80. Berjalan maju

2 1 0
                                    

"Kamu bilang dia gak bakal kenapa-napa kan Eon, kamu juga bilang dia bakal balik dengan keadaan sehat karena dia gak suka berantem?" tanya Chelsea sambil menatap Leon yang disebelahnya dengan tatapan lusuh.

Leon yang sejak tadi hanya memandangi Chelsea terdiam sejenak, ia agak tertegun dengan pertanyaan yang tiba-tiba. Pemuda itu memandangi sang kekasih dengan tatapan mata tak terbaca, sejenak ia menipiskan bibirnya sambil menarik nafas dan kembali menatap sosok Chelsea yang sedang menunggu jawabannya. "Maaf Chel, aku salah" ujar Leon yang tidak tau harus mengatakan apalagi selain maaf, ia pun menyesali kenapa harus mendengarkan Dimas. Harusnya ia mampu melindungi pemuda itu. Leon tidak mengelak dari hal tersebut, jadi wajar jika seandainya gadis itu menyalahkannya.

Semenjak kunjungan bunda Dimas, Chelsea benar-benar menolak siapapun untuk masuk ke bangsalnya kecuali Farhan. Bahkan gadis itu tidak menjawab apapun pertanyaan Farhan selain diam, tapi hari ini ia sendiri yang ingin bertemu dengan Leon. Walaupun awalnya Chelsea hanya memandangi jendela kamarnya tanpa berbicata sedikitpun.

Gadis itu menatap keluar dengan wajah lusuh dan mata sembab, tubuh sangat kurus layaknya orang yang tidak makan berhari-hati dengan rambut yang sedikit berantahkan karena belum di sisir Farhan. Di samping tempat tidur tampak sebuah buku yang waktu itu dibawa oleh bunda Dimas, dari situ Leon langsung tau jika itu adalah diary Dimas karena ia pernah melihat Dimas membawa buku tersebut sebelumnya. Leon tersenyum lirih, sekarang ia tau apa yang membuat mata gadis itu sebengkak itu, Chelsea pasti suda membaca isi diary tersebut. Entah kenapa rasanya ada perasaan aneh yang dirasakan oleh Leon.

Chesea menarik nafasnya, ia mengalihkan pandangannya dari Leon. Gadis itu tidak ingin Leon melihatnya memangis, tapi ia gagal. Matanya kembali berkaca-kaca, "Harusnya saat itu kamu gak percaya omongannya Eon. Andai aku juga gak percaya omongannya dan bisa nahan dia buat gak pergi" ucap Chelsea dengan tangis yang kembali pecah.

Leon melihat itu sigap manarik Chelsea dalam dekapannya dan mencoba menenangkan gadis itu, dari pelukan itu membuat Leon tersadar jika tubuh Chelsea seakan semakin kecil dibandingkan terakhir kali ia memeluk tubuh itu. Leon memekul erat Chelsea, merasakan tubuh yang rapuh dan ringkih itu. Ia menarik nafas dalam-dalam mencoba menahan tangisnya, membayangkan bagaimana bisa wanita yang ia cintai itu bisa memiliki tubuh selemah itu cukup menyakitkan untuk Leon. "Kamu gak salah Chel, aku yang salah. Harusnya aku hentiin rencana dia waktu tau tu anak nekat, tapi aku justru percaya gitu aja sama dia" ucap Leon dengan suara bergetar.

Chelsea mengelap air matanya, melepaskan pelukan Leon dan kembali menatap pemuda itu. "Waktu awal masuk kamu bilang mau nepatin janji ke seseorang kan? Orang itu Dimas kan? Janji lindungi aku" tanya Chelsea dengan sesegukan sambil menduga-duga.

Leon mengangguk kecil sambil menatap Chelsea dengan raut wajah sedih," Bahkan dikata terakhirnya dia minta kami buat jagain kamu" ucap Leon dengan nada kecil menunjuk ke arah ia dan Bagas. Karena memang itu adalah janji mereka ke Dimas, untuk menjaga Chelsea.

"Aku mau sendiri dulu Eon, tolong jangan biarin siapapun masuk" ucap gadis itu yang dibalas anggukan oleh Leon. Pemuda itu langsung keluar tanpa sepatah katapun dengan wajah lusuh, dari kaca luar bangsal pemuda itu kembali melihat Chelsea. Gadis itu melanjutkan tangisnya, tentunya melihat itu membuat dada Leon terasa menyesakkan.

Farhan melihat itu menepuk pundak Leon dengan senyum hambar, "Kasih Chelsea waktu ya Eon, dia masih butuh waktu buat ikhlasin semuanya" ujarnya yang dijawab anggukan oleh Leon. Memang sekarang semua tentang waktu, ia hanya perlu menunggu sedikit lagi hingga Chelsea siap mengikhlaskan dan ia siap menunggu itu.

*******

"Chelsea" panggil seseorang yang suaranya amat Chelsea kenal.

Gadis itu terbangun sambil memandangi seluruh ruangan yang kini serba putih, sangat berbeda dengan kamar ruang inapnya. Gadis itu menutup mata sambil menghela nafas, rasanya ia baru saja mendengar suara Dimas dengan jelas, Chelsea yakin mungkin efek obat yang ia minum sudah bekerja. Gadis itu kembali membuka mata, hal yang pertama ia lihat adalah sosok Dimas yang tersenyum ke arahnya. Chelsea terkejut langsung bangun dan mengubah posisinya duduk, ia pandangi sosok Dimas dengan seksama. Benar itu Dimas, orang yang tersenyum ke arahnya itu Dimas.

"Hai Chelsea" ucapnya lagi dengan senyum cerah.

"Lama gak ketemu ya, kamu berantakan banget. Aku hampir gak ngenalin" lanjut pemuda itu dengan nada jenaka.

Chelsea mencoba mengontrol tangis dan emosinya tapi semua itu gagal, tangis tetap pecah dan emosinya semakin meluap. Ia memukul Dimas dengan kedua tangannya, pukulan yang selama ini ingin ia berikan ke pemuda itu karena telah meninggalkannya begitu saja. "Gara-gara kamu, semua gara-gara kamu. Kenapa kamu ninggalin aku gitu aja, coba aja kamu gak pergi pasti kamu gak akan-" belum siap Chelsea melanjutkan ucapannya pemuda itu langsung memeluknya. Pelukan begitu terasa nyata, bahkan ia seakan bisa mencium bau parfum Dimas yang sudah lama ia lupakan. Bagaimana rasanya bisa begitu nyata? Seakan Dimas betul-betul menemuinya.

"Itu bukan salah kamu sayang, aku udah mutusin buat ambil jalan itu. Aku minta maaf ya udah ninggalin kamu gitu aja" ucap pemuda itu dengan suara lembut, semakin membuat Chelsea tidak bisa berhenti untuk menangis.

Pemuda itu mengelus rambut panjang Chelsea, "Chelsea, tolong sekarang ikhlasin aku ya, kamu harus hidup lebih baik. Aku gak suka liat kamu kayak gini, kamu tau kan yang paling aku suka itu Chelsea yang ceria" ucap pemuda itu lagi.

Chelsea melepaskan pelukan tersebut memandangi pemuda itu dengan wajah kesal, "Aku kayak gini karena kamu Dim, kamu tau gak sih gimana gilanya aku saat kamu gak ada. Rasanya tiap hari mimpi buruk bagi aku Dim, gimana bisa aku hidup lebih baik kalau kamu yang buat aku lebih baik" ucap Chelsea. Mudah sekali rasanya pemuda itu menyuruhnya tersenyum kembali setelah apa yang ia perbuat, ia tidak tau rasanya Chelsea hampir gila dengan semua mimpi buruk tentang pemuda itu.

Dimas menggeleng kecil, "Kamu pasti bisa Chel, ingat masih banyak yang khawatir sama kamu" ucap Dimas sambil menghapus air mata gadis itu. "Aku yakin kamu bisa, karena pacar aku orang yang kuat" ucap pemuda itu sambil tersenyum manis.

Chelsea mengangguk kecil, dengan tangis yang semakin pecah. Sudah saatnya semua hal berjalan maju ke depan, Dimas pun sudah Pergi. Penyesalan yang membelenggunya selama ini kini surah lepas, kini hanya tinggal ia, mentalnya dan semua orang yang menyayanginya.

Batas [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang