"Mama, kata opa aku mau punya adik. Ini adik aku ya ma?" Zifa memeluk mona setibanya mona di rumah setelah hampir dua minggu lamanya berada di rumah sakit.
Keadaan mona sudah membaik, tapi mona masih harus bedrest di rumah hingga kontrol berikutnya menentukan apakah mona masih diijinkan untuk beraktifitas seperti biasa atau harus cuti selama kehamilannya.
"Kamu kapan datangnya sayang ? Kok enggak ngomong sama mama ?" Mona hendak berjongkok namun tangannya di tahan oleh ares dengan menggelengkan kepalanya.
"Zifa, kita ngobrolnya di kamar mama aja yuk. Mama kan baru sampai, biar mama sama adik bayi istirahat dulu ya" itu ares.
Benar-benar cerdik, setelah mona mengatakan akan menikah dengan ares melalui beberapa syarat, ares membawa zifa ke jakarta bahkan saat anak itu masih menikmati liburannya bersama keluarga dari pihak ayahnya.
Meskipun ia hanya memiliki seorang nenek yang tidak se beruntung keluarga dari pihak ibunya dan dua sepupu yang lebih tua darinya, zifa cukup bahagia disana.
Ekonomi keluarga dari pihak ayahnya tidak sebagus ekonomi dari pihak ibunya yaitu keluarga dokter reynaldi.
Akan tetapi dokter reynaldi tidak pernah memutuskan hubungan antara zifa dengan mereka. Meskipun orang tuanya telah tiada.
Dokter reynaldi pernah berjanji kepada zifa saat anak itu masih berjuang melawan kankernya, jika zifa sembuh maka zifa boleh kapan saja datang ke lampung untuk menjenguk keluarga ayahnya disana.
Dan kebetulan setelah zifa dinyatakan sehat dan bebas dari sel kankernya zifa meminta kepada opanya itu untuk mengantarkannya ke lampung karena ingin bertemu dengan nenek dan dua saudara sepupunya dari pihak ayah.
Sejak saat itu mona belum lagi bertemu dengan zifa.
"Iya pa"
Zifa mengikuti kepergian ares yang memapah mona masuk ke dalam kamarnya karena mona tidak ingin lagi menggunakan kursi roda.
Menurut mona, ia masih mampu untuk berjalan tanpa harus menggunakan alat bantu itu.
Sesampainya di kamar, mona duduk diranjangnya bersama zifa yang juga mengikutinya.
"Adiknya cowok apa cewek sih ma ?" Tanya zifa penasaran. Padahal mona baru saja meletakan pantatnya di kasur.
"Belum tau sayang, nanti kalau perut mama udah mulai gede kita lihat sama - sama ya, adeknya cowok apa cewek"
Zifa mengangguk, mengerti.
"Zifa senang mau punya adik ya ?" Tanya ares yang sedang sibuk menata barang bawaan mona.
"Emmmm... seneng banget pa. Zifa bakal punya temen main boneka nanti" jawabnya antusias.
"Kalau adiknya cowok gimana ?" Tanya ares lagi.
"Ya nggak papa, nanti aku ajakin main sepeda sepedaan sama main bola "
"Memangnya zifa bisa main bola ?" Itu mona.
"Bisa dong ma, kemarin zifa kan habis main bola sama mas devan sama mas brian di rumah nenek"
"Zifa seneng di rumah nenek ?"
"Seneng sekali ma, ada om sama tante juga disana. Banyak temennya"
Mona dan ares tersenyum mendengar cerita zifa selama berada di lampung satu bulan belakangan.
Ares sebenarnya juga belum pernah bertemu keluarga zifa yang ada di lampung karena ares juga baru mengetahui jika dia punya kakak perempuan berbeda ibu belum lama.
"Yasudah, sekarang zifa masuk kamar dulu ya. Udah malem. Mama sama adek juga harus istirahat biar cepet sehat"
Ares merentangkan tangannya menggendong zifa untuk mengantarkannya ke kamar yang keluarga mona sediakan untuk anak itu selama mereka berada di jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear tomorrow
FanfictionMona tiba-tiba saja ditugaskan untuk membantu salah satu rumah sakit milik universitas terkemuka di jogja karena rumah sakit itu baru saja kehilangan dokter bedah terbaiknya. Ia tak pernah mengira jika tugasnya kali ini membuatnya bertemu dengan sos...