Hari telah berlalu dengan cepat setelah kejadian 2 hari lalu, Abdurrahman sangat kelimpungan akan istrinya yang sedang sakit. Awalnya laki-laki itu sangat marah dengan Atika karena insiden main hujan malam itu, namun Abdurrahman sebisa mungkin tak meluapkan amarahnya di depan istri cantiknya.
Akibat dari sakit Atika justru membuat Abdurrahman lebih bingung lagi, ia harus bolos mengajar di pesantren terlebih ia belum bisa mengabari apapun pada pihak pondok maupun pada Umi dan Bapaknya. Bukannya tak ingin atau lari dari tanggung jawab, namun kondisi Atika yang begitu lemahlah jawaban atas semua permasalahan. Atika terus saja mual muntah bahkan ketika menerima makanan sekecil apapun, deman dan terus saja meminta untuk ke kamar mandi, wanita itu tak bisa sedikitpun di tinggal.
Seperti saat ini, Abdurrahman sedang membuatkan bubur untuk makan malam Atika. Jika dirasakan pasti ia sangat merasa lelah, namun ia selalu memikirkan bahwa semua yang saat ini ia lakukan adalah rutinitas dari istrinya dan ia juga menyadari bahwa rasa penat tentu terasa namun Atika tak sedikitpun mengeluh maka ia perlu mencontoh hal itu.
Abdurrahman tersenyum saat melihat hasil karnyanya, tak lupa ia juga mencicipi bubur itu dan lagi senyumnya tersungging tampan.
"Alhamdulillah enak."
Dengan hati-hati Abdurrahman menuangkan hasilnya didalam mangkuk, ia juga menyiapkan air putih hangat disebelah kanan mangkuk. Setelahnya ia segera membawa dua benda itu di tangan, kakinya memutar 180 derajat menuju kamarnya dan Atika.
Tok tok tok
Abdurrahman membuka pintu kamar dengan sikut kanannya, ketika pintu itu mulai menampilkan celah dan semakin lebar mempertontonkan wanita cantik, Abdurrahman tersenyum menenangkan.
"Yuk makan, sayang."
Atika tersenyum dan menggangguk lemah, kini wanita itu sangat merasakan betapa beruntungnya mempunyai suami begitu baiknya seperti Abdurrahman.
Abdurrahman meletakkan mangkuk dan gelas diatas meja tidur dengan ceoat ketika melihat istrinya bangun dari tidur dengan kondisi yang masih lemah, dengan segera pria itu membantu Atika.
"Biar ku bantu."
"Terima kasih."
Abdurrahman tersenyum, "Waktunya makan."
Sesendok dua sendok bubur mulai pindah dari mangkuk ke mulut Atika, ketika mencapai setengah porsi wanita itu mengambil alih sendok dari tangan suaminya.
"Suamiku pasti juga lapar, ayo makan juga jangan sampai ikut sakit," ucap Atika dengan menyuapkan bubur pada Abdurrahman.
Abdurrahman mengernyit tak suka setelah merasakan bubur itu di mulutnya, dengan terburu ia meminum air yang seharusnya di peruntukkan Atika.
"Kenapa tiba-tiba terasa asin? Padahal tadi aku sudah mencicipinya dan rasanya enak," protes Abdurrahman.
Atika tertawa, "Itu sudah wajar mas, lihatlah ada bubur yang berwarna putih dan ada sedikit bubur yang masih berwarna kekuningan."
Abdurrahman mengikuti arah telunjuk Atika yang mengacu pada bubur dalam mangkuk, "Itu artinya bubur ini masih belum cukup merata dalam mengaduk, yang kuning pasti penyedap rasa. Tapi selebihnya terima kasih karena telah merawat adek semasa sakit, buburnya enak karena dibuat dengan cinta dan sekarang adek sudah sembuh."
Atika merentangkan kedua tangannya keatas untuk memberikan bukti bahwa ia sudah sehat, ia juga menaik turunkan alisnya untuk lebih meyakinkan Abdurrahman. Pria itu sendiri merasa Atika telah kembali lagi, ceria dan selalu mempesona walau dengan wajah pucat.
"Jangan sakit lagi!" di jawab anggukan oleh Atika.
"Jangan buat mas khawatir lagi!" kali ini Atika tersenyum.
"Jangan aneh-aneh lagi dan turuti nasihat mas!" Atika tak bisa menahan pelukannya lagi pada suaminya.
"Iya! Iya! Iya! Mas Abdurrahman."
*****
Sudah 3 hari Abdurrahman jatuh sakit, setelah Atika sembuh suaminya mendadak ikut masuk angin. Setiap pagi Abdurrahman terus saja muntah dan setelahnya akan merasa pusing. Laki-laki itu juga telah membolos kerja, lebih parahnya ia juga tak keluar rumah sama sekali walau untuk sholat ke masjid.
Atika sendiri merasa menyesal karena telah mengajak suaminya ikut mandi hujan kala malam hari, ia berjanji tidak akan merepotkan Abdurrahman lagi. Jika seperti ini ia merasa bahwa telah mempunyai bayi besar, Abdurrahman sangat manja sekali. Tidak semenitpun suaminya itu mau ditinggal, ia memasak atau bahkan ke kamar mandi saja perlu menunggu waktu ketika Abdurrahman sedang tidur. Jika sudah bangun maka laki-laki itu akan merengek terus memanggil Atika, seperti saat ini.
"Atikaaaaaaaa, sayaaaangggg."
Atika yang sedang mandi dengan terpaksa berhenti dan langsung memakai pakaiannya, "Sebentar."
Diluar kamar Abdurrahman yang baru saja bangun di jam 10 ini tak henti memanggil hingga wanita yang di panggilnya telah berada di hadapan, "Kenapa lama sekali."
Dengan sabar Atika hanya bisa duduk disebelah suaminya sambil mengusap lembut kepala Abdurrahman, "Sudah tidak demam."
"Ada apa memanggil?" lanjut Atika.
Abdurrahman yang ditanya hanya menggelengkan kepala sambil bermanja memeluk istrinya, "Entah kenapa aku tak ingin jauh dari kamu."
"Ini gombalan atau modus ya?"
"Apa aku merepotkan?" bukannya menjawab pertanyaan atau lebih tepatnya godaan Atika, justru Abdurrahman balik bertanya dengan melepaskan pelukannya.
Atika bingung ingin menjawab apa, karena ia sendiri sejujurnya sedikit kelimpungan. Namun kembali wanita itu berpikir jernih dan terus beranggapan bahwa ini adalah ibadah serta lagi pula ini tidak akan terjadi jika ia tak meminta hal yang aneh-aneh pada suaminya.
"Aku seperti memiliki bayi yang berusia 5 tahun," kekeh Atika.
"Benarkah?" Abdurrahman tak tersinggung dan justru sebaliknya ia bersyukur memiliki istri sebaik Atika.
"Apakah mas juga semanja ini dengan Umi ketika sakit?" tanya Atika sambil mengusap lembut pipi suaminya.
Abdurrahman memutar kembali ingatannya pada masa lampau, hingga ia menemukan suatu ingatan yang merupakan bandingan dari kondisi saat ini. "Sayang, jika di pikir lagi aku jarang sakit. Sekalipun sakit gak ada tuh manja-manja, aku justru tak ingin membolos sekolah atau mengaji."
Atika pura-pura terkejut, "Apa iya?"
"Sayang, aku beneran."
"Haha.." tawa wanita itu keluar karena nada merajuk suaminya padahal beberapa detik lalu mengatakan bahwa laki-laki itu tak manja. "...iya percaya kok kalo gak manja ya."
Abdurrahman yang di goda semakin merajuk hingga dengan cepat keluar dari kamar, Atika yang merasa di lewatinya hanya bisa melongo.
"Lah? Aku salah ngomong ya?"
Beberapa menit Atika hanya bisa termenung hingga kesadaran datang akibat teriakan suaminya, "Sayanggg, aku di ruang tamu."
"Bukannya masih merajuk ya?" gumam Atika.
"Sayanggg, aku masih marah ya," teriakan Abdurrahman menggema kembali.
"Astagfirullah, aku yakin para santri jika mendengar Ustadznya seperti saat ini akan malu mengakui mas Abdurrahman waras," kembali Atika bergumam.
"Sayanggg," kali ini suaranya tak keras lagi karena Abdurrahman telah menyusul istrinya ke dalam kamar.
Atika yang tak siap akan kedatangan tiba-tiba itu hanya bisa mengucap istigfar, sedangkan laki-laki yang berada disana justru menekuk tangannya kedepan bersilang.
"Kamu itu dipanggil bukannya datang malah mengejek suaminya yaa."
Belum sampai Atika membela diri Abdurrahman telah keluar dari kamar kembali, dengan cepat Atika menyusul.
"Mas?"
"Maaasss, maaf."
"Nggak Maauuu."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Abdurrahman X Atika Zaman Now
Espiritual[Selesai] Ini bukan cerita cinta dalam diamnya Ali dan Fatimah, bukan pula cerita tentang Khadijah atau Aisyah dengan Rosulullah saw. Tapi ini cerita tentang kakak dari Aisyah yaitu Abdurrahman dengan istrinya, Atika. Ini bukan cerita masa lalu atau...