Bagian 31

1.4K 19 3
                                    

Disclaimer nama dan instansi terkait yang ada di cerita ini hanyalah karangan author semata. Tidak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata.

Happy Reading.....

"Jadi, benar murid ini yang meminta soal ke Bapak sebelum OSN tingkat provinsi dimulai?" Pria berpakaian dinas itu sedikit membungkuk, kedua telapak tangannya ikut bertumpu di atas meja, sedangkan mata setajam silet tersebut tak hentinya menilai sosok yang tengah berada di hadapannya ini.

Sosok empat puluh tahunan berjenggot agak lebat itu menunduk. Raut wajah pucat pasinya terlihat jelas sekali. Pun pandangannya semakin merendah ketika ditanyai begitu.

Hening. Tiada kata yang meluncur keluar. Bibirnya seolah kelu tidak tahu harus menjawab apa, sementara si penanya berusaha untuk sabar, menunggu jawaban macam apa yang bakal terlontar.

Namun, ketika hendak melayangkan satu pertanyaan sebagai pancingan, kepala yang rambutnya hampir memutih itu mengangguk dua kali. Membenarkan apa yang sesungguhnya telah terjadi.

Benar kan apa tebakannya ....

Air muka yang awalnya semakin serius itu kian mengetat. Seringai kecilnya turut tersungging saat dengan mata kepala sendiri melihat pria ini mengangguk. Meruntuhkan firasat berbaik sangkanya terhadap orang lain, tapi ini bukaan saat yang tepat untuk meledakkan emosi. Dia ingin tahu lebih lengkap agar bisa menemukan benang merah dari masalah yang sedang terjadi.

"Tepatnya dua jam sebelum olimpiade dimulai?" tanya Edi masih belum puas mencecar Umar. "Dan dengan iming-iming yang cukup besar Bapak sebegitu mudahnya menyerahkan lembaran kertas berisi kumpulan soal yang akan diujikan," lanjut Edi menarik kesimpulan.

Suara decakan lidah pun keluar di detik berikutnya. Entahlah, dia mulai kesal dengan apa yang terjadi. Mudah sekali pria yang lima tahun telah mengabdi sebagai pegawai honorer salah satu instansi kedinasan ini menyerahkan selembar soal yang jelas-jelas di beri label bertuliskan 'sangat rahasia'.

Ditambah rekaman CCTV dimana murid bertudung hoodie itu cukup santai menyerahkan sebuah amplop tebal berwarna coklat ke Umar. Tidak ada takut-takutnya remaja belasan tahun tersebut mengawali aksi curangnya. Dan sialnya wajah murid tersebut tidak tertangkap oleh kamera yang membuat Edi dan stafnya sulit mengidentifikasi siapa murid yang sudah berlaku curang tersebut.

Umar yang sejak tadi tertunduk tiba-tiba mengangkat kepalanya. Pandangannya tertuju ke sang atasan, syarat akan rasa penyesalan. "Iya, Pak." Dengan suara seraknya Umar menjawab lirih. Sungguh dia sudah tidak bisa berkutik apalagi berkelit lalu mengkambinghitamkan orang lain agar bisa lepas dari masalah ini.

Edi menarik napas dalam-dalam. "Apa Bapak tidak berpikir tentang akibatnya? Bapak bisa saja dipecat dan saya akan dicecar habis-habisan oleh Bapak Kepala Dinas."

Badan Edi semakin condong ke depan. Dia menilik bola mata cokelat gelap itu lekat. "Yang lebih parahnya, peserta yang tidak bersalah malah terkena imbasnya. Mungkin mereka yang sudah dinyatakan juara tidak bisa berangkat ke Jakarta untuk mengikuti OSN. Saya gak bisa bayangkan gimana kalau Provinsi Riau akan dicoret dalam setiap perlombaan karena masalah ini. Karena nila setitik, rusak susu sebelangga."

Kepala Umar lantas terangkat naik. Dia kontan membalas tatapan Kepala Sekretariat Dinas Provinsi Riau ini. "Maaf, Pak. Saya benar-benar terdesak waktu itu. Apalagi biaya pengobatan istri saya harus segera dilunasi kalau ingin ditangani oleh dokter secepatnya," ungkap Umar terdengar lirih dan terkesan memilukan.

Setengah mati Edi berusaha menahan emosinya agar tidak meledak saat itu juga. Jangan sampai karena memukul Umar hingga babak belur dia berakhir di jeruji besi. Di sini karirnyalah yang tengah dipertaruhkan. Bisa saja dia dianggap tidak becus dalam melaksanakan tugas. Mau taruh dimana mukanya nanti? Reputasi baik yang dijaga selama belasan tahun hancur dalam sekejap.

Keadaan makin diperparah bila kasus kecurangan itu sampai ke telinga para wartawan. Mungkin Gubernurlah yang akan turun tangan membereskannya.

"Sebenarnya berapa yang Pak Umar butuhkan? Kenapa tidak manfaatkan opsi kasbon di kantor? Lagipula, banyak staf di sini yang mengambil pinjaman di saat terdesak," terang Edi berusaha melunak dan memposisikan dirinya sebagai Umar laki-laki yang sangat bertanggung jawab pada istrinya.

Bila tadi Umar tertunduk lesu dengan pandangan yang bersalah, kini dia menyeringai kecil. Entah kenapa ingin sekali dia mengumpat detik itu juga. "Tiga puluh lima juta. Apa kantor bisa memenuhi kasbon saya?" tanya pria berumur ini seolah-olah melemparkan semua kesalahan pada sang atasan.

"Jangankan kantor bapak saja mungkin berpikir ulang untuk meminjamkam uang sebanyak itu. Lagipula, uang yang saya terima dari murid itu juga masih kurang. Apa bapak tahu saya terpaksa meminjam ke rentenir karena tidak tau mau minta tolong ke siapa lagi."

Dan mengalirlah kisah hidup Umar yang menyedihkan. Edi langsung terbungkam. Dia cukup tertohok menyadari fakta bahwa kantor mereka tidak sedermawan itu memberikan pinjaman dalam jumlah besar.

Di saat Edi serta Umar berada dalam satu ruangan saling terdiam satu sama lain, seorang pria yang baru saja menyesap amerikanonya nampak tersenyum penuh kemenangan. Sudah dia bilang kan semudah itu menjatuhkan seekor lalat pengganggu yang mulai mengusik miliknya.

****

Holla! Aku update lagi nih. Ramaikan yuk. Dari semalam sepi banget notifnya 😅

Thanks buat yang udah mampir, vote dan komen.

Oh ya aku jual app premium sama jasa suntik followers. Buat yang berminat bisa chat aku di Wa 083185071373. Insyallah aman dan terpercaya. Ada real testinya juga.

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang