66. Falling in love

15 1 0
                                    

"Permisi" ucap Chelsea sambil mengetuk pintu rumah Leon.

Hari ini sudah masuk seminggu lebih Leon tidak sekolah. Guru-guru bilang Leon sedang sakit, tapi ia tidak pernah mendapatkan balasan pesan apapun dari Leon. Alhasil di sinilah dia sekarang, tepat di depan rumah sang kekasih. Sebenarnya bukan hanya karena pesan dan teleponnya yang tidak dijawab, tapi ia juga ingin melihat keadaan pemuda itu.

Pintu perlahan terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan pakaian rapi seperi baru pulang dari kantor. "Chelsea ya" ujarnya dengan nada lembut.

Dalam sekejap Chelsea langsung terpana melihat perawakan ibunya Leon, ia memang belum pernah bertemu dengan beliau sebelumnya, tapi ia pernah melihat di foto keluarga yang terpajang besar di ruang tamu Leon. Chelsea tidak menyangka jika wajah ibunya sangat mirip dengan Leon, hanya saja lebih terkesan elegan.

Chelsea mengangguk kecil, kemudian tersenyum kikuk. "Iya Tante" ucapnya. Jujur saja rasanya agak aneh untuknya ketika ibu Leon mengenalinya, apalagi ia belum pernah memperkenalkan diri dengan baik sebelumnya. Tapi sepertinya Leon atau kakaknya sudah lebih dulu memperkenalkan Chelsea pada mama Leon.

Wanita itu mempersilahkan Chelsea masuk, kemudian kembali menutup pintunya. "Sama siapa ke sini Chelsea?" tanya mama Leon dengan nada ramah sambil tersenyum cerah.

"Sendiri Tante, naik ojek. Leon nya gimana tante? Udah sehat" tanya Chelsea sopan.

Wajah mama Leon langsung berubah, lebih memperlihatkan rasa khawatirnya.b"Dia di kamar. Udah semingguan dia ngurung diri, Tante cuma ngasih makan di depan kamarnya aja. Kadang gak dimakan sama dia. Tante juga gak tau dia kenapa" ujarnya bingung, karena perubahan sikap pemuda itu yang tiba-tiba.

Chelsea mengangguk mengiyakan, "Chelsea khawatir dia kenapa-napa Tante, makanya sekalian jenguk " ujar gadis itu.

"Kamu mau liat?" tawar mama Leon yang tidak pernah Chelsea bayangkan sebelumnya.

"Boleh Tante?" tanya Chelsea meyakinkan.

Wanita paruh baya itu mengangguk, mengajak Chelsea berjalan menuju kamar Leon."Boleh, kemaren temannya juga ada ke sini. Leon gak nutup pintu kamarnya. Walaupun di tutup Tante ada kunci cadangan. Ayo" ajaknya.

Mereka sampai di depan kamar Leon, menampilkan pemuda itu sedang tidur dengan selimut menutupi tubuh, "Dari kemaren dia begitu terus, coba kamu bicara sama dia. Tante tinggal dulu ya" ucap mama Leon kemudian pergi begitu saja, meninggalkan Chelsea yang masih terdiam.

Gadis itu melangkah perlahan mendekati Leon, mengintip wajah pemuda itu. Tampak Leon sedang terlelap, wajah yang penuh dengan bekas luka dan lebam. Chelsea duduk di tepi ranjang milik Leon, tangannya mulai terulur memegang kening pemuda itu. Demam, itu yang pertama kali terpikir olehnya. Chelsea pergi mengambil kotak obat yang berada di meja Leon, untungnya mama Leon orang yang terampil sehingga semua obat sudah lengkap.

Chelsea membuka sebuah plaster penurun panas, ia tempelkan di kening Leon. Sekarang tinggal mengobati luka pada wajah pemuda itu, ia ambil obat pembersih luka dan beberapa alat lainnya. Saat Chelsea sibuk menyiapkan itu tiba-tiba suara Leon berhasil mengagetkannya, gadis itu langsung menoleh.

"Ngapain ke sini? Pergi" ucap pemuda itu sinis.

Chelsea yang awalanya bahagia langsung merubah wajahnya datar, ia kulum bibirnya mencoba untuk tetap bersabar karena Leon masih dalam kondisi emosi. "Aku bakal pergi kok kamu tenang aja" ucap gadis itu singkat.

"Duduk sebentar" pinta Chelsea sambil memegang kapas di tangannya.

"Gue bau rokok" jawab Leon

Chelsea tersenyum kecil, "Aku tau" jawabnya lagi. Leon berlahan berdiri, dengan tingkah layaknya anak-anak yang sedang ngambek dengan orang tuanya. Inilah alasan kenapa gadis itu tersenyum tadi, Leon itu bukan tipe orang yang mudah ditebak. Pemuda itu jauh mempunyai banyak kejutan dibanding orang lain.

Batas [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang