Gongyo berjalan dengan setelan jas hitam ditubuhnya. Dengan langkah pasti, ia berjalan menuju suatu apartemen mewah. Berkat kekuasaannya, ia dapat memasuki apartemen dengan penjagaan yang ketat itu.
Setelah sampai didepan salah satu pintu unit apartemen tujuannya, ia melirik bawahannya memberi kode. Dengan respon cepat, bawahannya itu langsung mendobrak pintu dihadapannya.
Seorang gadis yang tengah asik membaca buku kini terlonjak kaget. Ia langsung berlari mengambil sebuah pistol yang ia simpan didalam ruangan khusus. Setelah siap dengan pistolnya, Lisa kini menodong satu persatu orang dihadapannya.
"Siapa kalian?" tanya Lisa dengan penuh kewaspadaan. Kini Gongyo muncul dibalik kerumunan pria berbadan kekar itu.
"Sudah saatnya kau pulang," ujar Gongyo sembari menatap putrinya sendu.
"Appa?!", pekik Lisa tak percaya. Untung saja dirinya belum melayangkan pelurunya pada siapapun di ruangannya saat ini.
"Mian, Lisa-ya.. Ini satu-satunya yang bisa appa lakukan," setelah menyelesaikan kalimatnya, bawahan Gongyo langsung bergerak menarik Lisa menuju mobil mewah milik pria paruh baya itu sembari mengikat kedua tangan gadis itu. Mengabaikan segala pembrontakan yang gadis itu lakukan.
"Kenapa appa melakukan ini?" tanya Lisa sembari menatap ayahnya tak percaya. Sungguh semua terasa tidak masuk akal dibenak Lisa. Dari sekian banyak musuh yang ia miliki, kenapa harus ayahnyalah yang menculiknya.
"Appa melakukan ini karena appa menyayangimu, Lisa-ya..."
■
Ketiga gadis Kim kini membulatkan matanya sempurna tatkala mereka baru mendaat telepon dari ayahnya untuk kembali ke Korea. Gongyo tak menyebutkan alasan mendasar pada putri-putrinya. Itu yang membuat ketiga gadis Kim kini kebingungan. Namun perintah Gongyo kali ini terdengar mutlak. Mereka tahu jika Gongyo sudah serius dalam perkataannya, membantah adalah hal yang percuma. Karena pria itu pasti akan menyeret mereka jika mereka menolak.
"Aku tidak ingin kembali tanpa Lisa," ucap Rosè sembari menggigiti kukunya gusar.
"Untuk kali ini, percayakan saja pada Appa. Appa pasti punya alasan tersendiri untuk menyuruh kita kembali," Rosè menundukkan kepalanya murung. Padahal ia sudah bertekad pada dirinya sendiri untuk kembali
ke Korea bersama adik bungsunya."Tapi-"
"Untuk kali ini jangan membantah, Jennie-ya," potong Jisoo seolah tahu apa yang akan adiknya katakan. Pasalnya diantara mereka bertiga, Jennielah yang paling sering membantah ayahnya. Akibatnya gadis bermata kucing itulah yang paling sering mendapat hukuman dari Gongyo. Jisoo tak mau adiknya kembali dihukum oleh ayahnya.
"Kemasi barang kalian, appa sudah membelikan tiket penerbangan pukul 2 siang," Jennie dan Rosè hanya mengangguk pasrah menanggapi kalimat kakaknya.
"Aku akan kembali jika appa tidak kunjung menemukan Lisa," ucap Rosè seolah membuat janji dengan dirinya sendiri.
"Ne, percayakan saja pada appa.." saut Jisoo sembari menepuk pundak adiknya.
■
Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mereka sampai di mansion mewah keluarga Kim. Tak seperti biasanya, kini Gongyo terduduk di sofa ruang tamu dengan senyum beribu arti. Tentu saja hal itu menarik perhatian ketiga putri-putrinya.
"Apa ada sesuatu yang membuatmu sangat bahagia, appa?" tanya Rosè buka suara.
"Appa yakin kalian juga akan bahagia," jawab Gongyo dengan senyum sumringah.
"Jika itu tentang uang atau jabatan, maka aku tidak tertarik," saut Jennie sembari melipat kedua tangannya. Biasanya sesuatu yang membuat ayahnya bahagia tidak luput dari kekuasaan.
"Cobalah ke gudang belakang, appa punya kejutan untuk kalian," perintah Gongyo yang hanya dijawab oleh anggukan malas dari ketiga putrinya. Entah apa yang disimpan oleh ayahnya, tapi mereka yakin itu adalah benda penting.
Kini mereka bertiga melangkahkan kakinya menuju gudang. Sesampainya di gudang yang ada di lantai satu, mereka saling bertatapan satu sama lain. Biasanya gudang ini tampak lusuh karena tidak pernah dibersihkan, namun entah kenapa saat ini gudang itu terlihat lebih bersih.
Tanpa banyak basa-basi, Jennie langsung membuka pintu gudang itu kasar. Kini dirinya tersungkur tatkala seseorang tengah duduk diatas kursi dengan tubuh diikat. Tidak hanya itu, kepalanya juga ditutup dengan kain hitam.
"Ige-mwoya?" pekik Rosè yang sama terkejutnya dengan Jennie. Kini orang pertama yang mengambil langkah adalah Jisoo. Gadis sulung itu langsung membuka kain hitam yang menutupi wajah orang itu.
"MWO?!" gumam Jisoo tak percaya setelah melihat seseorang dihadapannya. Dengan tergesa Jisoo langsung membuka ikatan pada tubuh gadis itu. Setelah ikatan terbuka sempurna, tubuh gadis itu langsung ambruk pada pelukan Jisoo. Entah apa yang ayahnya lakukan pada gadis itu hingga tak sadarkan diri.
"T- tidak mungkin," gumam Jennie yang masih tidak percaya dengan pemandangan dihadapannya. Kini Jennie langsung berhambur ke arah Jisoo dan seseorang dipelukan Jisoo. Ia langsung meneliti sekujur tubuh gadis itu.
"Dia pingsan, ayo bawa ke kamar," ucap Jennie sembari membantu kakaknya membopong tubuh gadis itu.
Sedangkan Rosè masih membeku di tempatnya. Kini ia mengepalkan kedua tangannya setelah mendapatkan kesadarannya secara utuh. Dengan langkah berat ia berjalan menuju ayahnya.
"APA-APAAN INI, APPA?!", teriak Rosè pada ayahnya membuat Gongyo menatap putrinya kebingungan.
"Mwo? Bukankah harusnya kau berterimakasih?" tanya Gongyo penuh tanya.
"BAGAIMANA BISA APPA MEMBAWANYA DALAM KONDISI SEPERTI ITU? KAU APAKAN DIA, APPA?!", teriak Rosè penuh amarah membuat Gongyo menghembuskan nafasnya berat.
"Bukankah kau sendiri yang mengatakan untuk membawanya dengan cara apapun? Bahkan jika harus menyakitinya."
"Aku mengatakannya karena aku putus asa. Bukan berarti aku benar-benar ingin kau berbuat kasar padanya," ujar Rosè sembari menatap tajam ayahnya. Gongyo yang merasa ditatap seperti itu hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Mian, hm? Ini satu-satunya cara yang bisa appa lakukan. Kau tahu sendiri adikmu seperti apa. Appa berjanji tidak akan memperlakukannya buruk setelah ini," Rosè menghembuskan nafasnya berat mendengar penuturan ayahnya.
"Aku akan memaafkanmu untuk kali ini.. Tolong jangan menyakitinya lagi."
■
Langit-langit mewah merupakan pemandangan pertama Lisa. Namun beberapa detik kemudian, gadis itu membulatkan matanya sempurna tatkala menyadari sesuatu.
"ANIYO.", pekik Lisa yang masih tak terima dengan situasinya saat ini. Susah payah dirinya menghindar, namun pada akhirnya ia kembali pada tempat ini.
"Kau sudah sadar?" tanya Jisoo sembari membawa nampan berisi makanan. Lisa kini menatap kedua tangannya yang sudah terlilit seutas tali. Menyadari ketidaknyamanan adiknya, Jisoo langsung melepas tali yang melilit tangan Lisa.
"Mian, appa mengikatmu hanya untuk berjaga-jaga. Apakah itu sakit?" pertanyaan Jisoo tak digubris oleh adiknya. Alih-alih menjawab pertanyaan kakaknya, Lisa memilih untuk melangkahkan kakinya pergi. Mengabaikan kepalanya yang kini berdenyut hebat.
"Selamat datang di Korea. Negara dimana kekuasaan appa mengendalikan segalanya. Kau tahu kabur adalah tindakan sia-sia, bukan?"
Note
Hehehehehe spam update dehh

KAMU SEDANG MEMBACA
Home?
FanfictionKim Lisa, perempuan berdarah bangsawan yang terpaksa kehilangan segalanya karena bakat yang ia miliki. Demi melindungi keluarganya, Lisa tumbuh menjadi manusia berhati dingin. Lisa rela melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, bahkan dengan tumpah...