Setelah selesai menjalankan kewajibannya sebagai muslimah yaitu sholat magrib, kini Atika sedang makan bersama Abuyanya.
"Mau tambah ikan Abuya?" tawar Atika dengan membawa rantang yang berisi ikan Lele.
"Sudah, Abuya sudah ambil satu" jawab pak Ilham yang dibalas anggukan oleh Atika.
Memang pak Ilham termasuk orang yang sederhana, beliau sangat manata hidupnya hanya diperuntukkan untuk akhirat.
Jadi untuk nafsu dunia beliau tidak ingin memupuknya, termasuk tentang makanan. Apapun itu akan beliau syukuri, dan tak tanggung beliau rela berpuasa dadakan hanya untuk memberikan makan pada fakir miskin yang terkadang bersinggah dimasjid.
Sebagai pengurus masjid dan guru TPQ memang tak banyak yang dihasilkan, tapi justru hidup yang seperti ini beliau inginkan sedari dulu. Dan alhamdulillahnya beliau sangat menikmati kehidupannya saat ini.
Tak ada lagi obrolan, karena mulut mereka masih penuh dengan makanan. Hingga piring keduanya kosongpun masih belum ada pembicaraan, hingga Atika yang memulainya.
"Biar Atika yang cuci piring Abuya" ucap Atika dengan membereskan alat makan mereka.
"Iya terima kasih anak Abuya" senyum terbit dibibir pak Ilham.
"Makanan yang lebih itu simpan dikamar Abuya saja, mungkin besok Abuya nerus puasa jadi bisa untuk makan sahur" lanjut pak Ilham.
"Siap Abuya"
Lalu keduanya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Atika sibuk mencuci piring dan menata makanan lebih di kamar pak Ilham sekaligus memasak nasi untuk makan sahur Abuyanya, sedangkan pak Ilham sibuk dengan sambungan speaker untuk menyalakan lantunan ayat suci yang biasa di dengarkan sebelum adanya adzan karena sebentar lagi akan memasuki waktu sholat Isya'.
Setelah urusan mereka selesai, mereka kembali pada titik temu sebelumnya.
"Abuya" panggil Atika.
"Iya?"
"Atika menemukan KTP ini" Atika menyerahkan kartu itu pada pak Ilham.
"Oh, ini punya tamu Abuya yang tadi kesini sebelum kamu datang" ucap pak Ilham saat sudah melihat nama yang tertera pada KTP itu.
"Sepertinya Atika tau orang itu, Abuya"
"Iya kah?"
Atika sedikit memutar kembali memorinya, dia pernah mendengar nama itu. Dan seketika memorinya terulang pada kejadian siang tadi.
"Iya, Atika tau. Tadi saat Atika pulang mengajar dari pesantren, Atika sempat ketemu preman. Lalu ada gerombolan lain yang datang, awalnya Atika kira mereka itu satu genk eh ternyata gerombolan yang baru datang itu yang membela Atika" jelas Atika sambil sedikit berpikir.
"Kalo tidak salah pemimpinnya itu bernama Abe, tapi saat ada bapak-bapak tua, dia dipanggil dengan naman Abdurrahman Dhiafahkri. Sama bukan dengan nama pemilik KTP itu?" lanjut Atika.
Pak Ilham memanggut janggut tipisnya. 'Jadi Abdurrahman yang menyelamatkan Atika' batin pak Ilham.
"Begini saja, Abuya minta tolong besok kamu kembalikan pada pemiliknya. Abuya tidak bisa mengantarnya, karena Abuya ada urusan dengan pak RT untuk pergi ke Kecamatan. Bisa Atika?"
Atika berpikir dahulu sebelum menjawab permintaan Abuyanya.
'Bismillah, sekalian aku ingin berterima kasih pada laki-laki itu' batin Atika.
"Insyaallah bisa Abuya"
"Alhamdulillah, yasudah Abuya akan adzan untuk sholat Isya' dulu. Kamu juga bersiap untuk sholat ya?" perintah Abuya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Abdurrahman X Atika Zaman Now
Espiritual[Selesai] Ini bukan cerita cinta dalam diamnya Ali dan Fatimah, bukan pula cerita tentang Khadijah atau Aisyah dengan Rosulullah saw. Tapi ini cerita tentang kakak dari Aisyah yaitu Abdurrahman dengan istrinya, Atika. Ini bukan cerita masa lalu atau...