83. Pelangi sehabis hujan

6 1 0
                                    

Chelsea menatap tumpukan buku catatan dan kertas latihan soal di mejanya dengan tatapan tak percaya, "Banyak banget" ujar gadis itu sambil menoleh ke arah Leon.

Leon mengangguk membenarkan, "Ini semua materi pelajaran yang udah tertinggal selama kamu sakit" jelas pemuda itu.

Chelsea mengerjapkan matanya tak percaya, sebenarnya wajar jika akan banyak materi yang tertinggal mengingat ia cukup lama dirawat tapi Chelsea tak menyangka akan sebanyak itu. Buku di depannya bahkan lebih mirip menara dibandingkan dengan kumpulan tugas sekolah.

"Sebanyak ini?" tanya Chelsea dengan wajah memelas.

Leon kembali mengangguk, "Hm, sejak awal kenaikan kelas sampai sekarang. Itu juga ada beberapakan yang udah kamu angsur" ucap pemuda itu. Chelsea melongos, mau bagaimana lagi ia tidak bisa menghindari semua materi, latihan soal, dan pr tersebut. Chelsea juga harus mengejar ketertinggalan ulangan, gadis itu menatap buku-buku tersebut seketika tak berminat.

Leon yang wajah memelas Chelsea mengacak gemas rambut gadis itu. "Semangat dong, kan aku yang ngajarin. Sekarang kamu pilih mau yang mana dulu" ujar pemuda itu pemuda itu sambil menoleh ke arah buku-buku.

"Yang paling mudah dulu" tanpa berfikir panjang, lagi pula baginya apapun harus dikerjakan dari yang paling mudah.

Leon mangambil buku kimia terlebih dulu, melihat itu Chelsea pun mengerjapkan matanya berkali-kali. Gadis itu lupa harusnya mengatakan mata pelajaran yang mudah baginya, bukan bagi seorang Leonald Valhendra. Chelsea menoleh ke arah Leon dengan tatapan tak percaya, pemuda itu hanya diam tak menanggapi tatapan Chelsea yang menyerah bahkan sebelum berperang. Chelsea mendengus, ia buka buku kimianya kesal. Mau tidak mau ia harus memulai dengan kimia terlebih dahulu.

Hampir 3 jam lebih sudah mereka mempelajari dua mata pelajaran, beberapa soal juga sudah dikerjakan. Sementara Chelsea masih berkutat dengan latihan soal yang diberikan Leon,  Leon justru sedang asik memainkan game diponselnya. Sesekali ia menoleh ke arah Chelsea untuk memastikan apakah gadis itu mengerjakannya dengan baik, tapi selama itu tampaknya Chelsea berusaha sebisa yang dia mampu.

Leon tersenyum kecil, entah kenapa setiap melihat kegigihan gadis itu tampak menggemaskan di matanya. Chelsea meletakkan penanya di meja, menutup buku fisika yang menjadi pelajaran terakhirnya hari ini. Gadis itu mengangkat kedua lengannya seakan mendapatkan mendali kemenangan, "Akhirnya siap" ucap gadis itu tersenyum senang.

Leon membuka buku yang tadi Chelsea kerjakan, memeriksa pengerjaan gadis itu dengan teliti. Setelah mamastikan tidak ada yang salah pemuda itu pun menutup bukunya, "Sisa mata pelajaran selanjutnya besok ya" ucap pemuda itu sambil menyelipkan anak rambut Chelsea ke telinga.

Chelsea yang mendengar itu mengangguk, "Siap pak guru" ucap gadis itu dengan semangat.

"Besok kamu mau ikut?" tanya Leon pada Chelsea yang sedang mengemasi buku-bukunya.

Gadis itu menoleh ke arah Leon, mengangkat kedua alisnya menatap dengan penasaran."Kemana?" tanya gadis itu

"Liat Dimas" ucap Leon dengan senyum sendu.

Chelsea membeku, kemudian tersenyum kecil dan mengangguk. Lagipula sudah saatnya ia mengunjungi pemuda itu, Dimas pasti merindukannya.

****

Chelsea memandangi batu nisan yang tertulis nama Dimas di depannya, gadis itu menarik nafasnya sambil menaburkan bunga dan air mawar yang ia bawa. Walaupun menyesakkan rasanya lebih jiwanya lebih tenang, mungkin karena pertama kali untuk Chelsea mengunjungi Dimas setelah kematian pemuda itu. Rasanya pasti lama sekali untuk pemuda itu menunggunya datang. "Hai Dim, pacar cantik kamu datang. Maaf baru datang sekarang ya, kamu pasti rindu aku kan" ucap gadis itu dengan senyum kecil.

Chelsea mengelus batu nisan milik Dimas, "Banyak yang kangen kamu tau Dim, penjual yang sering kamu bantu dulu sering nanyain kamu. Anak-anak sekarang buat kegiatan bantu penjual kecil buat larisin dagangannya dengan namain kegiatannya pakai nama kamu, katanya terinspirasi dari kelakuan kamu yang suka bantuin larisin dagangan pendagang kecil. Ayah Bunda sehat, Rio juga sehat apalagi dia sekarang udah besar. Leon sama Bagas rajin ngajak dia main. Mas Farhan sama Sello juga rindu kamu, Leon gak sejago kamu main PS nya. Jadi mas Farhan selalu kesal main sama Leon. Aku sehat, kamu jangan khawatir. Kata dokter keadaan aku makin membaik, aku udah mulai mengurangi jumlah obat, tidur ku juga teratur. Pokoknya kamu jangan cemas, Leon sama Bagas sering banget jagain aku. Mereka sekarang juga udah baikan. Aku juga belakangan sering ngobrol sama Ziyan, bener kata kamu. Dia anak baik dan gak sejahat itu. I miss you Dim, makasih banyak buat semuanya. Sama kamu rasanya gak ada yang gak menyenangkan, aku gak pernah nyesal kenal sama kamu. Kenangan kita akan selalu aku kenang" ucap Chelsea dengan air mata yang sudah menetes di pipi.

Leon langsung menarik Chelsea dalam pelukannya, membelai halus rambut gadis itu untuk menangkannya. Pemuda itu tersenyum kecil sambil menatap kuburan didepannya.

"Hai Dim, lo kayaknya udah bosan deh liat gue karena udah terlalu sering mampir. Tapi ko tau kan, tempat pulang gue itu lo" ucap Leon dengan raut wajah sedih yang ditutupi.

Leon menoleh ke arah Chelsea yang berada disampingnya, dengan senyum kecil ia rangkul bahu Chelsea. "Lo ingat kan pertama kali lo ngenalin Chelsea ke gue, kali ini gue mau pakai cara yang sama. Hai Dim kenalin cewe gue, cantik kan? Jelas pacarnya aja ganteng kayak gue, namanya Chelsea. Dia cantik, baik, rada berisik tapi aku suka" ucap Leon sambil memandangi Chelsea. Chelsea yang mendengar itu agak tertegun, wajahnya berubah tersenyum kecil dengan pipi memerah.

"Izinin gue jaga pacar lo ya Dim atau harus gue sebut pacar kita? Tenang aja Dim, pacar kita bakal gue jaga dengan baik, gak akan pernah gue sakitin atau bahkan buat dia nangis. Tapi kalau nontom film sedih bukan tanggung jawab gue Dim, soalnya pacar kita cenggeng. Gue gak bakal lupain Rio kok, Rio juga bakal gue jaga dengan baik layaknya adik gue sendiri. Thanks for everything Dim, jasa lo di hidup gue sangat besar. Cuma ini yang bisa gue lakuin" lanjut Leon. Dari ucapan Leon Chelsea mengerti, pemuda itu hanya bisa menjaga orang-orang yang Dimas sayang. Pemuda itu menepati janjinya. Chelsea menggenggam tangan Leon sambil tersenyum kecil.

Chelsea kembali menoleh ke depannya, "Kita pamit ya Dim, lain kali aku bakal lebih sering kunjungi kamu. Lain kali kami pasti bakal bawa Bagas, dia lagi sibuk belajar buat masuk universitas makanya gak bisa ke sini. Tenang aja Dim, Bagas pasti bisa kan dia pintar" ucap Chelsea sambil terkekeh kecil.

Setelah menyampaikan pamit dengan Dimas, mereka pun beranjak pergi pulang dengan perasaan yang lega. Rasanya belenggu yang mengikat Chelsea cukup lama agak melonggar, mungkin karena ia sudah sedikit mulai mengikhlaskan kepergian Dimas. Sambil tersenyum kecil Chelsea mengenggam tangan Leon, memandangi pemuda itu dengan senyum cerah. Mungkin ini dinamakan pelangi sehabis hujan.

Batas [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang