Bagian 27

1.4K 27 10
                                    

Arana menatap refleksi wajahnya di cermin. Ekspresi tenang yang terpantul di sana, berbanding terbalik dengan kenyataan kalau gadis cantik itu harus segera keluar kamar jika tidak ingin ditinggal sendirian di rumah selama kedua orangtua serta kakaknya menghadiri pesta pertunangan salah satu kerabat mereka. 

Ketenangan itu terlihat dari betapa pelan dan hati-hatinya Arana kala menyisiri rambut miliknya. Sesekali kepalanya ikut menoleh ke cermin, memastikan apa memang rambutnya sudah tidak sekusut tadi. Pun ikat rambut yang lama tersimpan di kotak besi tak luput jari telunjuknya raih.

Kontan rambut sehitam arang tersebut telah terikat tinggi, memperlihatkan lekukan lehernya yang seksi.

Tidak lupa pelembab bibir rasa chery itu dia poleskan ke bibir agar terlihat lebih fresh. Anting berlian hasil rancangan Diandra turut menghiasi daun telinganya, menggantikan anting emas dua gram yang biasa Arana kenakan.

Sepuluh menit menduduki kursi rias barulah tubuhnya beranjak dari sana. Tangannya erat menenteng heels setinggi lima senti usai mengeluarkan sepasang sepatu cantik dari lemari kaca. Jelas saja badannya langsung membungkuk sembilan puluh derajat saat akan memakainya.

Arana sertamerta keluar dari kamarnya selepas memastikan jendela-jendela di ruangannya tertutup rapat. Midi dres biru muda di bawah lutut tersebut sempurna membalut badannya. Begitu anggunnya dia ketika menuruni undakan tangga persis seperti putri-putri kerajaan di negeri dongeng.

Tumit heels nan runcing itu jelas saja beradu dengan lantai keramik, menimbulkan bunyi yang cukup berisik dan Nandolah orang yang menangkap keberadaan Arana pertama kali. Iris coklat gelapnya memindai sang adik lekat dari atas hingga ke bawah. Sadar dipandangi seintens itu, ada perasaan tidak nyaman yang menggelayuti. Arana sampai menunduk, enggan beradu tatapan bersama kakaknya.

Aish, sudah dia duga gaun ini terlalu seksi untuk dikenakan remaja belia sepertinya. Tulang-tulang di lehernya bahkan menonjol sensual bila dilihat orang lain lebih dekat.

Otomatis Setya serta Miranda bangkit dari duduknya setelah melihat keberadaan putri mereka. Pun tatapan sang ayah langsung tertuju ke Miranda, seolah mengkode istrinya untuk berangkat detik ini juga.

"Ibu titip Arana sama kamu ya. Kalian gak perlu nginap nanti. Langsung pulang aja setelah acaranya selesai," ucap Miranda sebelum benar-benar meninggalkan kediaman mewahnya bersama sang suami.

Arana sedikit terperangah mendengar perkataan ibu tirinya barusan. Jadi, dia akan semobil dengan sang kakak? Bagaimana bisa? Jelas suasana yang tercipta akan canggung sekali, mengingat deretan sikap aneh yang Nando perlihatkan beberapa bulan terakhir ini.

Belum sempat mencegah kepergian orangtuanya, Setya serta Miranda sudah lebih dulu melenggang keluar. Punggung kedua orang itu menghilang di balik pintu. Arana cuma bisa menghela napas panjang.

"Masih mau diam aja di situ?" Pertanyaan bernada sindiran tersebut datang dari lidah tajam Nando. Pria dengan tuksedo abu-abu mahal itu berkacak pinggang menunggu Arana dan keterdiamannya.

Pertanyaan singkat dari kakaknya spontan menyadarkan Arana. Dia harus fokus jika tidak ingin disindir untuk kedua kalinya hingga masuklah kedua anak manusia itu ke dalam sedan yang akan mengantarkan mereka ke lokasi pesta. Dalam waktu satu jam tibalah mobil yang Nando kendarai di sebuah kediaman berlantai tiga.

Gerbang besar yang seolah membentengi rumah utama otomatis dibuka. Siapa yang tidak mengenal Arnando Delicio. Tuan Muda kharismatik itu sangat mudah dikenali sebagai satu-satunya pewaris Palma Grup.

Arana dan Nando langsung diantar menuju ruang tengah tempat semua orang berkumpul. Setibanya di sini, remaja tujuh belas tahun tersebut terus mengikuti kemana langkah Nando pergi. Jujur, dia tidak terlalu mengenal kelurga besar Nando apalagi kerabat jauh kakaknya itu.

Katakanlah Arana masih terlalu asing dengan wajah-wajah mereka. Namun, syukurlah, Karisa adik dari calon pengantin sekaligus sepupu jauh Nando menggiring Arana ke sebuah kamar, tempat dimana para perempuan katanya berkumpul.

Tanpa perlu meminta izin sang kakak, kakinya berjalan mengikuti kemana Karisa melangkah. Obrolan singkat yang terjalin di menit-menit pertama nyatanya membuat Arana lebih dekat dengan sepupu-sepupu Nando. Entah kemana rasa canggung itu menguap sekarang. Sungguh dia diperlakukan sangat baik di sini. Sampai-sampai tidak dia sadari langit telah menggelap sepenuhnya di luar sana dan acara pun akan dimulai dalam sepuluh menit lagi.

"Kakak keluar sebentar ya, Ran. Kalau butuh sesuatu panggil bibik aja. Acaranya sepuluh menit lagi dimulai," ujar Karisa di tengah ambang pintu sebelum benar-benar meninggalkan Arana yang masih betah di kamarnya.

Pintu kamar seluas lima kali lima meter ini tertutup seketika. Namun, belum lima menit pemiliknya keluar, si pintu kembali terbuka, menampilkan sesosok pria dengan tuksedo abu-abunya. Dia lantas berjalan mendekati Arana yang masih terpaku di tempat.

Dan saat jarak itu berhasil dia kikis, kini tubuh keduanya saling berhadapan menatap cermin lalu keterdiaman sepersekian detik itu berhasil dia pecahkan setelah mengeluarkan kotak beludru berwarna biru ini dari saku tuksedonya.

"Pakai kalung ini di pesta nanti. Kakak mau kamu tampil cantik kayak mereka." Dan terlihatlah kalung bertaktakan tiara tersebut di genggaman jari-jemari kakaknya. Kalung serupa yang dia lihat di tablet milik Diandra tempo hari.

****

Holla! Aku update lagi. Spam komen lagi yuk biar makin rame. Thanks to the moon buat yang udah mampir dan vote 😍






















Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang