Bagian 30

1.8K 23 0
                                    

Satu buah laptop keluaran Korea terhampar di meja setinggi perut. Layarnya tak berhenti mengedip meski dibiarkan begitu saja oleh sang tuan. Entahlah, kedua makhluk berjenis kelamin perempuan ini nampaknya sedang dilanda kebingungan tingkat dewa.

Dimana permasalahan yang mereka alami tidak lepas dari tugas-tugas sekolah dan segala tetek bengeknya.

Bahkan, Grizzel yang sedari tadi anteng tidak seperti cacing kepanasan terpaksa berdiri mondar-mandir lalu mengigiti kuku jarinya. Sesekali kepalanya ikut menggeleng.

Menolak ide bodoh yang sempat terlintas, sementara Arana masih diam di tempat sembari mengacak-ngacak file di penyimpanan cloud laptop pemberian ayahnya.

Bukan cuma Grizzel saja yang pusing setengah mampus kali ini, Arana yang terkenal rajin dan pintar tidak luput dirundung kepanikan layaknya sang teman.

Bagaimana tidak puyeng jika hasil penelitian untuk makalah fisika mereka mendadak main petak umpet, entah kemana rimbanya. Seingat Arana dia sudah menyimpan file tersebut dengan back up yang cukup banyak.

Walaupun Arana yang bertugas mencari si file, Grizzel tetap tidak bisa tenang. Dia panik bukan main sebab makalah yang sedang mereka kerjakan seminggu lalu harus dikumpulkan besok.

Bukannya Grizzel pesimis terhadap usaha Arana, dia hanya takut saja kena semburan maut lantaran tidak bisa memenuhi tenggat waktu yang telah sang guru tentukan.

Buntu adalah kata yang tepat mewakili kesialan mereka pagi ini.

Weekend yang biasanya digunakan untuk main dan beristirahat terpaksa ditunda terlebih dulu. Mereka akan terkena masalah jika makalah tersebut tidak selesai hari ini juga.

Itu pun setelah Bu Cheryl memberi kompensasi terhadap Arana yang terlambat mengerjakan tugas kelompok mereka lantaran mengikuti OSN tempo hari.

"Ran, udah ketemu? Aish, mampuslah kita kalau gak siap hari ini. Bisa dihempaskan Bu Cheryl kita sampai ke Grand Canyon."

Grizzel tidak berhenti mondar-mandir sekaligus ngoceh-ngoceh tidak jelas mirip tukang gosip. Kakinya tidak mau diam sebelum Arana menemukan file penelitian yang mereka lakukan di laboratorium seminggu lalu.

"Belum, Zel padahal seingatku udah kesimpan file-nya di g-drive," jawab Arana yakin akan ingatannya.

"Coba ubek-ubek di penyimpanan laptopnya, Ran atau cek di wps hape tempat kita nyimpan bahan penelitian kemarin. Siapa tahu nyelip di sana."

Arana menggeleng kecil. Dia sudah mencari file tersebut di semua device, tapi tetap saja file makalah mereka tidak mau menampakkan wujudnya.

"Maaf Zel, andai aku cek dua kali waktu itu, mungkin gak akan kejadian kayak gini."

"Sans aja, Ran. Gak perlu minta maaf lagipula emang Bu Cheryl-nya aja yang gak punya belas kasihan. Kasih diskon waktu gitu. Udah tau anak didiknya sibuk OSN, masih aja kekeuh harus siap besok. Sumpah, aku gak habis thinking."

Dengan manjanya Grizzel merangkul pundak Arana, menyalurkan semangat agar mereka kuat menghadapi setengah cobaan hidup di usia delapan belas tahun.

Apakah ini yang disebut  dengan ketidakberuntungan bertahap? Agaknya karena Grizzel jarang beribadah di kuil makanya dewa-dewi di atas sana menghukumnya.

"Gimana kalau kita nyari referensi di google. Terus kita terapkan metode ATM. Amati, tiru, modifikasi. Praktis dan tentunya lebih efisien," tawar Grizzel memberikan ide brilian yang sudah jelas makalah mereka langsung dicampakkan ke tong sampah saat itu juga.

"Gak bisa, Zel. Taulah gimana telitinya Bu Cheryl. Bahkan, web pendeteksi plagiasi aja kalah jelinya," jelas Arana masih berjibaku dengan laptop di pangkuan. Benda elektronik itu telah berpindah lima kali selama Arana mencari data-data yang hilang entah kemana.

Grizzel mengetuk-ngetukan telunjuknya ke jidat, berpikir keras agar permasalahan pelik mereka cepat teratasi.

"Gimana kalau kita minta tolong, Khalil. Dia kan Falling In Love With You." Ide yang cukup bagus walau disampaikan dengan kalimat yang sedikit mengada-ngada. Mana mungkin Khalil menyukainya kan? Kalau untuk berteman Arana rasa masih masuk akal.

"Apaan sih, Zel. Mana ada dia jatuh cinta sama aku. Ngawur kamu. Lagipula, gak enak ngerepotin dia terus," oceh Arana tidak enak hati kala Grizzel menyebut-nyebut tentang Khalil.

"Gak ada yang 'tidak mungkin' di dunia ini besti. Lagian, spaneng banget sih dengar nama Khalil disebut," ejek Grizzel di akhir kalimat. "Jadi ini gimana, Ran. Gak mungkin kan kita terus berpangku tangan menunggu jawaban dari langit," lanjut Grizzel melebih-lebihkan ucapannya.

Kalimat Grizzel barusan membuat Arana mulai merenung. Begitu pula sahabatnya yang semula hendak berpasrah diri, tanpa mereka sadari seseorang tengah memandangi keduanya lekat dari lantai dua di atas sana. Tubuh tegap pria itu berdiri sambil berpangku tangan di dada.

Dengan langkah pasti kakak tertua Arana ini menuruni satu per satu undakan tangga yang mengular panjang. Badannya yang sudah dibalut kaos kelihatan sempurna selayaknya idol di dunia nyata.

Suara derap langkahnya tentu terdengar hingga menyebabkan kepala dua gadis cantik itu menoleh ke arah tangga, ingin tahu siapa gerangan yang datang.

Arana tidak terkejut lagi melihat Nando di sini. Akhir pekan mengakibatkan pria mapan tersebut masih santai berkeliaran di rumah walau jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.

Daripada memandangi si kakak yang auranya begitu mendominasi sangat kuat, jari-jemari Arana memilih sibuk mengetikan sesuatu di laptop, masih berusaha mencari file penelitian mereka.

Makalah ini mesti selesai sebelum hari berganti dan mereka mendapat omelan maha dahsyat karena tidak tepat waktu, sedangkan Grizzel sedikit mematung di tempat duduknya.

Dia agak terkesiap menilik
keberadaan Nando di radar yang cukup dekat. Ah, tidak, lebih tepatnya dia tersihir akan pesona dan ketampanan seorang Arnando Delicio.

Mulutnya sampai terbuka lebar kala menatap kakak Arana ini. Nyaris kemasukan lalat jika tidak mingkem secepat kilat. Beruntung liurnya tidak ikut bercucuran juga.

Awalnya Grizzel pikir Nando tidak sedang di rumah jadi dia santai saja tanpa pusing memikirkan bagaimana bersikap slay dan anggunly.

"Ke sinikan laptopnya." Suara tegas tersebut mulai terdengar usai melihat dengan jelas kerutan yang tercetak di jidat adiknya. Gerak-geriknya terkesan buru-buru seolah sedang dikejar sesuatu.

Arana kontan mengangkat kepalanya. Dia mematung sekian detik sebelum ditarik kembali ke kenyataan selepas Nando berdecak lantas mengambil paksa laptop tersebut. "Kalau gak mampu itu minta tolong.  Jangan diam aja, mau sampai kapan tugasnya selesai?" Biji mata Nando tajam menilik kedua remaja yang saling mengunci rapat mulutnya tatkala dia mulai bersuara.

Ditatap setajam itu Arana buru-buru melarikan arah pandangannya sesaat. Jujur, gadis belia ini bingung menjawab pertanyaan Nando. Dia bukan sok pintar atau apalah. Menyusahkan orang lain untuk hal-hal kecil bukanlah gaya putri sematawayang Setya ini.

Lain Arana, lain pula dengan Grizzel. Cewek yang mengikat kuda rambutnya itu justru berbinar terang menyadari perhatian kecil yang Nando selipkan. Dan dia semakin terpana melihat betapa cekatan serta fokusnya laki-laki itu ketika sedang bekerja.

Ingin rasanya Grizzel mengarungi Nando lalu membawanya pulang.

***

Holla! Aku update lagi. Yuk, ramaikan dengan vote dan komen di setiap partnya supaya aku makin semangat. Oh ya, doakan supaya cerita ini cepat selesai aku tulis biar bisa lanjut ke cerita baru.

Thanks buat yang udah mampir, vote dan komen. I Love you all 😘











Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang