Bagian 48

1.2K 22 2
                                    

Siapa bilang pertengkaran kecil kemarin membuat ketenangannya terusik? Dia terganggu? Merasa iba dengan kata-kata melankolis yang sudah susah payah adiknya rangkai?

Oh, tentu saja itu tidak akan pernah terjadi. Seorang Arnando Delicio justru merasa puas lantaran selalu berhasil mengintimidasi mangsa kecil kecilnya tersebut tepat di sudut bawah tangga.

Kalau ini terus berlanjut, Nando sangat yakin mampu membuat Arana tetap berada dalam cengkeramannya.

Aktingnya di depan Grizzel semalam juga patut dipuji. Remaja kurang ajar itu langsung terkesiap di tempat. Lantas dia melapangkan hati, bergegas pulang usai diusir secara terang-terangan.

"Gak boleh ada yang tahu mengenai hubungan kita sebelum rencana-rencana briliant kakak terealisasi, Sayang."

Kini bagian bawah pantovelnya mengetuk-ngetuk lantai seirama pergerakan jarum jam. Tubuh dengan bobot 80KG itu menyandar di pintu mobil, tampak merenungkan sesuatu.

Sepertinya dia perlu merancang ulang sedikit rencana-rencananya. Termasuk keingintahuan Grizzel terhadap sesuatu. Mau bagaimana pun gadis keturunan China-Indonesia itu tidak boleh terlalu dekat dengan adiknya. Arnando Delicio mengenal betul seperti apa perangai teman semasa SMP Arana tersebut.

Bukan Arnando Delicio namanya jika tidak mampu mengendalikan situasi. Sebuah ide licik melintas di kepalanya saat itu juga. Mengakibatkan dia tersenyum cukup lebar bagaikan orang gila, akan tetapi rekahan senyum itu perlahan-lahan memudar tatkala menyadari kenapa adiknya begitu lama di dalam?

Apa remaja belia itu sengaja cari gara-gara dengannya? Lihat saja akan ada hukuman kecil untuk gadis kesayangan itu karena telah berani membuat Arnando Delicio menunggu.

Seolah mendengar isi kepala Nando, sosok tinggi kurus tersebut muncul. Wajah muram dan tak bersemangatnya jadi pemandangan pagi paling menyebalkan di mata Nando.

Gemeretak giginya pun ikut terdengar. Air mukanya berubah keruh sama seperti Arana.

"Apa kakak perlu menyeret kamu dari lantai dua baru kamu mau keluar?" Sarkas Nando mencebik kesal.

Arana menoleh sekilas. Tanpa mau lama-lama bersitatap bersama netra bening tersebut, sepasang kaki jenjangnya lebih memilih memasuki mobil. Dan sikap kurang ajar Arana barusan sungguh cukup memantik emosinya.

Gadis sialan ini bahkan tidak repot-repot menilik keberadaan sang kakak di sini. Dia membuka pintu mobil tanpa protes mengapa bukan Lontara yang mengantarkannya ke sekolah.

Nando henda memaki tapi dia enggan bertengkar pagi-pagi begini. Daripada menuruti egonya, dia lebih suka membuat Arana mendesah keenakan di tempat tidur.

Lagipula, tangannya ini sudah terlalu sering menyakiti sang adik. Jangan sampai kekasih kecil sekaligus pemuas nafsunya itu kian trauma kemudian mengulangi percobaan bunuh dirinya tempo hari.

Sepanjang perjalanan hanya terisi keheningan saja. Kepala dengan rambut panjang lurus tersebut menyandar nyaman di head restraint. Manik matanya terus tertuju ke luar jendela. Jalanan yang ramai-lancar tampaknya lebih menarik dibanding pria yang duduk di balik kemudi.

Nando mulai bosan menyaksikan keterdiaman Arana. Lidahnya berdecak pelan. Selalu saja tatapan kosong seperti orang depresi yang perempuan ini tunjukkan.

Kemanakah perginya tatapan teduh remaja cantik ini?

Sepanjang jalan Nando terdengar beberapa kali mendesah frustasi. Sekesal itukah Arana karena pertengkaran kecil kemarin?

Sesampainya di tujuan, deru mesin yang menyala seketika menghening. Arana tersentak dari lamunannya. Dia tidak sadar telah sampai di halaman luas Patra Yudha.

Tanpa ba-bi-bu, badan Arana menegak. Jujur, dia tidak sudi berlama-lama dalam satu mobil bersama pria brengsek seperti kakaknya. Berada di dekat Nando selalu berhasil membangkitkan kenangan kelam itu.

Kontan Arana mendorong pintu mobil SUV ini. Namun, pergelangan tangannya dicekal Nando. Sadar sang kakak mulai seenaknya, remaja berseragam putih abu-abu itu menoleh.

Ketika pandangan keduanya saling bersirobok, sebilah seringai mencuat di sudut-sudut bibir Nando. Dari seringai itu Arana dapat menebak isi kepala anak tiri ayahnya ini.

"Kamu lupa sopan santun?" tandas Nando tanpa basa-basi.

Arana makin betah bungkam. Jangankan sopan santun, memaki Nando di dalam hati saja dia sangat sanggup.

Sudah terlalu muak menghadapi tingkah kurang ajar Arana, Nando menarik paksa tangan adiknya hingga gadis itu terduduk di pangkuannya. Tanpa bisa diprediksi, tengkuk Arana dia tarik mendekat. Perlahan demi perlahan bibirnya menyecap setiap inci benda kenyal tersebut.

Nando sama sekali tak memberikan Arana kesempatan untuk bernapas. Lelaki licik ini
pandai sekali memperdaya mangsanya.

Sekian detik berlalu barulah dia puas dan mau melepaskan tautan bibir itu. Benang saliva keduanya terputus perlahan. Arana langsung meraup oksigen sebanyak mungkin. Tubuhnya gemetaran sekali lagi. Trauma tersebut pelan-pelan terasa muncul ke permukaan.

Sepuas-puasnya Nando bersentuhan dengan Arana, dia takkan mengakhirinya begitu saja. Leher jenjang nan menggoda itu kini jadi sasarannya. Hukuman kecil atas ketidaksopanan Arana.

Satu atau dua kissmark mungkin tidak terlalu buruk ....

Arana jelas memberontak. Dia tidak sudi terus-menerus dijadikan objek pemuas nafsu Nando. Tanpa keduanya sadari, ada sepasang mata yang menyaksikan kegiataan panas mereka.

****

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang