Dua insan yang satu rasa itu berjalan pulang, dan sepanjang itu pula tak ada obrolan sama sekali. Tentu sejak insiden Atika yang menjawab pertanyaan Abdurrahman, namun terkesan seperti menggombal.
Abdurrahman tak suka posisi seperti ini, berdua namun seperti sendiri. Ia ingin memulai pembicaraan, namun di lihatnya Atika sedari tadi menunduk saja didepannya yang memang berjalan terlebih dahulu darinya. Ia tak ingin terjadi fitnah dan juga ingin menjaga kehormatan calon istrinya dengan mendahulukan Atika berjalan sedangkan ia dibelakang.
Abdurrahman sangat mengerti Atika yang sangat pemalu, bahkan malu gadis itu belum reda setelah mengucapkan sesuatu yang membuat Abdurrahman sangat bahagia serta bersyukur akan memiliki Atika.
Berbeda dengan Abdurrahman yang merasa senang, Atika merasa sangat menyesal akan ucapannya yang seharusnya bisa ia kontrol.
'Astagfirullah Atikaaa, kamu membuatku sangat malu. Seharusnya tadi kamu jawab saja dengan formal, kenapa bisa kata-kata spontan itu yang terucap? Bagaimana jika Abdurrahman berpikir bahwa kamu perempuan yang genit? pasti dia merasa tak nyaman, kalau sudah begini mau bagaimana Atika?' batin Atika meraungkan penyesalan.
Hingga akan sampai keduanya masih setia dengan keheningan di antara mereka, namun Atika seperti ingin mengucapkan sesuatu ketika rumah sudah terlihat mungkin kira-kira 100 meter lagi kedepan akan menginjak pelataran rumah. Perempuan manis itu bergerak gelisah dengan melambatkan jalan serta sesekali menoleh kearah belakang, dan Abdurrahman menangkap aksi itu dengan matanya.
"Hmm Abdurrahman" akhirnya Atika memulainya.
Abdurrahman yang terpanggil, spontan melangkah maju lebih depan guna sejajar dengan Atika yang masih tetap berjalan walau sudah melambat.
"Ada apa?"
"Hmm a-aku mi-minta maaf" ucap Atika dengan terbata karena gugup.
"Untuk apa?"
"Hmm a-atas ucapanku tadi" Atika kembali malu mengingat kejadian beberapa menit lalu, dan yang bisa ia lakukan hanya menunduk guna menyembunyikan semburat merah di pipinya.
Abdurrahman merasa jika calon istrinya sedari tadi malu dan bahkan masih memikirkan ucapan beberapa menit sebelum mereka pulang, padahal ia sendiri bahkan sudah tak memusingkannya. Jika diingat kembali, maka hanya senyum yang terbit di wajahnya.
Atika setia menunduk serta menunggu jawaban Abdurrahman atas permintaan maafnya, namun hanya sunyi yang menjawab. Ia kembali merasa tak enak hati dengan Abdurrahman.
"A-aku tidak bermaksud bicara yang tidak-tidak seperti tadi, aku hanya mengucapkannya dengan spontan" Atika yang tak sadar sedang cerewet itu pun menutup mulutnya dengan terkejut serta spontan pula menghentikan pergerakan kaki, pasalnya dia justru membuat semakin buruk.
Abdurrahman hanya tersenyum kecil melihat tingkah Atika yang menurutnya sangat menggemaskan, dia tau maksud dari Atika hanya saja ia tak mau melewatkan kesempatan melihat Atika malu-malu seperti ini dan justru ia semakin ingin menggoda Atika.
Atika melirik Abdurrahman, bukan lagi melirik tapi menengok dan bahkan ia sudah membuka bekapan tangan yang ada di mulutnya sendiri dan menggeleng-gelengkan kepala serta menggerakkan kedua telapak tangannya ke kanan dan kiri secara bersamaan. Sedangkan Abdurrahman hanya bersidekap tangan di dada, lalu alisnya terangkat sebelah dan jangan lupakan senyum jail di bibirnya.
"Bu-bukan begitu maksudku, aduh bagaimana ya cara menjelaskannya?" Atika gugup sendiri dan Abdurrahman tak berniat membantu.
"Begini begini, akan aku jelaskan pelan-pelan" ucap Atika dengan akhiran helaan nafas panjang, sebagai bukti bahwa ia memerlukan energi lebih untuk ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abdurrahman X Atika Zaman Now
Duchowe[Selesai] Ini bukan cerita cinta dalam diamnya Ali dan Fatimah, bukan pula cerita tentang Khadijah atau Aisyah dengan Rosulullah saw. Tapi ini cerita tentang kakak dari Aisyah yaitu Abdurrahman dengan istrinya, Atika. Ini bukan cerita masa lalu atau...