Hari yang cerah digunakan oleh keluarga Kim untuk mendatangi lapangan tembak. Dengan beberapa aturan dan obat yang harus dibawa, akhirnya Lisa mendapat izin untuk pergi sebentar ke lapangan tembak bersama keluarganya.
Lisa datang bersama Jisoo dan Rosè. Sebenarnya Gongyo ingin ikut pergi, namun Lisa menolak dengan alasan ingin menghabiskan waktu dengan kakak-kakaknya. Akhirnya pria paruh baya itu pasrah. Sedangkan di tempat lain, Jennie tengah membeli mawar merah. Ia akan datang setelah membeli mawar merah tersebut.
"Ini pistolmu," sebuah box hitam kini sudah ada di pangkuan Lisa. Lisa ingat betul, isi dari box ini adalah pistol yang ia gunakan saat pertandingan beberapa tahun silam. Ia tak menyangka keluarganya masih menyimpannya.
Sedangkan sedari tadi, Rosè hanya diam. Entah kenapa rasa trauma masih melekat dengan tempat ini. Walaupun ia sudah terbiasa dengan pistol karena tuntutan pekerjaan, namun sayangnya tidak dengan lapangan tembak.
Sebenarnya hari ini Gongyo sengaja menyewa lapangan tembak itu, sehingga disana hanya ada mereka bertiga dan beberapa petugas. Tentu saja hal itu Gongyo lakukan untuk keamanan putri-putrinya.
"Selamat siang, bisa saya bantu untuk menyiapkan sasaran tembaknya?" tanya salah satu petugas. Lisa mengangguk sebagai balasan. Petugas itupun langsung bergegas menyiapkan beberapa sasaran tembak.
Lisa mulai berdiri dari kursi rodanya dengan hati-hati. Jisoo dan Rosè sontak langsung membantu adiknya bangkit dari kursi rodanya. Gadis berponi itupun langsung memakai beberapa alat pengaman dan sarung tangan sebelum benar-benar mulai melayangkan pelurunya. Namun setelah perlengkapan itu terpasang, tiba-tiba Lisa memberikan pistol lain pada Rosè.
"Ayo kita adu tembak," ucap Lisa membuat Rosè tercengang tak percaya.
"Aku tahu unnie bisa menggunakannya," entah darimana Lisa mengetahuinya, namun seorang detektif memang dituntut untuk bisa menggunakan pistol.
"Wah, ini akan menjadi pertandingan yang menyenangkan," saut Jisoo antusias.
"Lisa-ya, tapi-"
"Sudahla, unnie. Ini hanya permainan," potong Lisa membuat Rosè hanya bisa menghembuskan nafasnya pasrah.
Setelah Rosè memakai perlengkapan keamanan, Rosè mulai mempersiapkan diri untuk memulai permainan. Jisoo kini berdiri dibelakang mereka sebagai wasit.
"Hitungan ketiga."
"Satu"
"Dua"
"Tiga"
Duar Duar
Peluru Lisa berhasil menembus 10 poin. Sedangkan Rosè hanya menyentuh 3 poin. Namun seperti ada yang berbeda dengan Rosè, tangan gadis itu bergetar hebat.
Lisa kini menghampiri kakak ketiganya, memegang tangan Rosè dan menuntunnya untuk dapat melesatkan peluru diangka 10 poin.
"Arahkan bagian paling atas pembidik tepat di tengah target. Bagian paling atas harus sejajar secara horizontal di tengah target," ucap Lisa berusaha menjelaskan sembari terus berusaha menuntun Rosè hingga mendapat posisi yang pas. Setelah dirasa cukup, Lisa melepas tangan Rosè dan membiarkan gadis itu untuk menarik pelatuknya sendiri.
"Lakukanlah."
Duar
Peluru Rosè kini berhasil melesat 10 poin. Gadis itu bersorak senang melihat pencapaiannya. Sedangkan Lisa hanya tersenyum melihat aksi kegirangan kakaknya.
"Bukankah itu menyenangkan, unnie?" tanya Lisa yang langsung mendapat anggukan Rosè.
"Lebih dari kata menyenangkan. Aku tidak menyangka aku dapat melakukannya," jawab Rosè berbunga-bunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home?
FanfictionKim Lisa, perempuan berdarah bangsawan yang terpaksa kehilangan segalanya karena bakat yang ia miliki. Demi melindungi keluarganya, Lisa tumbuh menjadi manusia berhati dingin. Lisa rela melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, bahkan dengan tumpah...