Bagian 49

1K 19 0
                                    

Liur gadis itu kembali tertelan. Kedua pupil matanya terbelalak kaget. Bagaimana tidak kaget bila pemandangan panas di depan sana menyita seluruh perhatiannya. Dia bergeming selama beberapa detik. Sepasang kakinya berubah menjadi jelly, tidak bisa bergerak kemana-mana.

Sungguh dia seperti orang bodoh. Pelanga-pelongo tidak jelas, merekam setiap adegan yang tersaji di depan sana.

Jangan tanya lagi bagaimana bisa Grizzel menyaksikan ciuman panas tersebut kalau bukan karena jendela mobil mahal tersebut telah terbuka setengahnya.

Memperlihatkan bagaimana mesranya sepasang insan itu bercumbu.

"Gak, gak mungkin Arana. Aku pasti salah lihat," tukas saudari kandung Gissel itu menggeleng-gelengkan kepala.

Seolah lupa tengah menunggu kedatangan Arana, Grizzel berbalik. Kakinya ini entah mengapa ngacir meninggalkan area gerbang. Memorinya terus memutar adegan dimana Nando intens menyesap leher jenjang Arana bak seorang vampire yang kehausan darah.

Jangan bilang Arana, sang sahabat memiliki hubungan terlarang bersama kakak tirinya?

Grizzel sampai tidak fokus ketika berjalan gara-gara memikirkan asumsi tidak masuk akal barusan. Tubuh semok menggodanya
sampai menabrak seorang adik kelas. Bahkan, setibanya di kelas, remaja tujuh belas tahun itu tidak sadar, orang yang tadi tengah dia 'pergoki berciuman' telah anteng duduk di kursinya.

"Zel, boleh aku minta soal dari PR Biologi kemarin?" Arana mengeluarkan buku tulisnya  sembari melirik ke arah Grizzel sekilas.

Grizzel yang sejak awal melamun spontan terperanjat kaget. Sejak kapan Arana duduk di situ. Kenapa dia tidak dengar suara langkah kaki temannya ini?

"Zel?" Panggil Arana sekali lagi saat Grizzel tak mengindahkan ucapannya.

Grizzel tersadar begitu Arana menyenggol pelan lengannya. Mata sipitnya mengedip dua kali, tanda sedang berusaha menguasai situasi.

"Kau tadi butuh apa, Ran?"

"Soal dari PR Biologi kemarin," jawab Arana singkat. "Kamu lagi ada masalah ya? Dari tadi melamun aja?" tanya Arana seolah dirinya baik-baik saja.

Grizzel menggeleng, mengubah ekspresi  'banyak pikiran' di wajahnya. Dia enggan mencurigai Arana macam-macam. Bisa saja biji matanya salah lihat tadi. Lagipula, kalau pun Arana mempunyai hubungan dengan Nando, bukankah itu tidak masalah? Mereka cuma saudara tiri.

Yang membuat Grizzel gusar apabila Nando memaksakan perasaannya terhadap Arana. Terlihat dari ciumannya yang sangat menuntut tadi.

Puluhan kalimat positif thingking itu Grizzel rapalkan di kepala. Mau bagaimana pun dia tidak boleh berprasangka buruk terhadap sesuatu yang belum pasti kebenarannya.

"Gak ada apa-apa kok, Ran. Aku cuma lagi mikirin ulangan MTK besok." Tidak ingin berbohong lagi, Grizzel buru-buru mengambilkan buku tulis berisi soal-soal Biologi yang gurunya berikan semalam.

Arana meraih buku yang Grizzel angsurkan seraya berterimakasih. Ketika putri kandung Setya ini berbalik dan kembali fokus menyelesaikan catatan, mata Grizzel malah tidak sengaja menangkap bercak kemerahan di leher Arana.

Bercak merah selayaknya kissmark ini tentu memprovokasi Grizzel untuk memuaskan rasa penasaran serta khawatirnya. Feelingnya kurang baik ketika menatap bercak kemerahan tersebut. Buntut dari kejadian intim yang dia lihat di parkiran sekolah.

"Ran, ini ...." Bahkan, sekarang jari telunjuk Grizzel spontan mengarah ke bercak kemerahan yang terlihat di ceruk leher Arana.

Sadar kemana arah tunjuk sahabatnya berlabuh, Arana kontan mematung sesaat.
Refleks, dia menyentuh lehernya sendiri. Apa bekas ciuman tadi terlihat sangat jelas hingga Grizzel mampu melihatnya?

Arana menelan salivanya susah payah. Kenapa Grizzel bisa seteliti itu? Sekarang dia harus memberikan jawaban seperti apa? Mustahil dia mengadu. Yang ada kakak bejatnya itu semakin bertindak kurang ajar.

"Hmmm .... Kayaknya aku alergi, Zel. Rasanya juga gatal banget," ungkap Arana berbohong.

Mendapati jawaban seperti itu Grizzel tidak merespon apa-apa. Matanya justru menyipit, berusaha mencerna kalimat Arana
barusan. Meski tidak yakin, dia tetap mengangguk saja.

Namun, asumsi positifnya hari itu ternyata salah besar. Sekali lagi dia tidak sengaja menangkap interaksi aneh yang terjadi antara Nando serta Arana. Semula dia tidak berpikir macam-macam, akan tetapi kejadian berikutnya cukup membuat Grizzel menahan napas.

Dimana Nando tampak mengusap paha Arana dengan sensual meski orang lain mungkin melihatnya berbeda, tapi tidak untuk Grizzel. Penglihatannya sangat tajam. Begitu pula instingnya.

Grizzel yakin ada sesuatu di antara mereka ...

Keyakinan Grizzel semakin didukung tatkala Nando tampak posesif menarik tangan Arana menjauh saat sesosok kakak kelas menghampiri keduanya.

Sayup-sayup Grizzel mendengar Nando melarang Arana untuk bergaul dengan orang seperti itu. Padahal orang yang pria dewasa itu maksud merupakan ketua OSIS Patra Yudha yang kebetulan memiliki kepentingan dengan Arana.

Salah Grizzel mengidolakan Nando selama ini. Menilik dari ekspresi tidak nyaman Arana, gadis cerdas itu menyimpulkan ada yang tidak beres dari kakak tiri sahabatnya tersebut.

Dan di sinilah Grizzel berada. Mengejar Arana yang keluar kelas lebih dulu demi mengungkapkan perasaan khawatirnya. Ah, entah karena alasan apa kini Arana bukanlah teman sebangku Grizzel.

Tumpukan tugas yang menggunung mengakibatkan Grizzel tidak bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Arana. Arana yang didapuk menjadi perwakilan sekolah dalam Olimpiade Kimia tingkat nasional semakin memperkecil intensitas pertemuan mereka.

Pun rasanya kurang bebas jika Grizzel membicarakannya lewat pesan singkat. Arana bisa saja mengelak, berpura-pura seperti tidak ada yang terjadi.

Terburu-buru berlari, dia sampai tidak bisa memperhitungkan langkahnya. Tubuh moleknya nyaris terjerembab dan membuat sosok sahabatnya menghilang dari pandangan.

Hilang sudah kesempatannya untuk berbicara ....

***








Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang