Suara koper yang diseret pelan dari arah kejauhan menceloskan jantung Arana. Rodanya yang bergesekan dengan permukaan ubin putih ini menimbulkan suara yang terbilang khas meski tidak terlalu berisik.
Tanpa diberitahu lebih lanjut, dari persembunyiannya di antara pilar-pilar kokoh lantai dua, gadis berpemikiran terbuka tersebut tahu siapa gerangan si pemilik koper.
Ringisan kecil yang sengaja lidahnya itu buat tentu sudah menafsirkan apa yang terjadi. Kejadian di kolam berenang beberapa waktu lalu serta kalimat pedas sang kakak ketika mengantarnya ke sekolah masih terasa segar di ingatan.
Luar biasa sekali Nando mengkonfrontasi seorang remaja hingga membuatnya tidak bisa berkata apa-apa. Siapa pun pasti akan kalah suara jika beradu argumen dengan pria yang usianya sebentar lagi memasuki angka tiga puluh.
Tapi, tunggu, kemana kakaknya itu akan pergi dengan sebuah koper? Jangan-jangan dia hendak meninggalkan rumah karena kesalahan kecil kemarin?
Kepala Arana serasa hendak pecah. Remasan jari lentiknya di gorden yang terpasang di sepanjang pilar ini makin terasa. Semula dia terbangun karena mimpi buruk. Dimana mimpi tersebut menghadapkan Arana pada situasi yang tak terduga.
Bahkan, sentuhan pria asing itu di dalam tidurnya terasa begitu nyata. Namun, sekarang bukan mimpi buruk itu yang menganggu pikirannya, tapi kepergian Nando yang terbilang tiba-tiba inilah patut dia terka.
Dan terjawablah kebingungan Arana ketika Nando menghampiri Miranda yang asyik menebar pelet di akuarium kesayangannya. Dari percakapan ringan antara Ibu dan anak ini rasa bersalahnya sedikit bisa dinetralisir sebab kepergian Nando dikhususkan untuk pekerjaan.
Tentu gadis cantik penyuka kimia itu bisa bernapas agak lega. Hendak beranjak pergi, pertanyaan yang Miranda lontarkan menjeda perintah hatinya.
"Kamu gak mau pamitan sama Arana dulu, Nak?" Arana sendiri sangat penasaran akan jawaban kakak tirinya sampai dia masih tertahan dengan ragam pertanyaan yang bersarang di kepala.
Nando tersenyum sangat manis. Pesona pria matang tersebut menguar sangat jelas. Mungkin bakal menjatuhkan liur para wanita di luaran sana.
"Gak usah, Bu. Ini kan hari sabtu paling Arana masih tidur. Aku gak mau ganggu weekend dia," balas Nando seakan tidak terjadi perselisihan kecil di antara mereka. Lihay sekali pria dewasa itu memanipulasi ekspresinya sebab dia tahu seberapa jengkelnya Nando kemarin.
"Yaudah, hati-hati di jalan. Kalau udah sampai kabarin ibu." Pesan yang sama seperti kebanyakan ibu di luar sana. Nando menganggukan kepalanya singkat atas doa baik yang wanita paruh baya ini haturkan.
Tubuh tinggi tegap itu menghilang di balik pintu sehabis mencium punggung tangan Miranda. Tidak lagi Arana dapati senyum kakaknya. Nando sungguh pergi ke luar kota bersama rasa kesalnya yang tertinggal untuk Arana.
****
Holla! Aku update lagi. Jangan lupa tinggalkan jejak ya. Kalau ada yg mau baca lebih cepat bisa mampir ke akun karyakarsaku @purpleflo. Harga per bab-nya murmer kok cuma 2K. Bakal ada vocer potongan harga juga. Chat aku ya kalau berminat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Or Lovers [21+]
Teen FictionDisakiti secara mental nyatanya jauh lebih mengenaskan daripada dilukai secara fisik. Namun, apa bedanya jika Arnando Delicio melakukan keduanya pada Arana. Dia menyakiti gadis itu, membuat mental sang adik jatuh-sejatuh-jatuhnya hanya karena satu k...