41

2.1K 236 20
                                    

Rosé memanggil seluruh anggota keluarganya untuk berkumpul di ruang tamu. Semua hadir kecuali Jennie dengan alibi jadwal operasi.

"Ada apa, Chaeyoung-ah? Kau terlihat sangat berantakan," ucap Gongyo khawatir mengenai kondisi putrinya yang jauh dari kata baik-baik saja.

"Mianhae..." gumam Rosé yang masih dapat terdengar oleh Jisoo dan Gongyo. Kini Jisoo beralih duduk disamping Rosé sembari merangkul pundak gadis blonde itu.

"Tenangkan dirimu terlebih dahulu," ucap Jisoo berusaha menenangkan. Pasti adiknya hendak mengatakan topik yang sangat berat kali ini.

"Lisa..." tubuh Jisoo dan Gongyo menegang mendengar nama itu. Nama yang belakangan ini terus menghantui fikiran mereka.

"Ada apa dengan Lisa?" tanya Jisoo yang berusaha semaksimal mungkin untuk membendung kepanikannya.

"Dia menanggung semua dosa itu untuk kita. Untuk melindungi kita..." ekspresi terkejut tak dapat disembunyikan dari wajah Jisoo dan Gongyo. Bahkan kini Gongyo mulai mengepalkan tangannya.

"Lisa melakukan hal itu untuk mencegah lebih banyak tumpah darah pada keluarga ini," lanjut Rosé dengan suara bergetar. Sebisa mungkin ia menahan isak tangisnya agar tidak pecah. Ditambah bayang-bayang kalimatnya beberapa hari lalu yang sudah pasti menyakiti hati adik bungsunya. Jika diberi kesempatan, ingin rasanya ia memukuli dirinya sendiri karena sudah mengeluarkan kalimat sejahat itu pada adiknya sendiri.

"Apa maksudmu, Chaeyoung-ah?" tanya Jisoo menuntut penjelasan lebih lanjut.

"Apa kalian ingat Yang Hyunsuk? Penculik Jennie unnie? Lisa membunuhnya bukan untuk kepentingannya. Tapi untuk melindungi kita semua dari aksi yang akan dilakukan pria itu lebih jauh lagi. Ia mengorbankan dirinya hidup sebagai buron dari keluarga Yang Hyunsuk yang merupakan seorang mafia besar demi melindungi kita," Gongyo sontak menendang meja dihadapannya. Ia tak bisa menahan lagi emosinya. Sedangkan Jisoo hanya bisa meremas pahanya berusaha menahan air matanya agar tidak menetes.

"Appa...." dengan panggilan lirih dari Rosé, kini Gongyo mengalihkan semua perhatiannya pada gadis itu.

"Jika pengadilan meneruskan kasus ini, dia bisa dihukum mati.."

Jennie meminum sekaleng soda dari kantin rumah sakit. Beberapa jam lagi dirinya akan melakukan operasi besar. Semua terasa terlalu terburu-buru, namun ini semua adalah keinginan pasien. Jennie hanya menjalankan tugasnya. Saat tengah meneguk sodanya, Jennie mengalihkan perhatiannya pada seseorang yang tiba-tiba datang.

"Taehyung-ah," sapa Jennie tatkala menyadari kehadiran Taehyung di lobby  rumah sakit.

"Jennie-ya, kau sedang istirahat?" tanya Taehyung yang langsung mendapat anggukan dari Jennie. Namun mata Jennie sedikit menyipit tatkala melihat sesuatu ditangan kekasihnya.

"Kau ingin menjenguk seseorang?" tanya Jennie setelah melihat buah-buahan di tangan Taehyung.

"Ah, ne..." jawab Taehyug sedikit canggung. Pemuda itu berharap keadaan tidak memaksanya untuk kembali berbohong.

"Mau kuantar?" tanya Jennie yang langsung mendapat gelengan dari Taehyung. Yang benar saja, bisa-bisa Lisa membunuh Taehyung detik itu juga jika berani membawa Jennie bersamanya.

"Memang siapa?" tanya Jennie yang berhasil dibuat penasaran oleh kekasihnya. Tidak menutup kemungkinan jika Taehyung menjenguk selingkuhannya. Itu yang ada difikiran Jennie.

"Rekan bisnisku," jawab Taehyung jujur tanpa memberi spesifikasi lebih lanjut.

"Izinkan aku ikut dengan-

"Dokter Jennie, operasi akan dimulai. Sebaiknya anda bersiap," ucap salah satu perawat mengingatkan. Sungguh ingin rasanya Taehyung mengucapkan beribu rasa terimakasih pada perawat itu yang datang pada saat yang tepat.

"Aku pergi dulu," pamit Jennie sembari mengecup pipi kekasihnya.

Jennie memakai sarung tangannya dan memulai beberapa steralisasi sebelum operasi. Dengan menarik nafas dalam-dalam, ia mulai meyakinkan dirinya bahwa ia bisa. Terdengar gumaman pemberi semangat pada telinganya yang bersumber dari Dokter Kang. Namun untuk kali ini perasaan gugup menyelimuti Jennie hingga tak menghiraukan kalimat dari Dokter senior itu.

Kini Jennie mulai melangkahkan kakinya memasuki ruang operasi. Hawa dingin ruang operasi mampu menusuk kulit Jennie. Gadis itu berhenti sejenak untuk mengambil nafas dalam-dalam.

"Kau pasti bisa, Jennie-ya," gumam Jennie meyakinkan dirinya sendiri.

Langkah demi langkah Jennie lalui hingga tibalah ia dihadapan pasien. Bagian tubuh dan kepala pasien dipisahkan oleh kain sehingga Jennie tak dapat melihat wajah gadis itu. Kini gadis itu mulai mengambil pisau bedah untuk membelah kulit orang dihadapannya.

Dengan perlahan ia mulai menempelkan pisau bedahnya diarea yang ingin dioperasi. Darah sudah mulai muncul namun pembedahan belum terjadi secara sempurna.

"Dokter Jennie!" teriak salah satu dokter yang merupakan dokter anestesi yang ada diruangan itu. Dengan sedikit panik, ia menatap Jennie dengan sedikit gusar yang mampu menimbulkan tanda tanya bagi dokter bermata kucing itu.

"Sepertinya ada sedikit kesalahan. Pembiusan tidak bekerja dengan baik," ucap dokter itu membuat Jennie menjauhkan pisau ditangannya. Mata gadis itu melirik Dokter Kang yang sedikit kesal dengan aksi dokter anestesi itu.

Sembari membiarkan dokter anestesi itu beraksi, Jennie memutuskan untuk duduk di ujung ruang operasi. Ia sama sekali tidak merasa kesal dengan dokter anestesi itu. Tanpa dokter anestesi, operasinya akan menjadi malapetaka bagi pasiennya.

Saat tengah menatap dokter anestesi itu bekerja, tiba-tiba sorot matanya menangkap sesuatu. Sebuah tatto yang ada pada pergelangan tangan pasiennya mengingatkannya pada seseorang. Namun sebisa mungkin Jennie menepis fikirannya buruknya.

"Dokter, semua sudah beres," ucap dokter anestesi itu yang mempersilahkan Jennie untuk kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.

Jennie mulai bangkit dari tempat duduknya dan mulai melangkahkan kakinya menuju pasien itu. Namun secara tidak sengaja, matanya menangkap sesuatu yang janggal dari pasiennya itu.

Beberapa detik kemudian, tubuh Jennie seolah mati rasa setelah menyadari terlalu banyak persamaan yang ia temukan. Dengan fikiran yang masih berusaha berpositif thinking, ia mulai melangkahkan kakinya melewati perbatasan kain untuk melihat wajah orang itu lebih jelas.

Prangg

Suara peralatan medis terjatuh mampu memenuhi isi ruangan. Bahkan orang-orang yang ada di ruang operasi berhasil dibuat panik oleh tingkah Jennie.

"A- aniyo.." gumam Jennie yang masih tak terima dengan keadaan. Tangannya yang bergetar hebat berusaha mengusap pipi gadis itu.

"Kau pasti hanya mirip adikku," gumam Jennie dengan tangan yang masih setia mengusap pipi pasiennya.

"Kau pasti bukan adikku!" ucap Jennie yang mulai meninggikan suaranya.

"KAU PASTI BUKAN ADIKKU! KATAKAN, KAU BUKAN ADIKKU!" teriak Jennie yang mulai kehilangan akal sehatnya. Seisi ruangan berhasil dibuat panik dengan tingkah aneh dari Jennie.

Kini Jennie mendekap tubuh gadis dihadapannya. Membiarkan air mata membasahi leher jenjang gadis itu. Bahkan mulut Jennie tak henti-hentinya meneriaki nama Lisa. Berharap jika semua yang terjadi hari ini adalah mimpi. Beberapa menit kemudian, gadis itu pingsan begitu saja dalam kondisi masih mendekap tubuh adiknya.


Note
Takut ga kerasa feelnya 🧍‍♀️

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang