Bagian 17

2.1K 38 5
                                    

Baru menjejakkan langkahnya di halaman parkiran, sebuah cekalan menarik pergelangan tangannya. Jantung Arana nyaris copot jika tidak meneliti senyum selebar daun kelor yang Grizzel pasang di bibirnya. Gara-gara cewek usil ini mengatakan tentang penguntit, Arana selalu waspada tiap saat. Kejahatan zaman sekarang tidak pandang bulu.

Bisa saja dia yang tidak pernah mencari masalah dengan orang lain malah menjadi korban. Air muka Arana berubah kecut. Dia kesal sekali menyadari ekspresi Grizzel yang tidak ada rasa bersalahnya. Kalau remaja seumuran mereka bilang, inilah defenisi kawan laknat yang sesungguhnya.

"Ekspresinya dikondisikan dong, Mbak. Kita kan mau happy-happy sebentar lagi," seru Grizzel seakan hendak mengajak Arana berbuat maksiat. Mimik muka murid kesayangan Bu Tari ini tidak berubah sama sekali meski diminta begitu. Kekesalannya bertahta di urutan teratas.

"Lagipula, aku narik kau tadi supaya rencana kita kali ini berhasil. Meski Kak Nando itu baiknya mengalahkan mimi peri, aku masih agak sanksi dia gak ngizinin kau pergi. Bisa-bisa Kak Nando ngira aku membawa pengaruh buruk padahal kan gak gitu ya."

Lihatkan seberapa pintarnya anak manusia ini ngeles. Pantas bila Grizzel pernah menyabet juara satu dalam lomba debat tingkat sekolah sekabupaten sebab argumennya yang tidak ada habisnya. Perang lidah bersama Canoy sampai bengek saja Grizzel sanggup apalagi membujuk Arana untuk ikut. Itu sangat gampil.

"Ayo, kita pergi!" Tarik Grizzel memaksa temannya beranjak, akan tetapi akal sehatnya masih berfungsi. Dia masih ingat seberapa kolotnya Nando akhir-akhir ini. Pria dua puluh sembilan tahun tersebut mengalahkan didikan para orang tua zaman dahulu. Ya, mau ditarik seberapa kuat pun oleh Grizzel, Arana masih tertahan di tempat.

"Ngapain diam disitu aja sih, Ran. Buruan ah. Nanti gak sempat siap-siap. Kalau yang kamu pikirin Pak Lontara, tenang aja aku izin ke beliau kalau kamu hari ini pulang sama kita. Jadi, sans ae."

Mendengar ucapan Grizzel, mau tidak mau Arana patuh saja. Dia masuk ke dalam mobil Grizzel dan menyamankan diri di dalam sana. Dua puluh menit perjalanan akhirnya Honda Brio putih ini memasuki gerbang tinggi sebuah rumah mewah. Bisa dibilang rumah mereka hampir serupa tapi tak sama dari sisi bangunannya.

Hanya saja halaman luas rumah Arana menyerupai mansion-mansion di dalam film. Memiliki puluhan hektar kebun sawit tak menutup kemungkinan kalau keluarga mereka memiliki hunian sebesar ini. Dan Nandolah pewaris tunggal yang akan memiliki semua kekayaan tersebut.

Mari lupakan Nando dan segala kekayaannya kini Arana dihadapkan oleh sesuatu yang lebih menakjubkan lagi. Dimana Grizzel dengan santainya menyuguhkan beragam aksesoris, gaun dan sepatu di dalam laci yang terbuka lebar itu.

Puas dengan keterkejutannya, mata Arana berpindah tatapan ke Grizzel. Alisnya terangkat naik, agak bingung akan maksud putri Meylira Tan itu.

"Zel, serius kita seheboh ini cuma buat ke pesta?" tanya Arana agak bingung dengan pemikiran Grizzel yang out of the box.

"Beneran dong, zheyeng. Pilih aja yang kau suka. Semua ini free tidak dipungut biaya."

Grizzel berlagak seperti seorang pelayan sebuah rumah mode mewah yang tengah melayani customer VIP. Kegembiraan temannya itu meningkat berkali-kali lipat. Entah apa yang Grizzel pikirkan, Arana pun tidak tahu.

"Daripada bengong lebih baik kita pilih baju sekarang. Acaranya jam empat. Bisa-bisa ketinggalan kereta kita nanti." Untuk kesekian kalinya cewek China-Indonesia itu menyeret Arana mendekati tiga buah lemari besar yang pintunya masing-masing telah terbuka.

Seolah tengah mengalahkan bakat emak-emak, Grizzel cekatan mengambil beberapa gaun lantas mencocokkan ke badan Arana. Hal yang sama pun dia lakukan untuk diri sendiri. Selama proses mencari gaun, ocehan Grizzel tidak mau berhenti mengisi ruang yang difungsikan sebagai ruang wardrobe. Beralih dari gaun, keduanya lantas melihat dan mencoba-coba satu dua foundation serta lip creame.

Ketika si nona muda pemilik rumah menyapukan warna chery ke permukaan bibirnya, fokus Arana tertuju pada ponsel. Dia teringat akan file soal olimpiade tahun kemarin yang hendak Khalil kirim ke Arana agar memantapkan persiapan sang pujaan hati. Pemuda itu bilang file soal ini dia dapatkan dari seorang kakak kelas. Namun, bukannya membalas pesan Khalil, sebuah chat dari Nando menginterupsi niatnya.

Arnando Delicio
Kamu kemana aja, Arana ... Udah puas bikin orang rumah khawatir? Sekarang pulang! Jangan pancing emosi Kakak lagi atau kamu yang rasakan akibatnya nanti.

Arana terperanjat kaget. Dadanya berdegup kencang membaca kalimat penuh kemarahan tersebut. Belum sempat mengetikan balasan, kakinya sudah lebih dulu beranjak keluar otomatis meninggalkan kediaman Grizzel tanpa sepatah kata.

****

Makin gak waras nih cowok 😭

Makasih ya udah mampir ke Brother Or Lovers. Jangan lupa tinggalkan jejak. Kalau suka sama cerita ini share yuk ke temanku biar makin banyak yang baca Brother Or Lovers 😍

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang