Bagian 4

4.5K 105 0
                                    

"Non, cepetan turun ke bawah. Ibu sama Bapak udah nunggu dari tadi." Kedatangan Bu Siti memutus adegan saling tatap dua anak manusia ini. Dari atas sini--Arana dapat melihat dengan jelas kalau Nando masih menatapnya lekat.

Setelah mengucapkan kata maaf ke Bu Siti sampailah Arana ke meja makan selepas menuruni beberapa undakan tangga. Setya menatap putrinya tajam. Tampak sekali dia tidak suka menyaksikan ketidakdisiplinan Arana.

"Duduk, Sayang. Tadi siang kamu gak sempat makan kan?" Miranda mengambil alih keadaan. Wanita anggun itu tidak mau suasana makan malam yang hangat berjalan kikuk.

Semula piring yang telungkup di meja makan itu Miranda balikan lalu mengisinya dengan dua centong nasi.

"Lain kali jangan dibiasakan tidur menjelang maghrib begini, Aran. Gak baik," tukas Setya menyerbu Arana yang baru mendaratkan bokongnya ke kursi meja makan.

"Maaf, Yah," tukas Arana berlapang dada minta maaf. Dia enggan membantah apalagi merusak suasana makan malam mereka.

Di samping Arana, Nando menatap gadis itu lekat. Bola mata cokelat jernihnya lanjut beralih melirik Setya yang memasang wajah setengah masam. Perasaan tidak terima melihat gadisnya diperlakukan demikian memunculkan kejengkelan yang cukup mendominasi di hati

Suasana makan malam mulai mencair tatkala Miranda memancing sang suami dengan gurauan konyol. Dua sejoli itu malah bercanda mesra di depan anak-anak mereka. Melupakan umur yang semakin bertambah tua, berharap keduanya bisa memperlakukan pasangan mereka nanti dengan baik, tetapi kegembiraan itu sirna kala Miranda mengungkit masalah perjodohan.

"Gimana sama pembibitannya, Nak? Lancar kan?" Pertanyaan pembuka tersebut mengarah ke Nando yang anteng tidak terusik.

"Lancar, Bu. Kayak yang Ibu minta. Tinggal penyemaian aja. Aku usahakan dalam tiga bulan ini penanaman."

"Ibu senang dengarnya. Kalau ada yang kamu butuhkan bilang aja ke Ayah." Nando mengangguk singkat, senyum kecilnya sedikit terkembang.

"Gimana sama rencana yang Ibu bilang kemarin? Kamu setuju kan?" Miranda menaikturunkan kedua alisnya, menatap jenaka ke sang anak.

Nando langsung mengunci mulutnya rapat. Meski begitu dia enggan memperlihatkan wajah kesalnya. Hanya rahang yang rada mengeraslah sebagai bentuk protes, sementara Miranda cukup tahu untuk tidak membahasnya lagi.

Dia tidak mau Nando hengkang dari meja makan karena kesal. Karakter antara dua bersaudara ini memang berbanding terbalik. Arana yang penurut dan Nando yang bisa kapan saja meledak-ledak bila Miranda melakukan sesuatu sesuka hatinya.

Demi menetralkan perasaan tidak senang itu, Nando menuangkan satu centong nasi ke piring Arana. "Tambah nasinya lagi. Porsi makan kamu terlalu sedikit untuk ukuran remaja yang lagi dalam masa pertumbuhan."

Setidaknya, Miranda bahagia melihat kepedulian putranya terhadap orang lain. Walau belum mau menikah, Nando melakukan tugasnya sangat baik ketika menjaga Arana tanpa perempuan paruh baya itu sadari semua perlakuan hangat Nando serta usapan tangan penuh kasihnya ke punggung tangan sang adik merupakan bentuk afeksi seorang kekasih.

****

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang