Bagian 14

2.6K 52 3
                                    

Kuluman senyum si gadis belia enggan terlepas, menderaikan sisa-sisa tawa yang santer mengudara. Entah kenapa kelakuan absurd dua anak manusia itu masih terngiang di kepalanya. Tingkah unik Canoy dan kelakuan absurd Grizzel seolah berkolaborasi membuat perut siapa pun tergelitik.

Satu Patra Yudha menyebut mereka sebagai pasangan paling romantis sedunia. Bagaimana tidak dibilang mesra jika setiap detik dan menit ada saja kelakuan nyeleneh mereka ketika saling berperang lidah.

Saking romantisnya, seisi sekolah dibuat geger saat melihat Grizzel basah kuyup seakan-akan baru saja melewati hujan badai di negeri seberang padahal Canoy-lah si tersangka utama.

Dia teramat tega mengguyur Grizzel dengan seember air. Alasannya karena kesal mendengar bacotan tidak bermutu gadis itu kala keduanya beradu mulut, membawa topik tidak penting yang berujung memantik emosi masing-masing.

Bukannya bersimpati, Arana justru tergelak kecil tatkala mendengar Grizzel sangat bernafsu mengumpati Canoy. Mood-nya karena haid seketika membaik dalam hitungan detik. Bahkan, ketakutan yang sempat melandanya tempo hari seolah lenyap terkubur.

Mungkin Miranda akan mengira putrinya itu tengah kesurupan. Begitu pula Lontara yang menyipitkan matanya aneh menilik tingkah nona muda mereka. Namun, senyum mengembang tersebut sirna.

Berganti dengan sudut bibirnya yang melengkung ke bawah, sementara sosok yang Arana pandangi terlihat menarik seringainya. Tampan dan mematikan. Begitulah sosok yang tergambar di hadapannya kali ini.

Orang itu tidak lain dan tidak bukan merupakan Arnando Delicio, kakak tirinya. "Udah pulang?" tanya pria dua puluh sembilan tahun tersebut santai seolah tidak pernah terjadi masalah sebelumnya padahal Arana masih ingat betapa mengerikannya sang kakak tatkala mendiamkan seseorang.

Mendengar dua potong pertanyaan itu terlontar, Arana mematung di tempat. Nando tersenyum kecil melihat reaksi berlebihan adiknya sembari meletakkan buku di pangkuan.

Kacamata yang bertengger di hidung sedikit dia turunkan. Keduanya saling berhadapan wajah meski Nando betah duduk di sofa ruang baca yang memang berdekatan dengan ruang tamu.

"Kayaknya lagi happy banget pulang dari sekolah," sindir Nando entah apa maksud dan tujuannya. Kelopak mata Arana mengedip banyak sekali. Deep voice beserta muka tegas sang kakak berkoordinasi satu sama lain menundukkan kepalanya.

Terkadang tindak-tanduk sang kakak terlihat menyamai seorang psikopat. Entah itu sikap atau pun gesturnya. Arana bukannya tidak paham. Dia hanya denial saja akan keanehan yang tampak mengambang di permukaan.

Sangat enggan berprasangka buruk terhadap orang lain apalagi yang notabennya adalah keluarga. Bukankah Setya mengajarkan demikian? Tidak baik mencurigai orang lain apalagi saudara sendiri.

Selama dua menit saling diam sambil menyelami pikiran masing-masing, Arana pun buka suara. "Kak, aku pamit duluan ke atas. Masih ada tugas sekolah yang belum dikerjain."

Arana memilih kabur. Dia tidak sanggup dihadiahi ekspresi tersebut. Belum lagi emosinya yang Nando peras habis-habisan jika salah sedikit saja. Jangan sampai air matanya berlinangan di sini. Sungguh Nando itu sangat mampu membuat orang lain merasa bersalah.

Terlihat saat di kolam berenang kan? Cepat-cepat Arana memutar langkah, dia menaiki tangga sangat tidak sabaran. Sumpah, demi tuhan menghadapi Nando di umur dua puluh sembilan tahun jauh lebih sulit dibanding ketika pria itu masih remaja.

Manik mata dari pemimpin Palma Tbk itu kian menyorot Arana dan segenap langkah terburu-burunya, sedangkan di lantai dua suara keras pintu yang dibanting terdengar sangat kuat.

Arana buru-buru masuk ke kamarnya bersama jantung yang bertalu-talu kencang padahal Nando sendiri tidak melakukan apa-apa. Hanya karena kelakuan aneh pria itu selama tiga minggu belakangan  sudah cukup menuntut Arana untuk selalu waspada.

Daripada memikirkan segala keanehan dalam diri Nando sebisa mungkin Arana memanfaatkan waktunya untuk belajar. Setidaknya, mengulang satu-dua soal lebih baik. Dia mau menyibukkan pikirannya.

Air yang berada di dalam tumbler turut Arana tenggak perlahan. Lima belas menit larut mengerjakan rangkaian soal elektrolit, gadis tujuh belas tahun ini tidak sadar pintu kamarnya dibuka oleh seseorang.

Si pelaku utama tampak menyandarkan tubuhnya di pintu sambil bersedekap. Lama saling bersitatap akhirnya tangan kekar itu dengan kurang ajarnya meraih buku Arana, melihat-lihat nilai sang adik.

"Ada peningkatan." Komentarnya tanpa diminta. "Kakak senang kamu rajin belajar. Jadi, jangan pikirkan hal yang tidak perlu dipikirkan karena masa depan kamu yang tentukan sendiri." Nasehat Nando sok bijak. Teramat santai dia menaruh sekantong paper bag yang isinya masih menjadi rahasia ilahi.

"Oleh-oleh buat kamu. Dimakan. Jangan dibuang apalagi diberikan ke teman kamu. Setidaknya, hargai pemberian orang lain."

Mendengar itu, tubuh Arana membeku. Garis pandangnya lurus menatap tepat ke bola mata sang lawan bicara, akan tetapi kakaknya justru keluar tanpa mengatakan sepatah kata pun.

****

Holla! Aku update lagi yuhuuu .... Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Makasih yang udah mampir ke cerita aku. Semoga kalian gak bosan baca cerita gaje ini 😂

Yang mau baca Brother Or Lovers lebih cepat bisa mampir ke akun purpleflo di karyakarsa ya. Udah up sampai bab 27 😋

.

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang