34. Honeymoon

225 18 6
                                    

"Biarkan ini menjadi kejutan untuk Atika," ucap Abdurrahman dalam hati.

Setelah acara saling peluk antara pak Kyai dan anak-anaknya, Umi datang bersama Atika hanya membawa makanan ringan serta minuman karena kebanyakan dari orang-orang disana sudah sarapan.

Tidak ada obrolan spesial kembali, bahkan Umi tidak menyinggung sedikitpun masalah Fatimah maupun rencananya bersama suami memberi tiket liburan untuk Atika dan Abdurrahman.

Kondisi aman itu justru membuat Atika sedikit mengerutkan dahi, ia berpikir tak ada lagi bahasan tema lamaran Fatimah maka artinya masalah telah selesai. Ia juga tak ingin berpikir keras mengenai urusan orang lain, hanya saja ia sedikit memikirkan perasaan Aidin. Hingga Abdurrahman pamit ke pondok dan Fatimah juga pamit ke kafe, Atika ikut beranjak pulang.

Ketika berjalan bersama adik iparnya menuju rumahnya dan Abdurrahman, ia tak kuasa menahan pertanyaan yang menjadi teka-teki baginya.

"Hmm Fatimah?"

"Iya kak?" Fatimah menoleh ke arah Atika tanpa menghentikan langkah kakinya.

"Sepertinya masalah kamu sudah selesai," dengan berhati-hati Atika menanyakan keputusan pak Kyai akan lamaran Fatimah.

"Alhamdulillah sudah kak," jawaban Fatimah tak membuat Atika lega.

"Jadi?"

Fatimah tersenyum menatap kakak iparnya, kini ia berhenti dan membuat Atika juga menghentikan langkahnya.

"Baru kali ini deh kakak ingin tahu masalah orang lain," Fatimah sengaja menggoda wanita pemalu dihadapannya.

Atika gelagapan, tak sadar justru ia membuat Fatimah mengetahui jika wanita itu salah tingkah. "Bu-bukan se-seperti itu, kakak hanya ingin tau. Ka-kan ka-kamu tadi minta temani kakak untuk bi-bicara de-dengan Bapak".

Fatimah justru semakin menatap Atika dengan geli, ia menyilangkan tangan didepan dengan menahan tawa.

Atika justru merasa terintimidasi, ia menghela nafas berat "Baiklah, kakak minta maaf sudah kepo urusan kamu."

Setelah itu barulah Fatimah tertawa dengan sekencang-kencangnya, ia merangkul bahu kakak iparnya sambil mengarahkannya berjalan pulang.

Atika bingung, baru saja ia melihat Fatimah tertawa setelah membuatnya mati kutu namun ia tetap berjalan menuruti kemauan adik iparnya.

"Nanti ku ceritakan saat sampai di rumah kakak."

Kalimat itu sudah cukup membuat Atika merasa sedikit lega, lega karena Fatimah tidak marah dengan kekepoannya dan juga lega karena Fatimah mau berbagi cerita.

*****

Atika memasak dengan ceria, ia sudah sholat magrib dan suaminya belum pulang. Namun ia senang bukan karena itu, entah juga kenapa ia senang dengan tuntasnya masalah orang lain. Permasalahan adanya lamaran untuk Fatimah.

Ia membayangkan percakapannya dengan Fatimah saat dirumah siang tadi, tak sadar ia melamun.

"Jadi bagaimana?"

"Apanya yang bagaimana?"

"Fatimah kamu membuatku kesal, tadi kamu mengatakan akan bercerita saat sampai dirumah dan setelah di rumah ada saja yang kamu alihkan hingga kakak sendiri lupa apa yang kakak tanyakan tadi," Atika mendumel dan mengerucutkan mulut ke depan namun melihat itu Fatimah justru terbahak.

"Sekarang kamu tertawa bukan cerita, tidak mungkin kan kalau Bapak tertawa seperti yang kamu lakukan saat membuat keputusan?" tak hentinya Atika menyindir Fatimah agar mau cerita.

Abdurrahman X Atika Zaman NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang