44

2K 196 8
                                    

Kini ketiga gadis Kim berkumpul di ruangan Jennie sembari menunggu salah satu diantara mereka siap bercerita. Beberapa menit yang lalu, Jisoo ingin membicarakan sesuatu yang menurut Jisoo sangat penting. Akhirnya Gongyopun yang mengambil alih tugas mereka untuk menjaga Lisa. Tentu saja Gongyo sangat senang akan hal itu. Sejak beberapa hari yang lalu ia sangat ingin menemani Lisa. Namun ketiga putrinya selalu melarangnya dengan alasan takut ayahnya kelelahan.

"Apa kau tidak berniat untuk memulai pembicaraan ini, unnie?" tanya Jennie yang mulai lelah menunggu kakaknya buka suara.

"Bisakah Chaeyoung yang memulainya?" pertanyaan Jisoo membuat Rosè sedikit terkejut. Pasalnya yang ingin membicarakan sesuatu adalah Jisoo, namun mengapa dirinya yang harus memulainya? Beberapa detik kemudian ia tersadar dengan maksud Jisoo.

"Apa ini tentang Lisa?".tanya Rosè yang langsung mendapat anggukan dari kakak sulungnya. Rosè kini menarik nafasnya dalam sebelum memulai kalimatnya.

"Dalam kasus pembunuhan-"

"Aku tidak peduli," Jisoo dan Rosè sontak saling bertatapan tatkala Jennie memotong kalimat Rosè.

"Aku tidak peduli jika aku memiliki adik psikopat, pembunuh berantai dan semacamnya. Lebih baik aku memiliki adik monster dibanding harus kehilangannya. Jika kalian ingin membahas mengenai kejahatannya, maka izinkan aku pergi," kalimat Jennie sungguh menohok seisi ruangan itu, terutama Rosè. Tanpa aba-aba, gadis itu kini bangkit dari tempatnya. Namun saat hendak melanngkah, Rosè mencekal tangan kakaknya.

"Dia melakukannya untuk kita, unnie," Jennie yang awalnya tidak terlalu menaruh perhatian pada pembicaraan mereka, kini membulatkan matanya sempurna.

"M- mwo?" tanya Jennie yang masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Kita terlalu fokus dengan luka masing-masing sampai melupakan fakta jika Lisa juga memiliki luka yang sama atas kematian eomma.." Jennie refleks meremas kursi yang ia duduki setelah mendengar kalimat Rosè. Terbayang perlakuan kejam bertahun-tahun lalu yang ia lakukan pada adiknya. Bukannya menjadi pundak, Jennie malah menambah luka Lisa.

"Kejadian itu melekat dalam benaknya dan tumbuh menjadi rasa was-was. Pada akhirnya ia memutuskan untuk melakukan berbagai upaya agar kejadian itu tidak terulang. Termasuk membunuh semua orang yang berniat mencelakai kita," air mata Jennie jatuh begitu saja mendengar penjelasan Rosè. Sekarang terungkap sudah alasan mengapa keluarga mereka tidak pernah mendapat terror apapun beberapa tahun kebelakang. Ternyata itu semua berkat pengorbanan adik bungsunya.

"Jisoo unnie sekarang giliranmu," ucap Rosè menuntut sebuah cerita.

"Aku tidak kuasa menceritakan detailnya.." ucap Jisoo dengan suara bergetar.

"Intinya tumor itu tumbuh untuk melindungi kalian."

Lisa terduduk sembari menatap ayahnya yang kini sibuk memandangi wajahnya, "Appa, bisakah kau berhenti menatapku?"

Gongyo sontak terkekeh mendengar penuturan putrinya. Pria itu kini mengusap rambut Lisa gemas, "Appa sangat merindukanmu."

Lisa hanya mengangguk menanggapi kalimat ayahnya, "Apa semua pria senang mengatakan hal manis seperti itu?"

Gongyo sontak mengubah ekspresinya setelah mendengar penuturan putrinya, "Siapa yang berani mengatakan hal semacam ini selain appa?"

Lisa terkekeh mendengar pertanyaan ayahnya. Ayahnya tidak berubah, gadis itu heran mengapa dari dulu ayahnya menjadi sangat protektif padanya dibanding kakak-kakaknya jika soal pria.

"Gadis cantik dan pintar sepertimu harus mendapat lelaki terbaik," Lisa hanya membalasnya dengan senyum singkat. Ia bingung harus memberi respon bagaimana. Karena ia sendiri tidak yakin bahwa dirinya masih memiliki waktu untuk mengurus hal-hal seperti itu.

Kini Lisa mengambil tangan ayahnya untuk digenggam, "Appa, kau adalah pria terbaik yang pernah kujumpai. Tidak akan ada pria lain yang bisa menggeser posisimu," senyum Gongyo terangkat mendengar kalimat putrinya. Pria itu sangat senang karena putri manisnya sudah kembali.


Ditengah momen manis mereka, gagang pintu dibuka terdengar. Gongyo sempat kecewa karena putri-putrinya yang lain sudah datang. Tentu saja itu pertanda bahwa waktunya dengan Lisa sudah habis.

Namun Gongyo kini membulatkan matanya tatkala melihat putri-putrinya datang dengan wajah sembab. Dengan isak tangis yang masih menyelimuti, Jennie tiba-tiba berhambur kearah Lisa. Lisa yang masih tidak mengerti apa yang terjadi hanya bisa menepuk punggung kakaknya lembut.


"Siapa yang berani membuatmu menangis, unnie? Akan kupotong-potong tubuhnya," Jennie menggeleng mendengar penuturan Lisa.

"Aku hanya merindukanmu," saut Jennie setelah melonggarkan pelukannya. Lisa tahu jika Jennie berbohong, namun gadis itu hanya mengangguk. Ia akan mencari tahu sendiri nanti.

"Appa, kau bisa beristirahat," ucap Jisoo yang mendapat gelengan dari Gongyo.

"Appa akan duduk di sofa," jawab Gongyo sembari melangkahkan kakinya menuju sofa sembari membawa tabnya.

"Apa Lisa ingin sesuatu?" tanya Jennie sembari menyeka air matanya. Seketika Lisa menyadari sesuatu. Alasan kakaknya menangis adalah dirinya. Entah apa yang mereka bicarakan, namun pertanyaan Jennie memperjelas hal itu.

"Aku bosan di rumah sakit," jawab Lisa membuat Jennie nampak berfikir. Permintaan Lisa sangat sulit untuk Jennie kabulkan. Karena Jennie khawatir kondisi Lisa akan memburuk setelah keluar dari rumah sakit.

"Bagaimana dengan permintaan yang lain?" Jennie harap Lisa mengerti. Karena kondisi Lisa saat ini sangat rawan untuk mengalami drop.

"Aku selalu bersama dokter terbaik, kenapa harus takut?" tanya Lisa membuat Jennie menghembuskan nafasnya berat. Jennie hampir saja lupa sifat Lisa yang keras kepala. Jika menginginkan sesuatu, maka Lisa harus mendapatkannya.

"Pergilah, tidak akan masalah jika pergi untuk beberapa saat. Appa akan mendiskusikannya dengan Dokter Kang. Jika perlu, appa akan meminta Dokter Kang pergi bersama kalian," mendengar penuturan ayahnya membuat Lisa menggelengkan kepalanya. Lisa ingin menghabiskan waktu bersama kakak-kakaknya. Kehadiran Dokter Kang tidak akan membuatnya nyaman.

"Tapi, appa-"

"Jennie-ya, mari mendiskusikannya dengan Dokter Kang terlebih dahulu," Gongyo memang sangat memanjakan putri-putrinya. Apapun yang putri-putrinya inginkan akan selalu ia kabulkan. 

"Arasseo, mari mendiskusikannya dengan Dokter Kang," ucap Jennie sembari menghembuskan nafasnya pasrah.

Kini Rosè menghampiri Lisa dan duduk disamping brankar adiknya, "Adikku ini memangnya ingin kemana?" tanya Rosè sembari mengacak-acak rambut Lisa.

"Pantai," jawab Lisa singkat. Rosè mencubit hidung adiknya gemas. Terputar memori saat keluarga Kim pergi ke pantai bersama. Saat itu mereka masih sangat bahagia. Tentu saja dengan anggota yang lengkap, termasuk Hyekyo.

"Kenapa pantai?" tanya Rosè lembut.

"Karena eomma suka pantai," jawaban Lisa mampu membuat seisi keluarga Kim menatap Lisa dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Kau merindukan eomma?" tanya Rosè yang langsung mendapat anggukan dari adiknya. 

"Sangat. Aku ingin bertemu eomma.." kalimat Lisa membuat Rosè menggelengkan kepalanya.

"Kita akan bertemu eomma bersama-sama."

Note
Kalian tim sad ending/happy ending?

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang