18

2.3K 240 9
                                    

Merasa Eunwoo bukan berada dipihak musuhnya, gadis itu memutuskan untuk menyimpan kembali pisaunya. Beralih duduk disamping pria itu sembari beristirahat sejenak.

"Kau pasti polisi, bukan?", tanya Eunwoo yang tak mendapat balasan apapun dari Rosè. Gadis itu masih tetap waspada dengan pria disampingnya. Bagaimanapun ia belum terlalu mengenal Eunwoo.

"Aku tidak akan memberi tahumu mengenai profesiku karena ini rahasia. Yang pasti aku bukan dipihak musuhmu.", Rosè hanya mengangguk menanggapi pria itu. Ia takut malah salah bicara dan membeberkan informasi penting jika buka suara.

"Jika kau polisi, maka sepertinya kita bisa bekerja sama.", kalimat Eunwoo sontak menarik perhatian Rosè. Sungguh gadis itu benar-benar penasaran dengan profesi Eunwoo. Jika ia sudah yakin jika Eunwoo bukan dipihak buron yang tengah ia cari, maka tanpa ragu-ragu tentu saja gadis itu akan langsung mengiyakan tawawan Eunwoo.

"Aku akan memikirkannya.", jawab Rosè sembari mengambil sesuatu dari saku celananya.

"Ini nomorku, tolong hubungi aku jika kau serius dengan tawaranmu.", ucap Rosè yang mulai bersiap angkat kaki dari tempatnya. Sepertinya sudah tidak ada yang bisa ia dapatkan dari gedung tua itu. Lain kali mungkin ia akan mengunjunginya lagi untuk mencari tahu lebih dalam.

Brukk

Suara pukulan terdengar nyaring membuat Rosè sontak membalikkan tubuhnya untuk memeriksa apa yang sedang terjadi. Namun saat sedang mencerna situasi yang ada dihadapannya, tiba-tiba ia mendapatkan hantaman kencang dilehernya membuat gadis itu meringis dan pingsan dalam sekejap.

Prang

Segelas air tiba-tiba pecah begitu saja. Jisoo yang melihat keteledoran adiknya hanya bisa menggeleng heran, "Kau harus lebih hati-hati."

Saat Jennie hendak membereskan pecahan gelas dilantai, Jisoo langsung menahan tangan adiknya, "Biar aku saja."

Jennie hanya mengangguk menanggapi kakaknya. Ia memilih untuk menduduki sofa, "Unnie, malam sudah hampir tiba. Mengapa Rosè tak kunjung pulang."

Jisoo tahu ada gurat kekhawatiran dalam kalimat Jennie. Setelah memastikan tidak ada lagi pecahan diatas lantai, Jisoo beralih mengambil ponselnya diatas meja dan mendial nomor Rosè. Namun hanya suara operator yang terdengar membuat Jennie semakin gusar, "Apa kita perlu melapor polisi?"

Jisoo kini menggigit kukunya gusar. Bayang-bayang kepergian Lisa kini menyelimutinya, "Mari beri tahu appa terlebih dahulu."

"Kau tahu sendiri appa sangat jarang membuka ponselnya.", ayahnya itu tengah sibuk mengurus salah satu anak perusahaan di Italia. Saat sedang menghabiskan waktu bersama putri-putrinya, pria paruh baya itu tiba-tiba mendapat panggilan dari anak buahnya bahwa salah satu anak perusahaannya yang berlokasi di Italia sedang dalam masalah.

"Arasseo, mari melapor."

Seember air membasahi sekujur tubuh Rosè yang terasa sangat perih. Dengan sisa tenaganya, ia berusaha membuka matanya yang terasa sangat berat.

"Apa aku berhasil membuatmu tertidur nyenyak, tuan putri?", tanya seorang pria dengan setelan kemeja putih ditubuhnya.

Dapat dilihat Eunwoo kini juga berada dalam kondisi yang tidak kalah miris darinya. Tubuhnya diikat dan penuh luka, sungguh sangat mengenaskan.

"Kenapa kalian selalu mengusik hidupku? Padahal aku tidak pernah mengganggu hidup kalian.", ucap pria itu sembari meneguk bir di tangannya. Namun siapa sangka kalimat pria itu mampu memancing emosi Rosè.

"Tidak pernah mengganggu? Berapa nyawa tak bersalah yang berhasil kau buat melayang, brengsek?!", pria itu sontak tertawa renyah mendengar penuturan Rosè. Ia beralih mengambil sebatang bambu di ujung ruangan. Kini ia mengangkat bambunya tinggi-tinggi dan mengarahkan bambu itu pada Rosè. Namun belum sempat mendarat di tubuh Rosè, Eunwoo sudah menahannya terlebih dahulu. Membiarkan tubuhnya yang merasakan sakitnya pukulan bambu dari pria itu.

"Pecundang mana yang dengan teganya memukul wanita?", tanya Eunwoo ditengah rasa sakit yang menjalar disekujur tubuhnya. Rosè membulatkan matanya sempurna tatkala darah kental tiba-tiba keluar dari mulut Eunwoo.

"Jangan sok keren, apa dia kekasihmu? Perlukah aku mencicipinya?"

"Tutup mulutmu, bajingan.", Eunwoo tak bisa lagi menahan amarahnya. Meskipun ia baru saja mengenal gadis blonde di sampingnya, tentu saja ia tak akan terima seorang wanita direndahkan seperti itu. Ia selalu memperlakukan wanita seperti ia memperlakukan ibunya.

"Jadi siapa kali ini? Apa kau polisi? Ah, atau anak buah gadis itu?", Eunwoo dan Rosè kini saling bertatapan satu sama lain. Pria itu seolah tengah sibuk menebak-nebak profesi kedua manusia dihadapannya.

"Aku akan membunuhmu terlebih dahulu.", ucap pria itu sembari menunjuk Eunwoo dengan telunjuknya. Tak lama kemudian jari telunjuknya bergeser pada wajah Rosè, "Aku masih ingin bersenang-senang denganmu."

Jennie kini menangis dipelukan kakaknya. Sungguh ia mungkin akan segera mengakhiri hidupnya jika satu-satunya adiknya harus ikut meninggalkannya.

"Jangan menangis, semua pasti akan baik-baik saja.", ucap Jisoo berusaha menenangkan. Saat ini mereka tengah menunggu aksi polisi dalam melacak ponsel Rosè.

"We found it.", ucap polisi itu sembari membalik monitornya, menampilkan lokasi terakhir kali ponsel adik mereka digunakan.

"But we've a long way to go.", ucapan polisi itu mampu melemaskan bahu Jennie dan Jisoo. Mereka cukup takut terjadi sesuatu yang buruk pada adik mereka sebelum mereka datang. Apalagi lokasi terakhir adiknya berada di tempat yang sangat tidak lazim, yaitu gedung tua tak berpenghuni.

"We've to go.", saut Jennie yang langsung bergegas dari tempatnya.

Lisa tengah menyeduh teh di ruang kerjanya ketika tiba-tiba seseorang mengetuk pintunya kasar. Gadis itu sontak mendengus kesal tatkala waktu minum tehnya kini terganggu, "Masuklah."

Siwon masuk dengan nafas tersenggal membuat Lisa menggeleng heran. Tidak bisakah Siwon mengetuk pintu drengan lebih santai, "Nona.. Ada masalah.."

Lisa mulai meneguk secangkir teh ditangannya. Sebenarnya sejak mendengar ketukan pintu dari Siwon, gadis itu sudah menebak kalimat itu yang akan keluar dari mulut Siwon.

Setelah memastikan tehnya tertelan sempurna, ia mulai memfokuskan dirinya pada pria dihadapannya, "Mwo?"

"Eunwoo disekap, ia mengirimkan pesan rahasia.", Lisa hanya terdiam mendengar kalimat dari Siwon. Gadis itu memutuskan untuk memijat pelipisnya. Menyekap dan disekap merupakan kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan bagi Lisa dan anak buahnya.

"Siapkan 3 snipper.", perintah Lisa pada Siwon sembari mengambil sebuah pistol dari laci mejanya. Gadis itu beralih pada sebuah lemari kaca yang menampilkan beberapa perlengkapan dan alat bela diri. Lisa mengambil sebuah topeng yang kini berhasil menutupi seluruh wajah cantiknya.

"Merepotkan.", gumam Lisa seolah berbicara pada diri sendiri. Belakangan ini anak buahnya sering kali disekap. Jika sudah disekap, mau tidak mau dirinyalah yang harus turun tangan.

"Park Bogum, sepertinya kali ini aku akan membunuhmu."

Note
Oke gais up di hari jumat yang cerah ini. Gimana nih sama chapter kali ini? Kalo komen rame, double up hari ini 😃

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang