Bagian 24

1.8K 35 11
                                    

Dari jendela besar di sana, sinar rembulan menembus tepat di tengah remang-remangnya cahaya lampu. Double folio yang berserakan juga beberapa catatan kecil lantas memenuhi permukaan meja. Entah mengapa remaja belia ini suka sekali menghabiskan waktunya di ruang baca, tenggelam bersama lautan soal yang memusingkan otak.

Penerangan yang telah diatur sedemikian rupa nyatanya tidak menyurutkan niat Arana untuk duduk lalu membaca ratusan kata dengan huruf seukuran semut.

Sunyi senyap yang menyusupi dinding rumah mampu mempertahankan fokus yang putri Setya ini jaga mati-matian. Bukan sekedar isapan jempol kalau dia bisa menghabiskan waktu selama tiga jam penuh tanpa beranjak sedikit pun. Lagi pula, tidak ada yang salah kan belajar di ruang baca?

Kaca-kaca yang berderet mengelilingi hunian senilai satu miliar ini memberikan pemandangan malam yang sayang untuk dilewatkan. Berbeda saat dia terkurung di kamar. Hanya ada pantulan cahaya dari lampu belajar serta dinginnya ruangan khas air conditioner.

Selain ayunan yang terdapat di halaman belakang, ruang baca yang berdampingan dengan tempat menerima tamu merupakan spot kedua yang dia favoritkan setelah tiga bulan menginjakan kaki ke rumah milik Miranda.

"Aku harus ngebut ngerjain soal ini supaya gak kesusahkan waktu olimpiade nanti. Pokoknya harus karena kata Khalil ini soal yang paling susah," gumam Arana menunjuk-nunjuk lima deret soal menggunakan ujung bolpoint-nya.

Lengkungan bibir perempuan yang rambutnya sengaja dicepol tersebut tertarik sedikit, membentuk segaris senyuman.

Tanpa pikir panjang, sebuah lingkaran Arana berikan guna menandai soal rumit yang terangkum di satu buku berisi kumpulan soal olimpiade Kimia dari tahun ke tahun. Arana langsung menutup buku setebal dua ratus halamana itu. Jari lentiknya kemudian menarik buku tulis bersubjek 'catatan bahasa inggris' yang tergeletak tidak jauh dari sana.

"Besok ulangan kan ya? Untung Pak Asyraf ngasih reminder tadi. Kira-kira Grizzel ingat gak ya kalau besok ulangan, aku yakin dia lagi sibuk main hape daripada belajar."

Mungkin Grizzel akan terbahak-bahak mendengar tebakan sang sahabat yang tidak pernah meleset walau satu persen pun. Sungguh Arana mengenali Grizzel luar dan dalam.

Selagi membayangkan sedang apa Grizzel di sana, masih sempat-sempatnya Arana membaca materi yang delapan puluh persen sudah dia pahami. Sekali pun sedang melamun, Arana tetap mempergunakan waktunya sebaik-baik mungkin.

Dia enggan membuat guru mata pelajaran lain kesal lantaran terlalu sibuk mengurusi kimia dan tetek bengeknya, akan tetapi kegiatannya barusan harus terinterupsi sejak kedatangan Arnando Setiadji ke ruang baca, tempat Arana menekuri pelajarannya.

Mau apa kakaknya itu ke sini? Toh, jam masih menunjukkan pukul delapan malam. Tidak perlu sampai turun lalu repot-repot  mengusirnya supaya kembali ke kamar lebih cepat. Nyaris dua puluh empat jam per tujuh hari pria matang itu seolah sengaja menunjukkan eksistensinya di rumah ini kepada Arana. Dan itu cukup membuat Arana jengkel.

Seakan tidak puas, Nando malah mendudukan dirinya di sofa. Tuan muda rumah ini tampak santai ketika melewati Arana. Seolah sosok cantik tersebut tidak ada di ruang baca.

Arana membuang napasnya kasar. Semoga kedatangan Nando kemari bukan berniat untuk mengawasinya belajar. Jujur, dia bukan anak SD lagi yang butuh penjagaan orang dewasa dua puluh empat jam. Namun, keinginan Arana harus pupus di tengah jalan sebab Nando yang tidak pernah membiarkan  adiknya tenang barang sedetik saja.

Sebenarnya ini bukan salah Nando sepenuhnya, melainkan matanyalah yang patut diberi peringatan karena tidak mau diam memperhatikan gerak-gerik kakaknya. Kemana saja Nando melangkah dan apa yang dia lakukan selalu jadi pusat perhatian Arana.

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang