Bagian 2

5.4K 107 5
                                    

"Berarti untuk menyelesaikan soal ini kita perlu menggunakan rumus permutasi. Jadi, ketika tampil nanti kelompok kita bisa menyajikan teori peluang lewat dadu-dadu yang Bu Debi jadikan opsi. Gimana? Setuju kan?" tanya si ketua kelompok dengan kalimat baku dan menjanjikannya. Persis seperti calon legislatif ketika mencari dukungan rakyat di pemilihan umum.

Anggota kelompok yang terdiri dari tiga laki-laki dan dua perempuan tersebut nampak mengangguk-angguk bagai anak ayam yang sedang dimarahi induknya.

"Aku sih like, Lil," seru Adam yang duduk tepat bersebelahan dengan Khairani.

"Aku juga setuju. Mayan dapat poin tambahan dari Bu Debi yang pelitnya mengalahkan anak-cucu Qarun." Khairani menimpali lugas. Lagipula, siapa yang tidak mau poin tambahan? Anak curut di got pun bakal ikutan ngiler melirik poin tambahan yang susah sekali keluar dari kantong guru matematika itu.

"Aku ikut aja. Otak dua pentiumku gak akan sanggup mikirin teori lain, hehe."

"Aku juga sama."

Adam dan Akbar, dua sejoli yang tidak mudah terpisahkan itu menyuarakan pendapat yang sama. Apalagi si cantik menggoda Khairani. Mereka sama-sama nugu dalam pelajaran dengan hitung-hitungan tingkat Einstein tersebut.

Khalil pun senang. Ternyata teman-temannya begitu mudah diatur. Jadi, dia tidak perlu susah payah berdebat selayaknya capres-cawapres di siang bolong begini. Tapi, ada satu suara yang belum telinganya dengar kali ini. Siapa lagi kalau bukan Arana Swephira. Gadis yang mengikat rambut panjangnya sedikit agak tinggi tersebut.

"Kalau menurut kamu gimana, Ran?" Khalil memfokuskan tatapannya ke Arana yang kelihatan menunduk entah mencoret-coret apa di note kosongnya.

Semula cowok tampan berkacamata doraemon tersebut santai saja membiarkan Arana tapi sekarang dia tidak yakin teman sekelasnya itu mendengarkan apa yang mereka bicarakan barusan.

Sepuluh detik berlalu pertanyaan Khalil tidak berbalas. Ucapannya barusan bak angin lalu yang tidak kelihatan wujudnya. Adam nampak menahan napas. Dia sangat mengenali bagaimana sikap sahabatnya ini. Namun, selang tiga detik kemudian perkiraan Adam agaknya meleset. Terbukti dari seulas senyum yang timbul di belahan bibir cowok paling berwibawa di Patra Yudha itu.

Khairani yang menyaksikan ini cuma bisa menahan tawa. Mana bisa sepupunya itu marah ke perempuan yang sudah lama dia taksir. Grizell juga sama. Gemas sekali dia melihat ketidakfokusan Arana. Grizell yang memang kebetulan duduk bersebelahan dengan kelompok Khalil pun berusaha menarik temannya ke kenyataan.

Bisa gaswat kalau Khalil marah apalagi ngambek kayak cewek. Gonjang-ganjinglah seluruh tatanan kelas sebelas ipa dua ini.

"Ran ... Arana," lirih Grizell kian gencar menusuk-nusuk punggung gadis cantik ini. Untung kesabarannya setinggi gunung Himalaya kalau tidak sudah dia tendang Arana ke kutub utara.

Arana yang merasa dipandangi oleh berpasang-pasang mata lantas mengangkat kepala. Bola mata polosnya mengerjap-ngerjap lucu. Bukannya kesal karena Arana tidak fokus, Khalil malah tersenyum semakin lebar.

Dasar bucin, pikir jahat Adam menistakan Khalil.

"Eh, sorry kalian ngomong sama aku ya? Maaf aku sedikit gak fokus tadi," ucap Arana mengigit bibirnya pelan. Sungguh dia merasa bersalah. Apalagi dengan Khalil yang sepertinya lelah bercuap-cuap dari tadi.

"Gak papa, Ran. Kamu masih sakit ya? Kalau iya, ke UKS aja. Nanti aku yang izin ke Bu Debi." Khalil berinisiatif seumpama pahlawan DC Comic untuk Arana. Satu kesempatan pun takkan Khalil lewatkan begitu saja.

"Gak kok, Lil. Tadi aku cuma lagi mikirin sesuatu. Maaf ya kalau gara-gara aku diskusi kelompok kita jadi terganggu."

Khairani mengusap bahu Arana lembut. "Gak papa, Ran. Santai aja. Orang yang cuma mikir di sini si Bapak Ketua, Khalil Gibran. Kita mah ngangguk-ngangguk bae."

"Oke kita lanjut ya." Khalil kembali mengkomando acara diskusi mereka setelah Arana menjawab dia setuju akan ide yang si ketua kelompok jabarkan.

Meski diskusi tetap berlanjut, kepala Arana tetap tidak mau diam memikirkan segala tindak-tanduk Nando beberapa minggu belakangan. Sikap hangat berlebihan yang sang kakak tunjukkan tentu mengusik dirinya. Apalagi tatapan penuh cinta yang secara tidak langsung pria itu berikan. Aish, makin bertambah semrawutlah seisi kepalanya.

****

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang