"HENDRAA"
Teriakan Dwi menggema di kelas 11 MIA 2. Raut kesal tercetak di jelas wajahnya, ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Hendra. Sementara orang yang di cari itu justru tengah sibuk bermain bersama Leon di depan kelas, walaupun begitu merasa namanya di panggil ia pun menyahut."Apa?"
Hendra yang awalnya tidak menyadari keberaan Dwi tiba -tiba terlonjak kaget saat sebuah tangan berhasil menarik rambutnya dengan beringas."Buku gue mana ha?" introgasi Dwi dengan tangan terus menarik rambut Hendra.
"Man-"
Belum selesai pemuda itu mengatakan membelaan terhadap dirinya, Dwi malah memotongnya. "Gak usah ngeles lo, si Wendi bilang dia liat buku gue di sembunyiin sama lo. Mana dia? Balikin gak? Itu buku mau di kumpulin nanti bego" tutur gadis itu dengan tangan yang masih belum terlepas dari rambut Hendra, sementara pemuda itu sudah mengeluh kesakitan.
Merasa tarikan pada rambutnya kian kuat, akhirnya Hendra pun menyerah."Itu buku lo di meja Johan".
Dwi melepaskan tangannyap, ia berlari ke arah meja Johan dengan perasaan senang karena berhasil mendapatkan buku PR nya kembali. Sementara Hendra mengelus-elus kepalanya yang kesakitan akibat jambakan Dwi.
Melihat satu demi satu rambutnya berguguran di tangan, pemuda itu meringis "Gila si Dwi rontok ni rambut gue oi" teriaknya, ucapan tersebut pun berhasil membuat satu kelas pun tertawa terbahak-bahak sambil mengasihani nasib Hendra.
Dwi yang mendengar keluhan tersebut bukaannya merasa bersalah atas perbuatannya, ia justru malah menatap datar Hendra sambil menjulurkan lidahnya mengejek "Bodo, salah lo sendiri juga" ucapnya, Hendra mendecih kesal.
Chelsea, Roma, Tita dan Wendi sambil memakan jajanan mereka sangat menikmati perkelahian tersebut, apalagi Wendi yang sudah tertawa lepas melihat wajah Hendra.
Siang itu sebenarnya mereka masuk jam Seni Budaya, tapi karena pak Dirga tak kunjung datang alhasil kelas tersebut menjadi ribut dan tak terkendali. Johan selaku ketua kelas malah pergi berjaga di tangga untuk memantau kalau pak Dirga datang. Kalau mengira ributnya mereka itu karena ketua kelas mereka tidak ada di tempat, jawaban tersebut salah besar. Bahkan sebenarnya ada atau tidak adanya ketua kelas tidak berpengaruh sama sekali di kelas mereka, karena Johan sendiri juga sudah angkat tangan dengan keadaan kelasnya. Bahkan guru yang mengajar di sebelah kelas mereka sudah beberapa kali datang kekelas menyuruh diam, namun kelas itu malah semakin menjadi-jadi. Akhirnya guru tersebut memilih menutup pintu kelas, berharap suara luar tidak dapat masuk.
"Pak Dirga kemana lagi sih ma?" tanya Tita penasaran
"Gue dengar dari anak sebelah, katanya ada rapat bentar" jawab Roma yang dibalas anggukan mengerti oleh ketiga orang itu.
"Perasaan dari tadi tu bapak pergi" ucap Chelsea, tapi sepertinya ketiga orang tersebut pun tidak tau kenapa Pak Dirga masih belum kembali.
Tidak mau ambil pusing dengan keterlambatan bapak tersebut, mereka kembali fokus pada layar laptop milik Wendi. Tapi belum beberapa menit mereka mengalihkan pandangan suara Johan kembali berhasil menghilangkan fokus mereka.
"SEMUANYA,ADA PENGUMUNAN PENTING" teriak Johan dengan semangatnya
Tidak tau apa yang membuat anak itu tampak begitu bahagia, tapi yang jelas anak itu pasti membawa kabar baik.
Johan berlari mengambil kursi dari mejanya dan membawanya ke depan kelas, ia berdiri di kursi yang tadi sempat ia ambil dengan semangat. Melihat teman sekelasnya yang tampak sudah tidak sabaran, pemuda itu pun menarik nafasnya perlahan."BAPAK GAK DATANG YEAYY" teriaknya dengan bahagia.
Namun, bukannya ikut bahagia. Yang lain justru tertawa saat melihat tiba-tiba Pak Dirga sudah berada dari tadi di depan kelas mereka sambil berusaha menahan tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Batas [Completed]
Teen FictionSetiap orang punya batas sendiri yang tidak bisa di lewati oleh orang lain. Batas yang hanya boleh di masuki oleh orang itu sendiri. Begitulah Chelsea memandang Leon. Seseorang anak pindahan yang memiliki aura aneh yang selalu punya dunia sendiri...