74. Itu bukan mimpi

11 1 0
                                    

Lingkungan yang masih sama dengan beberapa renovasi, begitu lah gambaran sekolah SMP nya dulu. Tidak banyak yang berubah, bahkan pedagang yang di dekat sekolah nya pun masih terlihat sama. Entah apa yang membawanya kesana, yang jelas ia hanya ingin melepas rasa rindu dengan sekolahnya itu. Chelsea memberanikan diri untuk pergi sendiri, menyusuri setiap kawasan dan sekitaran sekolah. Rasanya ia benar-benar merindukan masa-masa itu, saat ia dan Alisya hanya menghabiskan waktu dengan bermain.

Gadis itu mulai berjalan menuju kawasan jajanan yang dulu sering ia datangi bersama Alisya, benar-benar tidak ada yang berubah. Ketika gadis itu hendak membeli siomay dan batagor yang dulu pernah ia beli bersama Alisya tiba-tiba bapak tersebut menatap Chelsea dengan wajah kaget.

"Neng Chelsea kan?" ucap bapak pedagang tersebut.

Chelsea agak kebingungan menjawab dengan gagap,"I-iya pak" ucap gadis itu. Chelsea hanya memiliki ingatan sekilas tentang bapak tersebut, ia ingat hanya beberapa kali makan bersama Alisya di sana. Ia pun tidak menyangka bapak tersebut akan kenal dengannya.

Bapak tersenyum tersenyum cerah, ternyata ia tidak salah mengenali orang. "Udah lama ya gak jumpa neng Chelsea, dulu sering ke sini sama a' Dimas. Semenjak a' Dimas gak ada neng Chelsea jarang makan di sini, kirain udah pindah rumah" duga bapak tersebut.

Chelsea tertawa kecil, "Hahaha maaf ya pak baru mampir. Semenjak lulus emang agak sibuk sama organisasi pak" ucap gadis itu. Walaupun yang ia katakan sibuk adalah kenyatakan tapi ia bohong, Chelsea bahkan tidak ingat sama sekali dengan bapak tersebut. Chelsea sebenarnya juga terkejut mendengar ia sering ke sana dengan Dimas, padahal diingatannya jelas ia pergi bersama Alisya.

Chelsea langsung duduk di dalam tenda menunggu pesanannya dibuat, tentunya sambil mendengar cerita tentang sosok Dimas yang sebenarnya tidak ia harapkan karena pasti akan berdampak besar untuknya.

"Masih gak nyangka ya neng, a' Dimas udah gak ada. Rasanya baru kemaren dia datang bareng temannya, kalau a' Dimas bawa temannya udah dah rame disini" ucap bapak tersebut terlihat masih sedih dengan perginya orang bernama Dimas itu.

Chelsea hanya tersenyum tipis, melihat dan mendengar dari cerita tersebut sepertinya orang bernama Dimas itu tipe orang yang bisa berteman dengan siapa saja. Bahkan penjual di kisaran sekolahnya saja bisa merasa sekehilangan itu, padahal sepertinya itu bukan kawasan sekolah si Dimas itu karena ia sudah mencek foto kelulusan dan tidak ada orang dengan wajah Dimas di sana.

"Dimas suka main ke sini ya pak? Dia gimana orang nya pak kalau sama orang-orang?" tanya Chelsea mulai penasaran dengan sosok Dimas itu.

Terlihat wajah bapak tersebut tersenyum cerah, sepertinya banyak kenangan baik tentang Dimas. "A' Dimas suka aja nongkrong disini neng, padahal ya neng awalnya cuma mau mantau atau nungguin neng Chelsea doang. Tapi karena terlalu sering jadi mulai akrab sama orang sini dan jadi anak tongkrongan sini. Kalau sama orang-orang mah baik banget neng, dia selalu jadi orang yang pertama bakal bantu temannya. Kayak dulu ada temannya yang kesusahan finansial ni ya neng, dia langsung ngasih uang jajannya separoh buat orang itu. Kalau sama pedagang sekitar, dia bakal buat suatu cara unik biar orang pada beli. Kadang dia juga maksa temannya buat beli. Baik bener pokoknya neng, makaya kami ikut sedih waktu dengar kabar a' Dimas meninggal apalagi karena tawuran. Padahal ni ya neng a' Dimas mah jarang tawuran-tawuran gitu, yang paling sering justru a' Leon. Tapi mau gimana lagi ya neng, mungkin udah takdir" cerita bapak tersebut.

Mendengar itu Chelsea tersenyum kecil dengan raut wajah sedih, dadanya terasa menyesakkan seperti juga merasakan kehilangan sosok pemuda bernama Dimas itu. Ia bahkan bisa membayangkan betapa baik nya Dimas itu, bahkan terdengar seperti tanpa celah. Tapi yang paling membuatnya sesak ketika mendengar pemuda itu datang ke daerah tersebut untuk memantau dan menunggunya, ia bisa merasakan betapa di cintainya Chelsea yang dulu oleh orang bernama Dimas itu. Tanpa sadar air matanya pun menetes, segera Chelsea hapus air mata itu ketika sadar makanan pesanannya mulai di antar padanya.

Batas [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang