Dear 31

12.7K 712 8
                                    

Cukup lama dewa menunggu kedatangan mona di rumah kontrakannya, dewa harus memarkirkan kendaraannya cukup jauh dari rumah itu karena tidak ingin membuat mona menghindarinya lagi.

Tak selang berapa lama, mobil dengan logo sayap di dua sisinya itu datang dan terparkir di garasi rumah, sedangkan si pemilik rumah sibuk mencari kunci pintu yang sepertinya terselip karena tampak mona sedikit kesal saat mencarinya.

Mungkin tuhan memang mau membantu dewa mengenai hal ini, sehingga ajimumpung itu juga ia dapatkan saat ini.

Dewa segera turun dari mobilnya dan berjalan mendekat ke rumah mona saat mona berhasil membuka pintu

"Mon , " dewa tiba-tiba masuk saat mona hendak mengunci pintu rumahnya membuat perempuan itu terkejut luar biasa karena tanpa permisi dewa mendekap tubuh mona

"Mas dewa ?"tanya mona bingung, karena tidak siap dengan keadaan itu, "lepas mas" ucap mona dingin.

Ini kali pertama dewa melihat sosok mona yang bersikap dingin dan acuh, biasanya mona adalah pribadi yang hangat dan penyayang. Tidak seperti malam ini, dewa seperti tidak mengenali mona.

"Nggak mon, mas nggak akan lepasin kamu. Maafin mas mon. Mas yang salah, maaf" dewa semakin mengeratkan pelukannya terhadap mona

"Lepasin mas!" Mona masih tetap berusaha melepaskan diri, namun mona kalah tenanga dengan dokter bedah syaraf itu.

"Maafin mas mon, mas perlu jelasin semuanya. Mas mohon dengerin dulu"

"Mas nanti bisa jelasin, tapi tolong lepasin dulu"

Dewa perlahan melepaskan dekapannya dari tubuh mona menatap mata mona dalam-dalam. Tangannya meremas bahu mona memberikan keyakinan kepada mona juga pada dirinya sendiri.

"Jangan pernah berfikir untuk pergi mon, tolong dengerin penjelasanku dulu"

"Penjelasan yang bagaimana lagi sih mas ? Yang mas pergi gak ngasih kabar sampai hampir satu bulan aku di jerman ? Atau yang gosip tentang kalian berdua ?"

"Mona dengerin mas dulu" dewa mencengkeram bahu mona cukup keras agar mona mau menperhatikannya.

"Mas tau mas salah, aku pergi nggak ngasih tau kamu dulu. Jujur mon, mas sedih luar biasa waktu kamu lebih mentingin panggilan ares sampai kita harus bertengkar. Kamu lebih memilih panggilan ares daripada pergi ke rumah orang tuaku padahal mereka udah nungguin kedatangan kamu disana, mas bodoh, mas lupa kalau mas juga dokter yang harus mengedepankan pasien terlepas yang menghubungi kamu ares sendiri dan bukan pihak rumah sakit. Mas tau kalau dengan hubungan kita yang merenggang dijadikan celah gosip yang nggak bertanggung jawab kaya gitu. Mas harap kamu nggak kemakan omongan mereka, nyatanya desas desus semacam itu sampai juga di kamu. Mas minta maaf kalau mas terkesan membiarkannya mon, karena memang tidak ada yang perlu diklarifikasi. Mereka punya asumsi itu hak mereka, yang jelas demi tuhan mon. Mas nggak ada hubungan apapun dengan dokter renata atau yang lainnya"

Mona mendongak, mentap raut wajah dewa yang begitu emosional. Seolah kesalahan memang tidak ada padanya. Mona hendak kembali menjawab perkataan dewa ketika kemudian dewa lebih dulu menbungkam mulutnya,

Mona tidak melawan, tidak menolak apalagi memberikan respon pada sikap dewa terhadapnya. Mona hanya diam hingga dewa sadar jika yang dilakukannya adalah kesalahan.

Dewa melepaskan perlahan tautan bibirnya , mengumpulkan kesadarannya agar emosinya tidak meledak

"Mona, maaf. Maaf mas kelewatan"

"Keluar mas" mona membuka pintu rumahnya lebar-lebar mempersilahkan dewa untuk keluar dari rumahnya.

"Mona" ucapnya parau, mencoba meraih simpati mona padanya.

Dear tomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang