubuh kurusnya. Biasanya ketika suasana hatinya buruk, Lisa akan datang untuk menggodanya. Meskipun menyebalkan, namun hal itu cukup menghibur Rosè. Tetapi saat ini ia hanya bisa menghibur dirinya sendiri. Bohong jika Rosè tidak merasa khawatir dengan kepergian adiknya. Ia sedang merasa bimbang dengan perasaannya sendiri. Di satu sisi ia membenci Lisa atas insiden itu, di sisi lain rasa sayangnya begitu besar pada sang adik.

"Apa kau benar-benar pergi, anak nakal?", gumam Rosè seolah berbicara dengan angin. Air matanya menetes begitu saja setelah mengingat begitu kejam kalimat yang ia lontarkan pada adiknya.

"Kau tau? aku membenci fakta bahwa aku sangat membutuhkanmu.", hidup Rosè begitu hampa sejak ia memutus hubungan dengan Lisa. Awalnya ia menyangkal bahwa kehampaannya berasal dari kepergian adik bungsunya. Namun semakin lama, ia tersadar. Selama ini kebahagiaannya bersumber dari gadis berponi yang saat ini pergi entah kemana.

"Kau sudah sadar?", tanya Yeji yang saat ini tengah terduduk di samping brankar Lisa. Lisa cukup bersyukur karena dapat mengenal manusia setulus Yeji.

"Hm.", jawab Lisa singkat sembari memegangi kepalanya yang sedikit berdenyut. Namun tak berselang lama, ia langsung terbangun dari posisi berbaringnya.

"Pria itu! Bagaimana dengan pria itu?!", pekik Lisa tatkala teringat rencana yang Jongki susun sedemikian rupa harus gagal karena ulahnya.

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang