Aisyah Zalfa Dhiafakhri, nama milik bayi berusia 1 bulan tersebut. Berat badan dan tingginya semakin bertambah setiap minggu membuat sepasang suami istri yang begitu memandanginya selalu tersenyum.
"Alhamdulillah," mulai Abdurrahman.
"Kenapa? Kok tiba-tiba Alhamdulillah?"
"Ini termasuk rezeki Ummah," Atika salah tingkah mendengar panggilan Abdurrahman.
"Kok malu?" Abdurrahman sangat tidak membantu, justru membuat Atika semakin tersipu.
"Mas ih."
"Istriku, terima kasih atas pengabdianmu selama ini. Sungguh aku tidak dapat membayangkan bagaiman jadinya aku jika tidak dapat bertemu dengan kamu kembali."
Atika terbengong akan tingkah Abdurrahman yang tiba-tiba menjadi seorang pujangga.
"Istriku, aku tak pandai untuk merangkai kata-kata namun engkau telah tahu sendiri sedalam apa rasa rinduku kepadamu selama ini. Seakan-akan aku akan mati pada lautan rindu."
Atika mulai mual dengan perilaku suaminya, kini bukan raut malu yang ia tampakkan karena perilaku suaminya yang begitu menjijikan baginya dengan menaiki sofa pada kamar anak mereka.
"Istriku oh Ibu dari anak-anakku, kamulah yang membuatku bisa hidup dan menjadi bahan bakar..."
"Eh? Kok bahan bakar ya?"
"Udah ah mas, aku mual liat kamu."
"Kok mual sih? Aku ini lagi jadi pujangga loh," Abdurrahman turun dari sofa dan mendatangi istrinya yang masih berada disisi ranjang Aisyah.
"Kamu pikir Majnun."
"Nah itu tahu, wahai Layla-ku," Abdurrahman berlutut dihadapan Atika dengan membawa bunga imitasi yang ia ambil diatas meja saat berjalan menhampiri Atika.
"Ish udah sana, aku mau bikin pesenan kue kering," Atika meninggalkan Abdurrahman yang masih memanggilnya dengan sebutan Layla.
Atika mendumel melihat perubahan sifat suaminya sambil berjalan keluar kamar, namun siapa yang tahu dibalik pintu yang telah ia tutup dari luar senyumnya terbit dengan begitu lebar.
"Layla dan Majnun gitu?"
"Atika dan Abdurrahman?"
Atika bermonolog dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajahnya sambil berjalan kedapur hingga Abdurrahman ikut menyusul tanpa disadari oleh Atika.
"Layla," panggil Abdurrahman.
Spontan Atika menjawab, "iya Majnun?"
"Eh?"
Atika menutup mulut dan Abdurrahman melunturkan senyumnya hinga berganti kekehan untuk menggoda sang istri.
"Hahahaha cieeee"
Hingga gelak tawa keduanya memenuhi ruangan.
Begitulah akhir kisah Atika dan Abdurrahman yang dapat kembali dari perjuangannya dengan hati penuh syukur dan ikhlas. Keduanya sangat berterima kasih pada semua pihak yang telah membantu mas sulit mereka. Tanpa dendam dan tuntutan yang berat, hingga mereka berpikir bahwa pertemuan mereka kembali setelah perpisahan lama akan membawa pribadi yang lebih baik. Tentu yang mereka harapkan adalah keridhoan Allah SWT dan pasangan tersebut selalu berdo'a akan keluarga mereka akan selalu dibawah lindungan Allah SWT.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang berasal dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah pada hari kiamat, salah satunya ialah dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (HR Bukhari, Muslim, Malik, an-Nasa'i, dan lainnya).
***
Alhamdulillah selesai juga cerita ini. Semoga masih ada yang baca ya wkwk..
Jangan lupa mampir ke cerita aku yang lain ya gaes.
Terima kasih sudah mampir, jangan lupa tinggalkan jejak disini. ^^
Wassalamu'alaikum...
KAMU SEDANG MEMBACA
Abdurrahman X Atika Zaman Now
Espiritual[Selesai] Ini bukan cerita cinta dalam diamnya Ali dan Fatimah, bukan pula cerita tentang Khadijah atau Aisyah dengan Rosulullah saw. Tapi ini cerita tentang kakak dari Aisyah yaitu Abdurrahman dengan istrinya, Atika. Ini bukan cerita masa lalu atau...