Last

5.4K 249 5
                                    

Suara pecahan kaca memenuhi seisi mansion. Chaeyoung tidak dapat lagi menahan emosinya. Bahkan kamarnya sangat mirip dengan kapal pecah.

"Chaeyoung... Buka pintunya, nak," ucap Gongyo sembari terus mengetuk pintu. Dirinya tak kalah rapuh dengan putri-putrinya. Namun jika bukan dia, lantas siapa lagi yang akan menjadi pundak mereka.

Chaeyoung terus mengabaikan panggilan ayahnya. Sungguh ia tak dapat menahan dirinya kali ini. Dunianya seolah hancur lebur.

"Kenapa kau melakukan ini padaku, Lisa-ya? Aku memang bukan kakak yang baik, namun bukan berarti kau bisa meninggalkanku," ucap Rosè dengan suara lirihnya.

Sampai tiba-tiba sebuah bingkai menarik perhatiannya. Dengan sisa tenaganya, ia mengambil bingkai yang berisikan foto mereka berempat saat berada di pantai. Disana mereka terlihat sangat bahagia. Jika mampu, Rosè ingin waktu berhenti pada saat itu.

Namun perhatian Rosè beralih pada sebuah simcard yang tertempel pada bagian belakang bingkai tersebut. Dengan tangan bergetar, ia melepas simcard itu dan menyambungkannya pada pc. Rosè menggigit bibirnya saat berhasil menekan tombol play pada layar pcnya.

"Anyeong! Aku sedang pergi ke pantai bersama kakak-kakakku," tepat setelah Lisa menyelesaikan kalimatnya, cipratan air mengenai wajahnya membuat Lisa mendumal.

"YA! CHAEYOUNG UNNIE! BERHENTI MRNCIPRATKAN AIR!" teriak Lisa dalam video tersebut. Rosè yang menontonnya kini sedikit terkekeh.

"Berhenti bereaksi berlebihan. Ini hanya air," jawab Rosè berusaha membela diri.

"TETAP SAJA! AH, UNNIE SANGAT MENYEBALKA-"

"Hey, apa yang kalian lakukan? Cepat kemari. Matahari hampir tenggelam," panggil Jennie pada adik-adiknya. Tentu saja mereka tidak boleh melewati pemandangan seindah matahari yang tenggelam di tepi sungai.

"Ne," saut mereka berdua kompak. Akhirnya putri-putri Gongyo memutuskan untuk duduk di tepi sungai sembari menunggu sunset.

Namun di video tersebut, Lisa tiba-tiba mengarahkan kameranya pada wajah Chaeyoung. Namun sepertinya gadis blonde itu tidak menyadari dengan aksi yang dilakukan adiknya.

"Woa, neomu yeoppoyo," ucap Lisa membuat Rosè yang menontonnya sedikit tersipu.

"Meskipun waktu kita bersama tidak akan berlanjut lama, kuharap dengan video ini setidaknya kau tidak melupakan suaraku..."

Gadis blonde itu meraung. Tangannya beralih memukul dadanya dengan kuat. Rasa sesak seakan mencekiknya. Dia ingin sekali mendapatkan
pelukan hangat tubuh Kurus adiknya. Atau setidaknya, dia ingin mendengar ocehan dari adiknya.

Dengan langkah tertatih, ia berjalan menuju lemari. Mengambil sebuah kalung yang selama ini ia jaga sebaik mungkin.

"Adik kesayangan unnie." tubuh Rosè meluruh.

"Kenapa sangat cepat meninggalkan unnie?"

Jisoo merupakan satu-satunya putri Gongyo yang mampu menghadiri pemakaman adik bungsunya. Hatinya seakan remuk, namun tetap dipaksa tegar oleh kenyataan. Jisoo yakin ini semua merupakan takdir terbaik bagi adiknya.

Kini Jisoo terduduk disamping nisan Lisa. Tangannya bergerak mengusap nisan itu dan menciumnya. Membayangkan jika yang ia cium adalah dahi adiknya.

"Sekarang beginilah caraku menciummu," ucap Jisoo yang terdengar riang namun menyayat.

"Unnie fikir dengan mengikhlaskanmu, semua akan baik-baik saja. Tapi Lisa-ya, dada unnie sakit. Unnie sangat ingin mendekapmu," ucap Jisoo yang tanpa sadar sudah meneteskan air matanya.

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang