Dear 44

13.3K 745 20
                                    

"Besok kita ke jakarta pa"

"Tunggu ares pulang dulu, kita diskusikan ini"

"Apa yang harus di diskusikan, rasanya mama pengen sekali ngasih pelajaran anak itu. Mama kan malu sama mas adi, pa!"

"Memangnya mama saja yang malu, papa juga nggak enak. Tapi kan kita harus musyawarah dulu, nggak bisa main dateng-dateng aja kaya perampok"

"Itu cucu kita pa, mama nggak mau ada apa apa sama mona kalau pikiran mona engga tenang begitu. Papa juga liat kan mona dari tadi muntah terus"

"Iya papa tau, tadi kan sudah minum obat pencegah mual. Biarin mona istirahat dulu, papa sudah nelvon dea buat dateng meriksa mona. Tunggu sebentar"

"Dea siapa ? Kawan mona itu ?"

"Iya, setidaknya biar berita ini enggak kemana -mana dulu. Enggak enak sama mas adi"

"Ya kan mama juga bilang apa pa. Malu sama mas adi, di titipin anaknya malah di giniin sama anak sendiri. Mama rasanya gemes banget sama ares ini" yuli meremas tangannya sendiri seperti hendak melampiaskan rasa kesalnya kepada anak sulungnya itu.

"..lagian papa ngapain sih nyetujuin ares ke luar kota sama anaknya pratama itu. Mama kan nggak suka"

"Itu kan kehendak management ma, bukan papa. Yang kompeten di bidang itu juga mereka. Selain itu ares dan renatha itu kan wajahnya rumah sakit"

"Kan mona juga bisa pa!papa kan direkturnya. Masa kaya begitu aja engga bisa nolak sih. Mona juga nggak kalah cantik kalau dijadiin wajah rumah sakit" Lagi-lagi yuli menbantah ucapan suaminya. Sebenarnya siapa yang jadi direktur ini.

"Sudah, mama tenang dulu jangan malah bahas yang lain" dokter reynaldi memeluk istrinya yang sedari tadi menggebu-nggebu karena pikirannya yang semrawut akibat ulah ares.

"Asalamualaikum dok"

"Waalaikum salam" jawab keduanya bersamaan saat dea datang ke rumah itu.

"Sama siapa de ?" Dokter reynaldi menyambut kedatangan deea selaku obgyn yang akan memeriksa mona untuk sementara waktu. Hanya untuk memastikan apakah dugaan dokter reynaldi benar adanya jika mona sedang hamil.

Ya walaupun dokter reynaldi tadi sudah memeriksanya tapi kan beliau bukan spesialis kandungan. Dokter reynaldi hanya sedikit tau mengenai ilmunya dan cara mendeteksi dininya.

Maka dari itu dokter rey berinisiatif menghubungi dea. Setidaknya dea adalah sahabat dekat mona jadi berita ini tidak akan menyebar kemana-mana.

"Sama suami saya dok, masih markir mobil di depan"

Dokter rey hanya mengangguk . Setelah menyalami dea

"Dokter dea, tolong jangan bikin mona banyak pikiran ya, sampaikn aja nanti ke kita hasilnya gimana"

Dea tersenyum kemudian mengangguk. "Iya bu, laksanakan" saut dea sembari bercanda. "Aman sama saya sih"

"Saya boleh ikut masuk ya dokter dea." Tante yuli memohon , karena sejujurnya beliau merasa khawatir dengan psikis mona.

Mona kan anak berpendidikan, putri tunggal pemilik rumah sakit ternama di jakarta apalagi ayahnya juga pemimpin organisasi profesi kedokteran. Pasti pikiran mona kemana - mana , takut mencoreng nama baik ayahnya. Dan berakhir menggugurkan kandungannya. Setidaknya itulah yang yuli takuti saat ini

"Oh boleh bu, mari" dea berjalan bersisihan dengan tante yuli ke kamar yang mona tempati.

"Disini nak kamarnya"

Dea mengangguk kemudian mengetuk pintu kamar yang mona tempati lalu tak berselang lama mona menyaut dari dalam dengan suara yang terdengar lemah

"Iya"

Dear tomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang