"Leon gak masuk?" tanya Ferdi yang tiba-tiba datang langsung mengambil tempat di sebelah Chelsea yang sedang sibuk menggambar asal.
Chelsea menyedikkan kedua bahunya dengan mata yang masih fokus memandangi bukunya, terlihat seolah tidak peduli dengan kemana pemuda itu pergi. "Gak tau gue, jangan tanya gue" jawabnya ketus seolah tidak ingin menerima pertanyaan apapun itu yang berhubungan dengan pemuda bernama Leon.
Ferdi menaikkan alisnya, menatap gadis itu dengan wajah penasaran. Ia pangku kepalanya di atas tangan sambil memandangi Chelsea. "Lo berdua lagi berantem ya?" tanya pemuda itu dengan hati-hati.
Chelsea menghela nafasnya, ia letakkan pensil dan memandangi pemuda itu dengan mata malas. "Jangan ganggu gue sekarang deh, gue gak minat ngomong" ucap gadis itu kesal, rasanya ingin sekali ia menendang pemuda itu pergi.
Ferdi yang mendengar itu langsung berpamitan dengan Chelsea lalu pergi begitu saja, ia tidak ingin menganggu gadis itu lebih lama lagi karena bisa saja ia akan betulan dihajar oleh gadis itu. Roma yang melihat itu pun langsung mendekati Chelsea, gadis itu duduk di depannya sambil memandangi Chelsea yang masih asik menggambar. Begitu lah Chelsea, jika ada masalah atau sedang tidak dalam perasaan baik ia pasti akan menggambar tidak jelas. Itu kenapa gadis itu selalu membawa sebuah buku kecil untuk dia menggambar apa yang sedang ia rasakan. Roma tidak menanyakan apapun, ia hanya sibuk melihat gambar Chelsea yang terlihat seperti abstrak tak beraturan.
Cukup lama ia pandangi, setelah melihat Chelsea sudah lumayan tenang dan gambarnya sudah hampir selesai barulah ia berani bertanya pada gadis itu. "Kenapa lo? PMS?" tanya Roma hati-hati, takut mood gadis itu belum membaik.
"Tau ah, badmood gue" ucap gadis itu singkat, menandakan emosi gadis itu masih agak meledak.
Roma diam sejenak, ia cukup takut untuk mengatakan hal yang ingin ia katakan. Tapi hal tersebut merupakan pesan dari Leon. Roma diam sejenak, ia basahi bibirnya perlahan sambil memandangi Chelsea masih sibuk mencoret bukunya. "Chel, Leon suruh buka ponsel. Katanya lo harus baca pesan dari dia, penting katanya" tutur Roma, Chelsea terlihat tidak peduli. Ia tetap melanjutkan gambarnya.
"Bodo, gak peduli gue. Udah lah jangan diurusin itu anak" ucap Chelsea pada Roma. Roma tidak berani untuk menyahuti lagi, gadis itu hanya fokus melihat ke arah gambar Chelsea.
****
Chelsea menghela nafasnya, teman-temannya sudah pergi ke kantin sejak jam istirahat berbunyi. Sementara Chelsea duduk di taman sekolah yang jarang diketahui orang sambil membawa bekalnya, gadis itu membuka ponselnya, memandangi pop up massage dan motif panggilan tidak terjawab dari Leon. Ia letakkan ponselnya asal dan mulai memakan bekal, gadis itu masih dalam perasaan kesal.
Walaupun kesal sebenarnya ada sedikit perasaan lega, karena luka yang di dapat Leon tidak separah yang ia bayangkan. Tapi tetap saja ia kesal karena emosi pemuda itu yang mudah meledak-ledak dan tidak bisa mengontrolnya, akibat kesal dengan sang pacar akhirnya ia malah membawanya perasaan itu ke teman-temannya.
Sibuk dengan makannya, tiba-tiba derap langkah kaki terdengar mendekat. Chelsea alihkan pandangannya ke sumber suara dengan perasaan yang cukup takut, tapi saat melihat orang itu adalah Bagas rasa takutnya memudar.
"Gas" sapa Chelsea sambil mengarahkan pemuda itu duduk di sebelahnya.
"Disini lo rupanya" ucap Bagas yang sepertinya memang mencarinya.
Chelsea menaikkan alisnya,"Ada apa lo nyari gue?" tanya gadis itu.
Bagas melanggengkan kepalanya, "Gak ada sih, tapi gue ketemu teman-teman lo di kantin tapi lo nya gak ada, Leon juga gak keliatan. Jadi gue punya feeling lo di sini" jelas pemuda itu. Chelsea hanya diam, sambil terus memakan bekalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas [Completed]
Roman pour AdolescentsSetiap orang punya batas sendiri yang tidak bisa di lewati oleh orang lain. Batas yang hanya boleh di masuki oleh orang itu sendiri. Begitulah Chelsea memandang Leon. Seseorang anak pindahan yang memiliki aura aneh yang selalu punya dunia sendiri...