"Mas? Mas marah ya?" tanya Atika dengan melonggarkan pelukan suaminya.
Abdurrahman tersenyum sembil menangkup pipi kiri istrinya dengan tangan kanan, sedangkan tangannya yang lain masih menenteng kantung putih yang seharusnya sudah ia berikan kepada Atika.
"Untuk apa mas marah, jika kesalahan ini juga karena mas yang melalaikanmu?"
"Tapi seharusnya Atika menunggu di dalam kamar saja," Abdurrahman mencium kening Atika sekian detik.
"Mas tau kok, kalau istri mas ini hanya ingin melakukan kebiasaannya memasak di pagi hari. Jangan batasi apa yang sudah menjadi rutinitasmu sayang, selama itu baik suamimu ini akan mendukung," jelas Abdurrahman dengan lembut sambil mengelus kepala Atika dari atas hingga turun ke surai rambut yang menutupi kening dan pipi Atika untuk dijepitkan pada belakang telinga sang pemilik.
"Maaf, mas bahkan masih belum bisa menjagamu. Sekarang kamu pakai baju ini ya," Abdurrahman menyerahkan bawaannya pada Atika. "Setelah itu kita makan dan kerumah Abi, oke?" Atika hanya mengangguk dan segera berjalan ke arah kamar mandi untuk berganti baju.
Abdurrahman juga berganti baju yang lebih santai namun tetap sopan dan panjang, ia akan kerumah mertuanya.
Tak lama setelah Abdurrahman selesai, Atika keluar dari kamar mandi. Sungguh laki-laki itu merasa istrinya begitu cantik, padahal ia sudah memberi gamis yang panjang dan longgar namun aura cantik itu sukar ditutupi apalagi Atika mudah tersenyum serta ramah pada setiap orang. Hal yang membuat perempuan semakin terlihat sempurna, karena wanita cantik itu sudah biasa berbeda dengan wanita sholehah yang berbekas didalam hati.
"Mas? Adek sudah selesai," lapor Atika setelah mengecilkan jaraknya dengan suami.
"Mas juga siap, ayo kita makan dulu," Abdurrahman menjulurkan tangan yang disambut hangat istrinya.
*****
Saat sepasang suami istri itu telah tiba diruang makan, ternyata semua sudah berkumpul dan duduk ditempatnya masing-masing. Seperti biasa pak Kyai berada diujung meja makan, seakan menegaskan bahwa beliau adalah kepala keluarga. Disamping kanan ada Ibra dan Aidin yang duduk berjejer, sedangkan disamping kiri terdapat Umi sendirian hingga Abdurrahman dan Atika duduk disebelahnya.
"Nah pengantin baru sudah datang, ayo kita makan" seru Aidin.
Pak Kyai hanya menggelengkan kepala, ia sudah maklum dengan sikap Aidin yang sejatinya tidak bisa diam. Abdurrahman mempersilahkan istrinya terlebih dulu duduk, baru setelahnya ia duduk.
Atika ikut seperti yang dilakukan Umi, melayani suami dengan mengambilkan makanan sebelum miliknya sendiri. Semua tersenyum, mereka tau jika Atika perempuan lembut bertutur kata dan berperilaku serta cekatan.
"Abdullah? Kamu lihat gudeg itu, sangat enak pasti apalagi dari tangan istri sendiri," celetuk Umi yang mampu membuat Atika malu.
"Masakan Atika? Wah sepertinya aku harus cepat menikah," bukan Abdurrahman yang menyahut justru Aidin terlihat heboh.
"Alhamdulillah, masakan kesukaan dari perempuan yang aku suka," ucap Abdurrahman dengan menatap istrinya yang menunduk, istrinya pasti pada mode malu. Ia tetap menatap sambil makan gudeg hasil Atika, hingga tubuhnya sedikit condong ke arah Atika untuk membisikkan "Enak, sayang."
*****
"Kita naik apa mas?" inilah kata yang mampu Atika lontarkan setelah sekian lamanya diam pasca aksi malunya dimeja makan karena pujian suaminya. Bahkan saat pamit pada semua orang dirumah, Atika hanya berucap seadanya dan selalu menunduk.
"Naik mobil, sayang" jawab Abdurrahman dengan menggandeng tangan istrinya sepanjang perjalanan kearah parkiran, pondok terlihat sepi karena memang hari masih pagi dan artinya semua warga sedang sibuk dengan pendidikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/143275023-288-k362132.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Abdurrahman X Atika Zaman Now
Espiritual[Selesai] Ini bukan cerita cinta dalam diamnya Ali dan Fatimah, bukan pula cerita tentang Khadijah atau Aisyah dengan Rosulullah saw. Tapi ini cerita tentang kakak dari Aisyah yaitu Abdurrahman dengan istrinya, Atika. Ini bukan cerita masa lalu atau...