Jisoo mendatangi ruang inap Jennie. Ia cukup terkejut ketika mendapat kabar Jennie jatuh pingsan. Yang Jisoo ketahui adiknya akan jatuh pingsan jika menghadapi masalah yang benar-benar besar. Entah masalah apa yang menimpa adiknya kali ini, namun Jisoo yakin jika ini berhubungan dengan Lisa.
"Kau sudah sadar?" tanya Jisoo sembari membantu Jennie bangkit dari brankarnya. Beberapa detik kemudian, gadis bermata kucing itu menangis tatkala mengingat apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
"Wae? Apa ada yang sakit?" tanya Jisoo sedikit panik melihat adiknya yang tiba-tiba terisak.
"Mengapa hidup tidak pernah adil pada adik bungsu kita, unnie.." mendengar penyataan adiknya membuat Jisoo sedikit tercengang.
"Apa yang terjadi?" tanya Jisoo lembut berusaha sembari berusaha menenangkan adiknya.
"Tumor itu berkembang..." seketika tubuh Jisoo melemas begitu saja. Bahkan tubuhnya hampir ambruk jika tangannya tidak bertumpu oleh kursi.
Jisoo terdiam beberapa saat sembari menundukkan kepalanya. Saat ini air matanya seperti sudah menguap. Meninggalkan rasa sakit yang teramat didadanya.
"Seberapa besar rasa sakit yang dirasakannya?" pertanyaan ambigu Jisoo membuat isak tangis Jennie semakin kencang.
"Lebih besar dari yang bisa kita bayangkan," jawab Jennie dengan suara bergetar.
■
Jemari Lisa yang tiba-tiba bergerak membuat Rosè refleks langsung menekan tombol untuk memanggil dokter. Bibirnya tak henti-hentinya merapalkan rasa syukur pada Tuhan sembari menciumi dahi adiknya.
Dokter Kang datang dibuntuti oleh Jisoo dari belakang. Selanjutnya Dokter itu langsung memeriksa kondisi Lisa. Sedangkan Lisa terlihat kesakitan dan sedikit sulit bernafas dengan keadaan bronkoskopi dimulutnya. Rosè yang tak sanggup melihatnya hanya bisa membalikkan tubuhnya dengan air mata yang terus menetes.
"Tarik nafas," Dokter Kang memberi arahan pada Lisa untuk mengikuti intruksinya.
"Buang," lanjut Dokter Kang yang dituruti Lisa. Beberapa detik kemudian Lisa mulai bisa menyesuaikan nafasnya.
"Alat ini bisa dilepas jika kondisimu stabil sampai besok," ucap Dokter Kang membuat Lisa kecewa. Ia kira alatnya dapat dilepas saat ini juga. Jujur saja ia tak sanggup dengan alat itu. Setelah memastikan semua baik-baik saja, Dokter Kang pamit dari ruangan Lisa.
Kini Jisoo dan Rosè mendekati brankar adik bungsunya, "Kau membuat kami panik."
"Ngggg"
Ekspresi Lisa berubah jadi murung tatkala menyadari saat ini ia tak dapat bicara karena alat dimulutnya. Rosè sebisa mungkin menahan air matanya agar tidak kembali jatuh.
"Gwenchana. Setelah alat itu dilepas kau dapat berbicara 24 jam," hibur Jisoo sembari mengusap rambut adiknya. Sungguh hati Jisoo tak kalah remuk melihat kondisi Lisa. Namun jika ia rapuh, lantas siapa yang ada disisi Lisa?
Mata Lisa menyelidik seisi ruangan dan dibuat kecewa tatkala tak menemukan kehadiran Jennie. Padahal biasanya, Jennie akan menjadi orang di garda terdepan saat kondisinya tengah terpuruk seperti ini. Namun ia mencoba untuk tidak egois. Bagaimanapun hidup Jennie tidak hanya tentangnya.
■
Kini Dokter Kang berdiri disamping Lisa untuk melepas bronkoskopi pasiennya. Akhirnya tubuh Lisa berhasil melewati 24 jam dengan stabil. Sehingga kini alat dimulut gadis itu sudah bisa dilepas. Meskipun itu adalah kabar baik, namun tidak bagi Lisa. Ketidakhadiran Jennie cukup membuatnya kecewa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Home?
FanfictionKim Lisa, perempuan berdarah bangsawan yang terpaksa kehilangan segalanya karena bakat yang ia miliki. Demi melindungi keluarganya, Lisa tumbuh menjadi manusia berhati dingin. Lisa rela melakukan apapun untuk mencapai tujuannya, bahkan dengan tumpah...