Seorang wanita yang sedang berperang dengan alat dapur merasakan jantungnya akan copot ketika ada tangan yang tiba-tiba merangkul pundaknya dari arah belakang, dan ketika menoleh...
"Abdullah! Astagfirullahaladzim, bikin umi kaget aja"
"Hehe maaf Umi"
Setelahnya sang ibu kembali fokus kepada para masakan dihadapannya.
Merasa di acuhkan, Abdurrahman mengangkat suaranya."Lagi masak apa Umi?"
"Masakan kesukaanmu"
"Gudeg? Waahhh senangnya dimasakin Umi sendiri. Abdullah bantuin ya Umi?"
"Kalau kamu tadi abis sholat shubuh di masjid langsung pulang mungkin masih bisa bantuin Umi, sekarang bantuin apa kalo semua udah beres?"
"Hehe maaf Umi, tadi para pengajar mau kangen-kangenan sama Abdullah"
Karena nada manja yang keluar dari Abdullah membuat wanita itu hanya menggelengkan kepala, tapi tak urung senyuman itu terbit dari mulutnya.
"Ya sudah, kamu bantu nata makanan di meja makan aja" perintah ibu kepada anaknya.
"Siap bos!" jawab Abdullah sambil memberi hormat ala-ala prajurit kepada atasan.
Setelah itu, ibu dan anak di dapur itu menggiring semua masakan ke meja makan tanpa tersisa.
"Selesai"
"Alhamdulillah" ralat Umi.
"Iya Umi alhamdulillah"
"Anak pintar" kata wanita itu sambil tersenyum.
"Haha Umi, Abdullah merasa seperti bocah lagi"
"Bagi semua ibu pasti anak laki-laki itu tetap menjadi bocah dimata mereka sampai kapanpun"
Abdullah tertawa hingga terbahak-bahak entah apa yang lucu dari kalimat itu.
"Huss! Jangan suka berlebihan tertawa. Oh iya kita makan nunggu bapak pulang ya, sama sekalian itu temen kamu yang lucu itu mana?"
"Namanya Aidin Umi"
"Oh iya Umi lupa, Aidin mana? Tadi ikut sholat kan dimasjid?"
"Iya Umi, tapi lagi belajar ngaji tadi sama salah satu pengajar di dalam"
"Alhamdulillah kalau begitu, bapakmu juga paling abis sholat dhuha pulang kesini"
"Iya Umi" kata Abdurrahman dengan nada mantap.
"Sambil nunggu, kita ngobrol dulu yuk diruang tamu" tanpa balasan mereka berdua berjalan beriringan ke ruang tamu hingga duduk saling berdampingan dan saling berpandangan.
"Kamu sudah matang"
"Hah? Maksudnya Umi?"
"Maksud Umi, kamu sudah siap untuk menikah"
"Menikah?"
"Dari segi umur, penampilan kamu, finansial kamu semua sudah siap untuk membina keluarga kecil yang baru. Tapi.." wanita paruh baya itu menjeda ucapannya untuk melihat respon Abdurrahman. "Dari segi agama kamu masih harus memantapkan lagi lebih dalam".
Abdurrahman hanya diam, karena dia tau ini mulai pada pembicaraan yang lebih serius.
"Waktu kamu tidak pulang-pulang ke rumah, kami berdua sudah kehabisan akal untuk membujuk kamu pulang. Sampai bapak berpikir menjodohkan kamu adalah langkah yang tepat, tanpa berpikir bahwa kami justru menggandeng jiwa baru dalam masalah ini"
Abdurrahman kembali hanya menyimak ucapan uminya tanpa berniat untuk menyela.
"Tapi ketika bapak sudah pulang ke rumah, katanya dia bertemu kamu dan kamu kabur lagi"

KAMU SEDANG MEMBACA
Abdurrahman X Atika Zaman Now
Espiritual[Selesai] Ini bukan cerita cinta dalam diamnya Ali dan Fatimah, bukan pula cerita tentang Khadijah atau Aisyah dengan Rosulullah saw. Tapi ini cerita tentang kakak dari Aisyah yaitu Abdurrahman dengan istrinya, Atika. Ini bukan cerita masa lalu atau...