22. Cemburu

170 23 2
                                    

Kini semua orang terlihat sibuk, terutama para orang tua. Abimana menghubungi keluarga terdekat saja, seperti Ilham dan Ayahnya yang tidak lain adalah kakek Atika sekaligus pemilik pesantren tempat gadis itu bekerja. Pak Kyai akan menjadi penghulu, dan sekarang ia membantu menyiapkan mahar bersama Abdurrahman. Ashila dengan Atika mempersiapkan gaun pengantin, tentu saja dengan kriteria Atika yang tertutup dan sederhana. Ibra dan Aidin mempersiapkan tempat beserta dekorasi untuk tamu nanti, dan tak lupa Fatimah yang turut serta membantu catering.

Meskipun ini pernikahan kecil, hanya saja ingin dibuat sebaik dan seberkesan mungkin. Walau terbilang sederhana, namun pernikahan ini juga perlu memenuhi syarat sah nikah.

Hal ini pula membuat warga pesantren lainnya turut tercengang, tidak ada angin dan badai tiba-tiba ustadz idola mereka menikah. Berita ini semakin heboh dengan adanya Atika yang baru mereka tau, karena memang perempuan itu pertama kali datang ditempat mereka belajar itu. Memang benar atas desas desus Abdurrahman akan dijodohkan dengan anak sahabat bapaknya, namun mereka tak menduga jika secepat ini. Teka-teki ini sangat membingungkan bagi mereka yang tak mengerti keadaanya, tapi sebaik mungkin mereka menekan rasa curiga karena mereka kembali berpikir jika ustadz idola mereka tak mungkin berbuat macam-macam.

Pak Kyai sendiri tak merasa keberatan digunjingkan oleh warga pesantrennya, karena dia sendiri yang akan membuat pengakuan atas pernikahan ini nanti malam. Lagi pula memang perlu diluruskan pemikiran orang agar tidak terjadi fitnah, namun tidak saat ini hanya perlu menunggu nanti malam. Ia berniat mengundang semua warga pesantrennya, namun hanya petinggi saja karena para santri akan datang saat resepsi 2 minggu lagi.

Atika merasa sangat disibukkan dengan Ashila yang memberinya banyak gaun cantik ditangannya, dan Ashila meminta Atika mencobanya satu per satu ketahuilah itu sangat merepotkan. Atika lelah, namun lega dengan banyaknya baju yang sudah ia pilih. Tentu untuk para keluarganya juga.

Abdurrahman sibuk dengan mahar, dan ia telah mendapatkan semuanya. Cincin untuknya dan Atika, seperangkat alat sholat, uang sebesar 2 juta 19 ribu yang telah dihias membentuk kubah, dan tak lupa ia akan mempersiapkan diri dengan hafalan ar Rahman untuk bidadarinya nanti malam.

Ibra dan Aidin tak kalah sibuk dengan segala dekorasi, dibanding yang lainnya pekerjaan yang satu ini memang paling berat. Kedua lelaki itu telah merampungkan dekorasi di dalam masjid, tidak begitu meriah hanya saja sederhana namun terkesan elegan dengan gordyn putih menerawang disepanjang sisi kanan kiri serta bunga lili yang memenuhi pinggiran masjid. Untuk di pelataran masjid, kursi dan meja para tamu sudah tersusun rapi lengkap dengan bunga krisan disampingnya bahkan meja prasmanan sudah siap dengan segala peralatan diatasnya hanya menunggu hidangan saja. Dan kini 2 idola santriwati itu membantu Fatimah menghidangkan jajanan maupun  makanan berat untuk para tamu.

"Ekhem" dehem Aidin yang telah berada disisi kanan Fatimah yang sedang mengatur para pekerjanya memasukkan nasi goreng kedalam loyang prasmanan.

Fatimah hanya menengok sekilas Abdurrahman, tanpa berniat membalas laki-laki itu.

"Fatimah, kurang apa aja?"

Untuk kali ini Fatimah mulai merespon ucapan Aidin, sambil menghadap lawan jenisnya itu serta membaca kertas yang bertuliskan catatan makanan. "Nasi goreng sudah, mie goreng sudah, cap cay sudah, kwitaw sudah, bakso sudah, koloke sudah, ayam kecap sudah, hmm tinggal nasi putih yang belum."

"Tapi sudah on the way kesini kan?"

"Iya, sudah"

"Jajanannya?"

"Di meja para tamu sudah ada jajanan lengkap per meja ada 2 piring, dan ada air putih juga"

"Es buah, sudah?"

Abdurrahman X Atika Zaman NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang