Bagian 43

1.5K 21 4
                                    

Arana meneguk ludahnya kasar. Mata gadis itu melotot tajam bersama peluh yang terus mengalir. Suhu kamarnya pun meningkat drastis. Rasa takut yang akhir-akhir ini Arana rasakan kembali bermunculan di kepala membuat dia serasa ingin lenyap saat itu juga.

Sumpah demi apa pun dia ketakutan, tetapi pria sialan ini justru tersenyum lebar, abai terhadap reaksi berlebihan yang Arana tunjukkan. Jangankan mengusir Nando keluar, tangannya saja sudah gemetaran hebat sekarang.

Trauma itu nyata adanya, akan tetapi kakak tirinya ini seolah sedang mempermainkan kewararasannya yang tersisa hingga mangkok yang ada di pangkuan Nando terpaksa harus melayang ke lantai dan isinya berhamburan kemana-mana

Kuah panas dari sup ayam tersebut tentu mengenai tangan, paha dan kakinya.  Bukannya meringis kesakitan Nando justru tersenyum bagaikan psikopat. Ekor matanya terang-terangan melirik Arana tajam

Nando sebenarnya siap mengintimidasi. Namun, pengendalian dirinya beberapa minggu belakangan terlampau baik. Dia bangkit lantas meninggalkan Arana sendiri. Sungguh, jangan sampai karena keributan kecil ini semua orang jadi mengetahui apa yang telah dia perbuat.

Ya, topeng aslinya tidak boleh terbuka secepat ini. Biarkan waktu yang membuka kedok busuknya.

***
Tidak ada yang berubah dari diri Arana sedikit pun. Pandangan matanya selalu saja kosong. Pun tubuh langsing itu terlalu sering meringkuk di atas ranjang. Gadis remaja tersebut bahkan tidak sudi menjelaskan kondisi malangnya kepada siapa pun karena percuma, Nando pasti telah memutarbalikan fakta, memanipulasi keadaan sedemikian rupa hingga membuat sang adik tidak bisa berkutik atas apa yang dia ceritakan nanti ke orang-orang.

Dampak dari masalah yang terjadi hari ini adalah semakin menurunnya kesehatan putri Setya itu. Miranda saja tidak tega menyaksikan wajah pucat Arana setiap kali memasuki kamar gadis itu. Seminggu telah berlalu sejak pingsannya Arana di lantai kamar mandi tapi sampai detik ini tak ada  kemajuan yang signifikan.

Bahkan, dokter mendiagnosis anak gadisnya itu terserang gejala tipes tatkala terakhir kali Arana bermimpi buruk dan kesulitan tidur tiap malamnya dan setelah gejala tipesnya berangsur pulih, Arana seringkali tertangkap menangis ketika menyendiri.

Semua itu jelas Miranda saksikan melalui layar monitor cctv. Bukan kebiasaan baru lagi untuk si nyonya rumah memeriksa segala penjuru rumahnya dan dari sanalah Miranda dapat memantau keadaan rumah meski sedang berada di luar kota.

Berbeda dari hari-hari kemarin, tidak ada yang berani memasuki kamar Arana. Namun, dengan sendirinya Miranda memerintahkan Siti untuk memeriksa keadaan putri tirinya sekaligus memberitahu Arana bahwa dia dan  sang suami akan melakukan perjalanan ke luar kota.

Arana yang terbiasa mendekam di dalam kamar akhirnya keluar setelah sekian lama. Kakinya memang melangkah keluar, tapi dia sama sekali tidak berniat untuk turun ke bawah lalu memperlihatkan wajahnya yang menyedihkan.

Terlebih Arana tidak berani menghentikan sang ayah agar membatalkan rencananya begitu saja. Rencana perjalanan kedua orangtuanya sudah sering tertunda lantaran kondisi sang putri yang tidak memungkinkan  untuk ditinggalkan berdua dengan asisten rumah tangga.

Sementara Nando entah menghilang kemana. Pria itu sudah tidak lagi menampakkan batang hidungnya sejak insiden sup panas membakar kulit mulusnya.

"Kata Ibu, Mas Nando lagi ngawasi perkebunan sawit di daerah Siak, Non. Jadi untuk beberapa hari ke depan mungkin Mas Nando bakal gak ada di rumah."

Begitulah yang asisten rumah tangganya beritahukan kala Arana merasa aneh dengan ketidakhadiran Nando dua-tiga hari ini.

Tidak, dia tidak merasa kehilangan sosok bejat seperti Arnando Delicio. Hanya saja Arana berpikir tidak mungkin sang kakak semudah itu melupakan kejadian yang menimpanya terakhir kali, akan tetapi jauh di lubuk hati terdalam, Arana merasa bisa
sedikit bernapas lega sekarang.

Kewarasannya seolah sedang dipertaruhkan setiap kali mengingat kepingan peristiwa menyakitkan yang dia terima akibat pemerkosaan tempo hari. Menyebut kata 'pemerkosaan' saja kepalanya serasa dihantam batu besar.

"Aku gak boleh kayak gini terus." Arana terus memperingatkan dirinya agar tidak membayangkan memori-memori kelam tersebut berlarut-larut.

Sosok Setya dan Miranda lantas menghilang di balik pintu dengan Lontara yang sibuk mengangkat satu per satu koper sang majikan ke bagasi mobil.

Selepas deru mobil mewah yang orangtuanya tumpangi berlalu pergi, Arana segera memutar tumit, memilih kembali ke kamar untuk merehatkan badannya.

Tetapi lagi-lagi iris terangnya dibuat terkejut kala sosok tersebut menduduki ranjangnya sembari tersenyum ramah. Tak luput memainkan pisau buah yang terletak di atas meja.

****

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang