Sore itu, langit tampak lebih gelap dari biasanya. Awan hitam mulai menyelimuti sekolah dengan sempurna, membuat keadaan di dalam rungan sama gelapnya. Chelsea menghadapkan wajahnya ke arah jendela sambil memandangi rintik hujan yang perlahan mulai jatuh ke bumi. Gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam, menghidup bau pertikor yang perlahan memenuhi rongga dadanya. Hujan, ia sangat menyukai fenomena itu, bahkan hal itu mampu mengalihkan fokusnya sekarang pada pelajaran di jam terakhir.
Merasa cukup lama memperhatikan keluar jendela,gadis itu kembali menghadapkan wajahnya ke papan tulis, khawatir jika guru di depan menyadari kalau salah seorang muridnya sedang tidak tidak memperhatikan. Chelsea langsung membelalakan matanya ketika ia baru sadar bahwa ia telah melihat keluar selama 20 menit lebih, bahkan bel pulang sebentar lagi akan berbunyi.
Sambil menunggu jam pulang yang hanya hitungan menit, Chelsea lebih memilih membuka buku di depannya untuk membunuh waktu. Walaupun sebenarnya ia hanya membolik-balikan buku tersebut tanpa membacanya. Mulai bosan dengan buku di depannya, mata Chelsea beralih memandangi seluruh kelas. Sempat berpikir cuma ia yang merasakan ngantuk dipelajaran tersebut. Tapi ternyata bukan dia saja, hampir seluruh kelas menatap papan tulis dengan penuh tidak minat, bahkan sudah ada yang tertidur dengan nyenyak di barisan belakang. Matanya kembali beralih pada bangku kosong di sebelahnya, bangku yang sudah kosong sejak istirahat kedua. Chelsea menatap kekosongan itu dengan wajah datar tanpa ekspresi, kemudian kembali menghadapkan wajahnya pada papan tulis.
Tidak lama setelah itu bunyi bel pulang pun terdengar, bersamaan dengan wajah berseri dan sorakan gembira yang terlihat jelas di kelas XI MIA 2. Semua murid pun bergegas mengemasi buku yang berserakan di meja, kemudian berebutan untuk bersalaman dengan guru di depan dan berlari keluar layaknya seperti baru keluar dari penjara. Tak mau kalah dengan yang lain Chelsea dengan cepat mengemas barangnya dan melakukan hal yang sama seperti yang lain. Benar kata orang, bagi anak SMA jam pulang adalah jam yang paling dinanti.
Tapi bukannya bisa langsung bergegas pulang, langit justru malah tidak mendukung mereka. Suara gemuruh yang kian kuat dan hujan yang turun semakin deras membuat mereka mau tidak mau terpaksa menunggu redanya hujan. Chelsea mengulurkan tangan mendekati tetesan air hujan yang jatuh ke atap sekolah, membiarkan tetesan itu perlahan membasahi tanganya. Walaupun beberapa murid sudah pulang dengan menerobos derasnya hujan, tetapi masih terdapat murid yang rela menunggu redanya hujan sehingga sore, untungnya saat itu sekolah tidak begitu sepi.
Saat gadis itu benar-benar terdiam dalam lamunan sampai hingga sebuah tepukan dipundaknya berhasil menyadarkan Chelsea. Chelsea mengalihkan wajahnya menghadap si pelaku, raut mukanya langsung berubah kebingungan. Ia memperhatikan si pelaku dari ujung kepala hingga kaki, tapi akhirnya suara seseorang pun berhasil menghentikannya.
"Lo mau ikut mandi hujan gak?" ucap Roma yang berada di sebelahnya sambil membawa pasukan dari kelas lain yang sudah basah kuyup. Awalnya gadis itu ingin menolak, tapi cukup lama gadis itu berpikir akhirnya ia pun mengiyakan sambil memberikan senyuman cerah.
Dengan gerakan cepat Chelsea langsung membuka sepatu, meninggalkan tasnya di bangku koridor dan berlari di bawah hujan tanpa aba-aba, disusul Roma dan rombonganya di belakang. Chelsea tersenyum bahagia, dengan luwesnya gadis itu menari di bawah hujan bagaikan anak kecil bersama dengan yang lainnya. Mereka tidak peduli tatapan yang diberikan beberapa anak yang sedang menunggu hujan reda dan guru yang melewati koridor memandangi mereka dengan wajah keheranan serta menggelengkan kepala. Justru yang mereka rasakan lebih membuat mereka bahagia di banding pandangan orang pada mereka. Tapi yang tidak mereka tau, kalau sedari tadi ada seseorang yang memandang mereka dengan tatapan yang berbeda, tatapan yang tidak bisa diartikan dengan sebuah ungkapan.
"Gas, ngapain lo disini? Di cariin sama yang lain noh di kelas" ucap seseorang yang tiba-tiba datang menepuk bahu pemuda yang sedang dari tadi terus memperhatikan Chelsea .
"Hm, lagi liatin tu" ucap orang yang dipanggil Bagas itu sambil menunjuk rombongan Chelsea dan Roma yang masih asik bercanda.
"Itu Chelsea bukan? Tumben tu anak kayak bocah gitu" ucap Adrian yang merupakan temannya Bagas sambil menatap penuh heran pada Chelsea. Tentu saja ia heran, gadis yang memiliki muka tegas dan jutek itu tiba-tiba bertingkah layaknya anak kecil di bawah hujan.
Mendengar tuturan Adrian, membuat Bagas sempat ingin tertawa keras. Pandangan orang-orang tentang seorang Chelsea benar-benar membuat Bagas ingin bertepuk tangan, gadis itu memang pantas diberikan piala oskar karena pintar menyembunyikan sifat aslinya di depan banyak orang.
"Emang sifatnya kayak bocah, cuma emang jarang diliatin aja" ucap Bagas sambil tetap memperhatikan tingkah Chelsea, Adrian pun hanya menjawab dengan anggukan mengerti dan mengikuti pandangan Bagas pada gadis itu.
"Ya udah yuk ke kelas. Ngapain juga lo liatin tu anak" ucap Adrian sambil menarik lengan Bagas, sementara yang ditarik hanya pasrah mengikuti dari belakang.
Sementara di tempat lain, Leon baru saja keluar dari ruang osis. Semenjak pemuda itu menjabat menjadi wakil ketua OSIS bulan lalu, kesibukannya semakin padat, jadwal tidurnya bahkan ikut terganggu. Apalagi sebentar lagi akan diadakannya acara di sekolah, kesibukannya pun semakin padat. Pemuda itu menyusuri koridor yang sudah sepi. Matanya memperhatikan sepanjang lapangan, masih terdapat orang yang sedang asik bermain futsal di tengah hujan yang deras. Untungnya lapangan sekolah dilindungi dengan atap sehingga lapangan tidak terkena hujan. Tapi matanya langsung terhenti pada lapangan sebelahnya, terdapat beberapa gadis yang tengah sibuk bermain hujan dengan senangnya. Awalnya Leon yang tidak menyadari keberadaan orang tersebut diantara para gadis itu, tapi semakin lama ia memperhatikan baru lah ia sadar. Matanya memicing, namun tetap mengawasi gadis yang tengah asik bermain hujan di seberang sana. Cukup lama ia memperhatikan, sampai akhirnya ia lebih memilih masa bodo dengan apa yang dilakukan gadis itu dan melanjutkan jalannya menuju tujuan awalnya yaitu kelas, tapi mau ia terus berusaha tidak perduli dengan gadis itu tetap saja matanya terus mencuri pandang kearah lapangan.
Setelah pemuda tersebut sudah kembali dari kelas sambil menenteng tas, ia kembali melihat kearah lapangan hanya untuk memastikan keberadaan gadis itu. Tapi hasilnya nihil, gadis itu sudah pergi. Ia kembali mencari keberadaan gadis itu dan menemukannya sudah berada di parkiran. Untuk sejenak timbul rasa kekhawatiran pada dirinya, apalagi melihat gadis itu sudah basah kuyup. Padahal ia sadar betul kalau mereka bahkan tidak dekat sama sekali. Pemuda itu menghela nafas sejenak dan kembali berjalan ke ruang osis untuk melanjutkan tugasnya.
******
Hujan telah berhenti Chelsea dan yang lainnya memutuskan untuk pulang. Setelah gadis itu kembali ketempat ia meninggalkan tas dan sepatunya, ia pun berjalan beriringan dengan Roma menuju parkiran. Alis matanya bertaut saat memandangi sebuah motor merah yang masih setia di parkiran, ia memicing matanya sambil melihat plat nomor motor tersebut dengan tatapan heran, begitu pun dengan Roma yang kelihatan sama herannya.
"Chel, kayaknya Leon belum pulang deh" ucap roma yang kebetulan sepemikiran dengannya
"Kayaknya sih gitu" ucap Chelsea
"Gue harap tu anak gak sakit kerena kebanyakan jadwal gitu. Soalnya gue mulai jarang liat Leon di kantin" ucap Roma yang kemudian pergi kearah motornya terparkir, meninggal kan Chelsea yang masih membeku di tempat sambil menatap motor Leon.
"Gue harap juga gitu" gumam Chelsea sambil menghela nafas
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas [Completed]
Teen FictionSetiap orang punya batas sendiri yang tidak bisa di lewati oleh orang lain. Batas yang hanya boleh di masuki oleh orang itu sendiri. Begitulah Chelsea memandang Leon. Seseorang anak pindahan yang memiliki aura aneh yang selalu punya dunia sendiri...