"Ran, coba lihat ke sana ... Rambut si Dipo dari hari ke hari makin ngembang ya. Kek indomie kerendem air sebaskom." Kalimat penistaan yang terucap di bibir Grizzel menelurkan tawa renyah Arana. Bibir merah glosy-nya sedikit tertarik membentuk senyuman seindah bulan sabi. Meski terkesan body shaming, ada saja cara partner in crime-nya menghibur.
Suasana lorong yang ramai tak memudarkan semangat Grizzel untuk menghina rambut legend Dio si anak IPS 5. Istirahat jam pertama memang sedang berlangsung tapi bukannya mengisi perut di kantin keduanya malah asyik jalan-jalan mencari udara segar. Kata Grizzel sih pengap terus menerus berada di kelas apalagi dengan pemandangan teman-teman ambis mereka yang tidak tahu tempat.
Sementang mendapat nilai bagus di ulangan kemarin, semakin giat saja mereka mengulas soal-soal tersebut. Grizzel jadi keki setengah mati. Rasa kesal melihat mereka tiada henti belajar mengantarkan cewek berdarah Tiongkok ini menarik tangan Arana untuk minggat.
Pemandangan di luar sana jauh lebih menarik dibanding apa pun. Terlebih berbagai varietas manusia berkumpul jadi satu. Tentunya mengundang gelak tawa Grizzel sebagai cewek paling santai semuka bumi.
"Andai bisa jadi siswi di dua kelas, aku mau mengabdikan diri sebagai murid IPS paling teladan yang bakal mengisi keceriaan di Patra Yudha. Bukan begitu, Ibu Arana Swephira?" Mendengar celetukan nyeleneh Grizzel, Arana cuma bisa tergelak kecil. Kepalanya ikut mengangguk membenarkan ucapan sang teman. Berdekatan dengan Grizzel mampu membuatnya awet muda.
Mau dilihat dari segitiga sama siku sekali pun, Arana tidak pernah menyesal memiliki teman sebaik Grizzel walau perempuan itu sedikit malu-maluin.
"Mari kita jelajahi karya dari anak-anak bahasa yang bakatnya melebihi seorang pujangga," tukas cewek berambut sebahu ini menuntun Arana, sementara anak kandung Setya ikut-ikut saja. Dimana Grizzel menginjakan kaki disitulah Arana berada.
Langkah dinamis keduanya lekas berbelok ke arah mading yang tegak berdiri memenuhi separuh dinding.
"Wow, lihat, Ran. Puitis banget dia. Pasti kalau dia cowok, fans ceweknya bejibun dimana-mana. Jarang-jarang lho anak remaja kayak kita suka sama puisi. Kalau orang dulu mah gak usah ditanya, gombalin pacar lewat surat aja mesti pakai puisi berbait-bait. Romantis banget gak tuh?"
Arana terus menyimak apa yang Grizzel ocehkan. Dia tidak bosan-bosan menjadi pendengar walau kebanyakan obrolan temannya itulah yang mendominasi. Cukup menyaksikan binar terang di iris coklat madu ini maka hatinya sudah puas. Toh, selama ini Grizzel-lah yang mau jadi teman anak sependiam dirinya.
"Kau kalau ditembak Khalil pakai puisi bakal seneng gak, Ran?" Mulai deh pertanyaan unfaedah tersebut muncul padahal baru saja dia memuji sosok Grizzel dalam hati.
Arana yang sudah hapal tabiat cewek ceria itu cuma bisa mengulum senyum setelah menaikan kedua alisnya karena kaget.
"Kalau nembak pakai puisi yang ada bakal gak jadi mati dong, Zel. Gimana sih pertanyaan kamu? Aneh banget," jawab Arana tidak sesuai harapan. Jurus berkelit Arana sudah naik setingkat.
Grizzel melarikan arah tatapannya. Selalu ketika membahas orang yang Arana sukai, pikiran licik sang teman sangat pintar menghindar. Ngeles bin ngibulnya semakin di depan. Urusan hati memang sangat jauh dari impian Arana. Agaknya halal menempeleng kepala Arana sekarang.
"Pinter banget ya, Ran ngelesnya. Aku jadi pengen ngasih kau hadiah deh."
"Hadiah apa? Gak sabar pengen dapat hadiah." Arana cengengesan serupa anak kecil, binar di matanya ingin sekali Grizzel lenyapkan saking kesalnya.
"Hadiah jitakan!" Tepat bersamaan dengan itu kepala Arana dijitak sedikit kuat oleh Grizzel. Arana mengadu kesakitan tapi si tersangka utama berjalan pelan
meninggalkannya.Kecepatan langkah Grizzel yang menyamai siput dapat Arana kejar. Keduanya asik tertawa-tawa dengan jokes gaje ala anak burung biru. Tidak sadar mereka sudah berdiri di depan kelas. Siap menerima pelajaran yang bagi Grizzel selalu mengakibatkan otaknya berasap.
Namun, baru selangkah mereka mengurangi jarak, seorang cowok melesat penuh pesona di atas papan skateboardnya. Jangan lupakan paper bag yang dia tenteng. Suara nge-bass-nya dari ujung ke ujung terdengar menyuruh orang sekitar untuk minggir jika tidak ingin tabrakan beruntun terjadi.
"Kebiasaan banget si Canoy. Gak ada otaknya datang-datang kek ngajak orang sekampung tawuran. Menganggu banget sumpah," keluh Grizzel saat Erick menginterupsi jalan mereka. Dasar bocah serampangan!
"Udah, ayok masuk. Biarin aja dia."
Arana dengan mantap menarik pergelangan tangan Grizzel. Dia tidak mau cewek manis yang berstatus teman baiknya ini mendumel terus sambil mengerucutkan bibir kesal.
Sesampainya di dalam kelas, mata mereka terbelalak melihat pemandangan yang tersaji di depan mereka detik ini. "Dia ngapain, Ran?" Grizzel tentu bertanya. Aneh saja menyaksikan cowok keturunan Filipina itu berdiri di depan meja mereka menaruh kantong bawaannya. Dia mau minta bansos?
"Tolong bagiin coklatnya ya. Oh ya, jangan lupa note-nya dibaca," seru bocah labil itu sok cool.
Apa sih gaje banget! Batin Grizzel geli sendiri.
Bukan, bukan Grizzel yang si Canoy itu ajak bicara melainkan Arana. Jangankan cewek asal Palembang ini, Arana yang diajak bicara pun membelalakan matanya. Dengan cepat keduanya berjalan mendekati meja kesayangan yang sudah enam bulan menemani mereka.
"Jangan lupa notenya dibaca ya. NOTE itu yang penting!" teriak cowok bermarga canoy itu mengingatkan Arana kembali sebelum berlalu pergi. Arana serta Grizzel bertukar pandang lagi.
Kayaknya dia salah makan deh? Grizzel yakin sekali. Bisa jadi karena bocah itu sedang demam karena terkena serangan panas. Jadi, otaknya rada konslet sedikit.
"Baca aja, Ran. Itu coklat kok isinya bukan bom apalagi surat kaleng alay kayak remaja tahun 2000an," seru Akbar nampaknya tidak sabar mendapat bagiannya. Pasti si Canoy sama Akbar sudah kongkalikong.
Sesuai instruksi Akbar atau karena sugesti cowok itu, Arana dengan cepat membuka kantong kertas yang Erick bawa. Dia sama penasarannya dengan Grizzel. Saat semuanya terbuka note pink dengan aksen bunga lily tampil jelas di indera penglihatannya.
"Aku tahu hadiah ini gak seberapa, Ran untuk menggambarkan rasa suka aku sama kamu. Kamu bisa sebut ini alay, tapi perasaan manusia kan gak bisa diganggu gugat. Aku udah suka sama kamu dari lama, semoga dengan sekantong coklat yang aku bawa ini hati kamu terketuk untuk natap ke arah aku," urai Arana membaca note kecil tersebut dengan terheran-heran.
Semburan tawa Grizzel keluar mendengar kealayan bocah Filiphina berdarah campuran Melayu tersebut. Apa dia bilang tadi, perasaan tidak bisa diganggu gugat? Hahaha, rasanya cewek jakung itu hendak mengatai si Canoy begok. Mana mau Arana menjalin hubungan dengan cowok tidak jelas kayak dia.
"Udah, Ran. Siniiin kantongnya. Biar aku bagiin ke yang lain. Kau jangan lama-lama baca note gaje itu. Siapa tahu ada semar mesemnya," tutur Grizzel ngadi-ngadi.
Tangan lentik sahabat karib Arana kontan menaruh dua batang coklat serta setoples coklat mahal ini di depan Arana. "Buat kau. Gak boleh makan kebanyakan nanti sakit gigi."
Spontan Grizzel berlalu dari hadapan Arana. Dia dengan cekatan membagikan pemberian Erick ke teman sekelasnya. Seumpama ibu RT yang membagikan sembako dari Kemensos.
Arana menggelengkan kepalanya. Senang sekali Grizzel kala membagikan perantara si Canoy dalam mengungkapkan perasaanya. Tanpa Arana lihat, air muka Khalil sudah berubah menyeramkan. Tangannya mengepal sedikit kuat. Perasaaan cemburu itu mendominasi.
****
Holla! Aku update lagi. Jangan lupa vote dan komennya ya biar aku bisa nyapa kalian.
Yang mau baca Arana lebih cepat bisa mampir ke Karyakarsa @purpleflo ya. Udah ada bagian 9 dan 10 di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Or Lovers [21+]
Teen FictionDisakiti secara mental nyatanya jauh lebih mengenaskan daripada dilukai secara fisik. Namun, apa bedanya jika Arnando Delicio melakukan keduanya pada Arana. Dia menyakiti gadis itu, membuat mental sang adik jatuh-sejatuh-jatuhnya hanya karena satu k...