Dear 8

19.2K 1K 15
                                    

"Anestesi?"

"Clear!" Dokter rio yang kini menjadi dokter anestesi operasi yang mona lakukan mengacungkan jempol simbol bahwa anestesi telah diberikan kepada pasien yang akan di operasi.

Mona mengangguk mengerti kemudian mona mulai berdoa dalam hati agar diberikan kelancaran untuk memulai prosedur selanjutnya.

"Scalpel" ucap mona saat operasi itu akan dimulai.

Arga yang saat ini menjadi asisten operasinya memberikan pisau bedah itu kepada mona sesuai dengan arahan dan permintaan mona.

Mona mulai melakukan sayatan yang diperlukan untuk mulai membuka luka yang sebenarnya sudah hampir membusuk karena terlalu lama dibiarkan.

"Pinset"

Arga dengan sigap memberikan pinset yang mona minta untuk menarik kaitan benang yang bahkan belum sepenuhnya menyatu dengan daging ketika dokter yang sebelumnya telah melakukan tindakan namun tak berhasil menyembuhkan.

Tangan mona dengan lihai melakukan tugasnya sedangkan hatinya terus saja berdoa semoga operasinya kali ini juga berhasil dan dapat menyembuhkan pasien yang sedang ditanganinya itu.

Hampir empat jam mona berada didalam ruang operasi, kini pasien itu sudah dipindahkan ke ruang observasi karena bius yang digunakan belum juga membuatnya sadar.

Perkiraan bius itu akan menghilang setelah delapan jam sejak pemberiannya.

Mona menghela nafas, kemudian menyandarkan punggungnua di kurai kebesarannya berusaha meregangkan otot-otot yang sedikit tegang selama operasinya berlangsung.

"Udah selesai ?"

Mona membuka matanya yang terpejam melirik sebentar kemudian kembali memejamkan matanya.

Sebenarnya tanpa membuka mata mona juga tau siapa yang selalu muncul dengan tiba-tiba seperti jiny oh jiny itu.

"Hem em"

"Makan dulu" dea menyodorkan satu bungkus nasi padang dengan lauk rendang ekstra daun singkong seperti kesukaan mona.

"Baik banget sih jadi orang"

Mona membuka matanya, mengamati sebentar bungkusan yang sudah diletakkan dengan rapi di atas piring  kemudian beralih kepada sosok perempuan yang sudah berbaik hati karena telah memperhatikannya itu.

"Apasih yang enggak untuk dokter ortoped satu-satunya di rumah sakit ini"

"Coba kamu laki-laki udah ku kawinin kali de" tanpa memperhatikan raut wajah dea yang terlihat teramat jijik mona mulai membuka bungkusan yang ada dihadapannya itu. "Tau aja aku laper"

"Jadi alih minat nih sekarang? Aku tau kamu gamon loh mon, tapi nggak ganti minat gini juga"

"Apaan sih lo" mona melemparkan plastik kresek yang sudah di rangkainya menjadi superkecil itu kepada dea yang tertawa lepas karena ucapannya sendiri.

"Ya habisnya ngomong kok sembarangan, gimana nanti kalau ada yang denger bisa dikira yang enggak-enggak"

"Berlebihan"

Dea memutar bola matanya malas namun tak membalas sindiran mona untuknya itu

"Ngomong-ngomong tadi kamu di tanyain dokter ares tuh"

Mona menghentikan aktivitas mengunyahnya kemudian memincing menatap sahabatnya itu, "gausa ngawur deh, ini dampaknya kalau kedengeran orang lain jauh lebih parah daripada gue berubah minat loh de"

"Aku mona, bukan gue"

"Kan cuma sama kamu doang de, ah.. kaya guru bahasa indonesia aja di koreksi mulu"

Dear tomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang