Bagian 44

1.4K 27 2
                                    

K-kenapa k-kakaknya b-bisa ada di sini, bukankah dia ....

Air muka Arana berubah pucat pasi. Alarm bahaya di tubuhnya berbunyi keras sekali, ditandai dengan keringat yang mengucur di sepanjang leher jenjangnya.

Sampai detik ini Arana sulit sekali mengendalikan diri semenjak kejadian di Bandung waktu itu memberi trauma padanya.

Melihat Nando tersenyum seperti itu jelas membangkitkan kenangan buruk yang silih berganti menimpa.

"Kemari .... Kakak masih punya satu hukuman buat kamu mengingat terakhir kali tingkah kamu sudah melewati batas."

Diberi perintah seperti itu Arana enggan menurut. Dia masih mematung di tempat. Sama sekali tidak peduli akan kalimat yang baru saja Nando ucapkan.

Sadar gadis kesayangannya ini enggan menurut semudah itu, Nando spontan mengambil sikap. Dia melangkah perlahan mendekati Arana. Berusaha mengikis jarak yang terbentang walau cuma beberapa jengkal saja.

"Kamu paling ahli menguji kesabaran kakak, Sayang," ungkap Nando mengangkat senyum sinisnya.

Bukannya melukai atau menyeret Arana serupa keadaan di villa waktu itu, Nando justru membenarkan anak rambut putri kandung Setya yang berantakan.

Pria yang jambangnya sudah dicukur rapi tersebut mendekat ke Arana, meniup sensual telinga sang adik lalu membisikan sebuah kata-kata, "Makin kamu bungkam, makin Kakak pengen melumat bibir kamu yang ranum," ucap Nando begitu entengnya. "Setidaknya, bibir indah kamu berguna buat memuaskan kerinduan kakak."

Jijik sekali Arana mendengarnya. Bohong kalau dia tidak ingin menampar pria sialan ini sekarang. Kemarahannya lantas tersulut, tapi meski begitu ketakutanlah yang paling mendominasi kepala Arana.

"K-kakak mau apa??" Spontan Arana menghindar saat dengan lancang sang kakak menarik dagunya.

Nando melirik Arana sekilas. Dia sama sekali tidak menjawab apalagi menjauh dari tubuh ringkih gadis di hadapannya. Tak sampai satu menit Nando merealisasikan niatnya. Dia menarik tengkuk Arana, menempelkan bibirnya ke benda kenyal sang adik.

Arana jelas memberontak. Tentu usahanya tidak akan cukup menyingkirkan pria gila ini. Tidak ada kata menyerah. Nando semakin memperdalam ciuman mereka. Lumatannya kasar, penuh akan nafsu.

Arana sama tidak menyerahnya. Tangannya terus berusaha memukul-mukul dada sang kakak tiri, sementara Nando tidak begitu mempedulikannya. Iris matanya justru menatap Arana penuh cinta. Menyalurkan hasratnya yang sudah lama minta dituruti.

'Percuma kamu menolak sedemikian rupa sayang, Kakak semakin tertantang membuat kamu tenggelam dalam ciuman ini.'

Selama lima menit Nando tidak melepaskan tautan bibir mereka. Bahkan, dia yakin sekali liurnya sudah bercampur dengan ludah Arana.

Sesekali iseng dia mengigit bibir gadis cantik ini, tak lupa memberi Arana pengalaman pertama mengenai french kiss.

"Bibir kamu manis," puji Nando blak-blakkan sambil mengusap bibir Arana yang sedikit bengkak itu.

Jujur, dia enggan melepaskan ciuman tersebut, tapi apa boleh buat dia tidak tega melihat sang adik kesusahan bernapas.

Tidak tahan terus-menerus dilecehkan, tangan Arana kembali melayang ke pipi mulus Nando. Cukup keras Arana memberi pelajaran terhadap pria tak berotak tersebut.

Di sisi lain Nando sama sekali tidak terkejut. Dia sudah memprediksi tiap gerakan yang akan Arana ambil. Namun, ketenangannya justru disambut dada sang adik yang naik-turun menahan emosi.

Raut wajah Nando memang masih setenang air mengalir, akan tetapi tidak dengan tangannya yang mulai mencengkeram pergelangan tangan Arana.

"Kamu benar-benar udah melewati batas! Kamu pikir kakak sesabar itu menghadapi semua tingkah kamu?"

Arana meringis kesakitan. Cengkeraman tangan Nando begitu kuat. Bahkan, Arana rasa pergelangan tangannya sudah memerah.

"Lepas," lirih Arana sekali lagi memberontak. Dia tidak akan tinggal diam diperlakukan seperti ini.

"Diam! Jangan memberontak!" Bentakan Nando kontan membuat Arana tergugu ketakutan. Tubuhnya gemetaran hebat. Nada keras yang sang kakak ucapkan mengingatkan Arana pada malam dirinya diperkosa.

Lima belas detik terlalui entah mengapa hati Nando mulai melunak. Dia merubah ekspresi wajahnya secepat kilat agar tujuannya kemari cepat terealisasi. Jujur, dia muak bila terus mengingatkan Arana untuk sadar akan  posisinya saat ini.

"Jangan membantah lagi, sayang. Kakak tahu kamu ketakutan jadi mari sekali lagi kita perjelas posisi kamu." Nando berhasil menarik Arana duduk di tepian ranjang.

Dia membuat sang adik terduduk tepat dipangkuannya. Arana yang sudah tidak memiliki tenaga sekaligus takut nasibnya akan berakhir sama seperti di Villa tempo hari cuma bisa diam dengan semua yang Nando perbuat.

"Kamu itu milik kakak dan selamanya akan jadi milik kakak maka bersikaplah selayaknya kekasih. Beri kakak akses sepenuhnya dan jangan sampai ada orang yang mengetahui hubungan kita berdua. Sumpah demi Tuhan kakak gak bisa bayangkan sampai mana tangan i8ni menyentuh kamu," ancam Nando sembari menghidu aroma vanilla yang kuat menguar dari leher jenjang sang adik

****

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang