42. Atika : Kabar

25 2 0
                                    

Mohon maaf telat sehari ya teman-teman, karena hari ini aku ada yudisium dan kemarin aku harus memperiapkan semuanya karena dadakan juga sampe kehujanan huhu.

Baiklah selamat membaca

*****

Assalamu'alaikum semuanya, ini Atika.

Hari-hariku terasa berat tanpa keberadaan suamiku, bisa dikatakan aku memang berlebihan. Jika dipikir-pikir, sebelum adanya Mas Abe semua berjalan normal saja namun kenapa saat ini justru terasa berat? Mungkin jawabannya, karena aku sudah banyak bergantung dan terbiasa dengan adanya Mas Abe.

Selama sebulan ini aku hanya berdiam diri dirumah, seakan-akan aku menutup dunia luar untukku. Bukan, bukan karena aku masih marah kepada ayah mertuaku, namun entah kenapa aku merasa tidak ingin keluar rumah saja. Alasan yang simple.

Selama satu bulan ini aku juga sangat suka membuat kue-kue kecil ataupun kue kering yang tentunya untukku sendiri, tak jarang pula aku membagikan ke Umi atau untuk Fatimah saat bekerja sebagai rasa terima-kasihku. Dan yups, karena Fatimah selalu menemaniku dan memberikan perhatian yang banyak walau tidak sebanyak milik Mas Abe.

Fatimah, aku sangat beruntung mendapatkan adik ipar yang begitu masyaallah cantik, ramah, sopan, dan sangat perhatian terhadapku. Perempuan cantik ini yang selalu mencukupi kebutuhanku. Karena aku tidak keluar rumah, maka Fatimahlah yang membeli semua kebutuhan rumah. Gadis cantik itu juga tak membiarkan aku bersedih atau berlarut-larut memikirkan kepergian Mas Abe.

Jika Fatimah pernah berkata bahwa ia beruntung mendapatkan aku sebagai kakak iparnya, maka sebaliknya aku jauh lebih beruntung memiliki adik sebaik Fatimah. Bahkan Fatimah rela pulang pergi ke kafe dan menginap dirumah hanya untuk memberikan yang terbaik untukku. Masyaallah.

Sore ini entah kenapa gadis yang aku ceritakan ini belum pulang, aku selalu menantikan ia untuk pulang. Ahh aku lupa, seminggu ini memang ia bercerita bahwa kafe sedang ramai-ramainya. Bahkan banyak pelanggan yang datang dari luar kota hanya untuk melihat arsitektur didalamnya, padahal Fatimah mengaku jika ia tak sampai mempromosikannya di media sosial.

"Mendung."

Aku mulai khawatir dengan Fatimah, ia pergi selalu menggunakan motor dan hari ini mantel milik Fatimah tertinggal di rak sepatu rumah.

"Ya Allah, tolong lindungi Fatimah hingga sampai ke rumah."

Melihat suasana luar rumah melalui balkon memang menenangkan, itulah rutinitasku sebulan terakhir ini. Bukan tanpa alasan aku selalu bertengger disini, alasan terbesarku hanya karena aku ingin merasakan kehangatan yang pernah disalurkan Mas Abe kepadaku.

Ya, aku memang belum sepenuhnya merelakan kepergian Mas Abe. Bahkan aku masih saja sering mencuri-curi waktu untuk melamun. Bukan hal yang baik, aku sadar itu. Namun, sekali lagi aku mengatakan bahwa aku merasa lebih sensitif setelah masalah ini.

"Mas Abe."

"Mas, kamu sudah makan?"

"Haha, pasti sudah."

"Apakah kamu baik-baik saja?"

"Allah pasti melindungi kamu."

Aku merasakan kembali rasa emosional ini, kadang aku juga sering merasa tiba-tiba kesal dan sedih secara bersamaan. Seperti saat ini, entah kenapa besi pagar ini yang begitu dingin bisa aku remas.

"Kapan kamu pulang?"

"Hiks jahat."

"Hayoooo lagi mikirin apa kakakku yang cantik?"

Suara siapa itu? Untuk melihatnya aku harus berbalik bukan?

"Fatimah?" tanpa sadar aku sudah tersenyum menyambut pelukan Fatimah yang menyerang dari belakang.

Abdurrahman X Atika Zaman NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang