Dear 35

13.1K 701 7
                                    

Senyum mona merekah saat hendak mengunjungi ruang khusus yang berada di lantai tujuh rumah sakit itu, kakinya terus melangkah dengan bahagia sampai tiba ia didepan meja resepsionis yang khusus menjaga lorong dengan tiga pintu besar saling berhadapan.

"Malam ta "

"Selamat malam.." marta menjawab

"Loh, dokter mona. Apa kabar" martha yang cukup terkejut dengan kedatangan mona, keluar dari kubikelnya untuk memeluk seniornya itu, mereka  memang cukup dekat karena martha adalah junior mona di sma meskipun saat di perguruan tinggi martha mengambil jurusan yang berbeda

"Baik dong, kamu gimana kabarnya?"

"Baik dok, mau ketemu dokter adi yaa ?"

Mona mengangguk, mengiyakan "iya nih, papa ada di dalem nggak ta ?"

"Ada dok, coba saya telvon dulu ya" jawabnya dalam bahasa formal, bagaimanapun juga saat ini martha sedang bekerja bukan dalam mode pertemanan.

"Ndak usah deh, aku langsung ketuk aja. Nggak ada rapat kan ?"

"Nggak ada dok, silahkan"

Ya, walaupun martha sebenarnya adalah asisten yang sangat disiplin dan memenuhi setiap sop rumah sakit, tapi khusus untuk mona adalah pengecualian.

"Aku masuk ya" pamit mona kepada martha

"Baik dok,"

Mona bergeges menuju salah satu ruangan tertutup yang berada di ujung lorong dengan template nama dokter adiguna admaja, direktur utama yang tertempel dipintunya.

"Asalamualaikum" mona mengetuk pintu itu menunggu ijin dari si pemilik ruangan namun belum juga ada jawaban.

Mona mengecek ponselnya kemudian menelvon dokter adi, tetapi panggilan telvonnya pun tak juga di angkat oleh papanya.

"Aslamaalaikum," mona kembali menetuk pintu itu berharap dokter adi mendengar, karena seperti yang martha bilang bahwa papanya sedang berada di ruangan dan tidak sedang ada rapat.

Bersamaan dengan ketokanmya yang ke tiga suara ponsel mona berdering bersamaan dengan dokter adi yang menyaut dari dalam ruangan "Masuk,"

"Asalamualaikum papa" kepala mona menyumbul dari balik pintu dengan ponsel yang menempel di telinganya mengangkat panggilan telvon dari orang yang sama, papanya. Hal itu membuat dokter adi terbahak.

"Kamu mon, waalaikum salam." Dokter adi menutup panggilan telvonnya saat tau anaknya itulah yang mengetuk pintu sedari tadi.

"Papa lagi apa ? Tumbenan gak nyaut waktu mona ketuk pintunya ?"

"Tadi ada beberapa berkas yang harus di tandatangani, jadi papa fokus ke sana sampai nggak denger ada orang ngetuk pintu."

Mona mendekat memeluk dokter adi ,"ternyata anak papa yang cantik ini yang dateng" dokter adi mengecup pucuk kepala mona dengan sayang.

"Tadi gimana operasinya ? Papa denger dari dokter riko berhasil ya ?"

"Belum bisa dibilang berhasil sih pa, lan pasien juga belum bangun. Tapi alhamdullilah lancar operasinya"

"Kamu memang hebat, papa bangga sekali sama kamu mon"

"Halah halah, papa ini suka berlebihan. Dokter yang lain juga sebenarnya bisa operasi beginian pa"

Dokter adi tersenyum mengangguk, "tapi papa salut sama kamu, dateng jauh-jauh buat hal ini"

"Papa juga pasti bangga kan karena mona profesional dan nggak mentingin siapa yang mona bantu" mone melirik tajam kepada dokter adi membuat adi mengangguk sembari mengeratkan pelukannya.

Dear tomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang