Bagian 57

510 10 0
                                    

Sepasang tungkai kaki tersebut berlarian memasuki lobi hotel. Langkahnya sukses menciptakan ritme tak beraturan di permukaan lantai marmer ini. Berulang kali sepasang biji mata itu mengedarkan pandang. Namun, sosok yang menerobos ke dalam mimpi buruknya tadi urung terlihat juga.

Raut tak tenang bercampur gelisah kentara membanjiri ekspresi gadis muda ini. Dengan terengah-engah dia berlari seusai turun dari taksi. Sama sekali enggan membiarkan jantungnya beristirahat mengambil napas sejenak. Mimpi buruk itu sungguh menakutkan.

Mimpi dimana dia melihat Arana dikelilingi oleh bayangan gelap dan dalam keadaan putus asa. Ceceran darah juga menjadi latar belakang mimpi menakutkan tersebut.

Hingga tanpa sadar tindakan impulsifnya ini membawa dia sampai kemari. Orang-orang bahkan menatapnya aneh. Seolah baru melihat alien turun ke bumi. Sadar resepsionis takkan membeberkan informasi secuil pun mengenai tamu, Grizzel memutar otak. Mencari cara agar bisa mendapatkan apa yang dia mau.

Alhasil, adik kandung Gissel ini melabuhkan pilihannya pada seorang OB. Laki-laki dua puluh tahunan yang sedari tadi curi-curi pandang ke arah Grizzel. Heran sekaligus merasa aneh melihat gelagat tak biasa sang dara.

Semula OB itu menolak. Tapi, setelah diiming-imingi segepok uang dia langsung mengiyakan tawaran Grizzel. Tak butuh waktu lama OB tersebut segera bergerak, sementara Grizzel menunggu dengan harap-harap cemas di sini.

"Apa pun yang terjadi aku gak akan pulang, Ran sebelum tau apa yang kau sembunyikan selama ini."

Lima menit berdiri di sana perasaan cemas dan tidak sabaran tersebut kembali menyeruak. Dia tidak akan merasa tenang sebelum bertemu sahabatnya itu sekarang. Bisa saja Arana berada dalam bahaya sekarang.

Ditambah kemungkinan-kemungkinan yang terus pupil matanya saksikan. Dia baru bisa bergeser ke sudut yang tidak terlalu terekspos oleh orang lain setelah sadar jadi bahan tontonan tamu hotel yang sedang lewat.

Grizzel terus mendekap ponsel di tangan sambil menggigiti bibir bagian bawahnya. Delapan menit berdiri di sini rasanya sudah seperti seabad. Bahkan, dia masih sempat mengidentifikasi pengunjung hotel yang lewat.

"Ran, mau gimana pun kondisimu aku gak bakal ninggalin kau sendiri. Dan kau gak boleh terluka selama aku masih hidup di dunia ini. Apalagi cuma karena orang-orang gak bertanggung jawab yang cuma mementingkan keinginannya," ujar Grizzel mulai meracau. Menunduk menatap lantai yang terasa dingin.

Tatkala mengangkat kepala dan menengok ke arah lift muncul-lah Arana dari dalam kotak besi tersebut. "Ran," lirihnya tersenyum tipis.

Ketika Arana berjalan mendekat Grizzel spontan memeluk tubuh kurus sang teman.
Perasaan lega menyusupi hatinya. Jantungnya yang seakan terasa mau lepas sejak memimpikan kejadian buruk tersebut kembali normal seperti sedia kala.

"Ran, kau baik-baik aja kan? Gak ada yang macam-macam samamu kan?" Grizzel spontan mencecar Arana tiada henti. Dia tak luput memeriksa kondisi Arana dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Pandangan sendu terlihat dari bola mata bening itu. Dadanya juga mencelos menilik kekhawatiran di mimik muka Grizzel. Sepeka itukah sang teman terhadap kondisinya?

Arana langsung melepaskan diri. Dia takut kakaknya tahu Grizzel kemari lalu menargetkan sahabatnya ke dalam bahaya. Sangat sadar respon Arana itu aneh, alisnya sedikit terangkat naik.

"Sebaiknya, kamu pulang dari sini, Zel. Aku gak bisa lama-lama di sini," tukas Arana mengusir Grizzel secara terang-terangan.

Grizzel memincingkan mata tajam. Bukannya menjawab apa yang dia tanyakan, Arana justru mengusirnya. Ada apa dengan cewek berambut panjang sepunggung ini?

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang