Bagian 8

3.5K 67 5
                                    

Keesokan harinya, sesuai yang Arana prediksi sikap dingin Arnando Delicio benar-benar terpampang nyata di penglihatan. Pria itu agaknya sengaja melempar bom waktu yang bisa kapan saja meledakkan rasa penyesalan saudari tirinya. Sungguh, sikap lembut dan baik hati dalam diri Arana tidak mengizinkan gadis cantik ini tenang kala melihat orang lain mendiamkannya.

Di sisi lain, setelah ditelaah lebih jauh yang Nando katakan benar. Tidak ada yang salah dari ucapan kakaknya kemarin, jika dia bisa menghormati Setya sebagai seorang Ayah kenapa tidak terima kala diingatkan oleh kakak laki-lakinya itu?

Ya, ya, Arana akui ucapannya kemarin cukup keterlaluan. Padahal posisi antara Setya juga Nando setara. Setya yang membawanya ke dunia fana ini melalui perantara sang ibu, sementara Nando yang pertama kali mengulurkan tangan saat Arana terjatuh dari sepeda.

Arana mengigit bibir bagian bawahnya. Bagaimana ya mengatakan pada Nando, bukan seperti itu maksud perkataannya semalam. Tidak, tidak, tidak, jika salah baiknya harus minta maaf. Begitulah yang Setya tanamkan serta ajarkan pada putrinya sedari kecil. Juga tidak perlu menyelipkan kalimat pembelaan. Itu sama saja tidak tulus mengakui kesalahan.

"Udah pada mau berangkat ya? Sarapan dulu yuk sebelum pergi." Vokal lembut Miranda mengular ke dinding-dinding ruang makan, mengisi keheningan pagi ini. Nando yang sedang bertelepon ria dengan seseorang otomatis menoleh sekilas. Dia kira Miranda tengah berbicara padanya ternyata bukan.

Angguk Arana mengiyakan permintaan Ibu mereka. Hendak mendaratkan bokong ke kursi, suara bariton Nando menyela. "Tolong siapkan bekalnya aja, Bu. Kayaknya gak sempat lagi buat sarapan. Nanti sarapannya dimakan di mobil," pinta si tuan muda absen sarapan kali ini. Raut datarnya menghiasi wajah berahang tegas itu.

Miranda menuruti kemauan sang anak dengan senang hati. Sekali diminta seperti itu, ibu dua anak ini langsung bergerak menyiapkan bekal nasi goreng kampung yang telah Siti masak.

"Makasih, Bu," ucap Arana santun menerima tupperware yang Miranda sodorkan. Kedua lengannya memeluk tempat bekal itu erat sembari menatap Nando terang-terangan. Gara-gara kalut memikirkan ada kemungkinan laki-laki itu menyukainya, suasana hatinya hari ini dan beberapa minggu belakangan sangat kacau.

Di momen ini, Nandolah yang mengambil iniasiatif berpamitan lebih dulu. Keengganannya berlama-lama di dalam satu ruangan bersama sang adik menambah keinginannya untuk hengkang secepat mungkin.

Debaman keras pintu mobil yang ditutup dari dalam mengakibatkan Arana cepat-cepat masuk ke dalam. Dia ogah ditinggal Nando di sini meski pergi bersama Lontara pilihan yang tepat, untuk kali ini Arana berniat memperbaiki kesalahpahaman kemarin.

Pandangannya mengarah sekilas ke si pengemudi Alphard mahal ini. Air muka Nando masih sama saja datarnya seperti saat di dalam rumah. Sesekali ekspresi kecut tersebut Arana tangkap secara jelas. Dan yups, kendaraan berplat BM 1828 JW itu telah melaju kencang membelah jalanan Pekanbaru yang padat.

Untuk pertama kalinya, tiada suara berat yang menyuruh Arana mengenakan seatbelt ataulekas bergegas masuk jika tidak ingin telat sampai ke sekolah.

Dari kaca depan mobil, putra tunggal Miranda masih bisa melihat raut murung yang Arana tampilkan. Namun, tidak sedikit pun Nando berusaha buka mulut, menyudahi overthinking si gadis. Biar saja gadis muda itu tahu rasanya didiamkan oleh orang yang begitu peduli padanya. Sangat impas bukan?

Kini fokus Nando hanya tertuju pada jalanan. Mood-nya sangat buruk bila mengingat perkataan Arana kemarin.

Tepat di depan sebuah bangunan luas Patra Yudha, Alphard keluaran baru itu menghentikan laju mesinnya. Arana tersentak. Dia tidak menyangka sampai secepat ini. Apa karena marah, Nando jadi gila hingga menginjak pedal gasnya seperti orang kesetanan.

"Turun ... Jangan diam aja di situ. Kamu mau terlambat hari ini?" Kekejaman Nando ternyata tidak sampai mendiamkan Arana saja, nada bicaranya juga ternyata tidak bisa dikondisikan.

"Dan bawa pergi paper bag berisi coklat itu sebelum kakak buang ke tong sampah," tegas Nando syarat akan kemarahan, sementara sang tersangka utama cuma menundukan kepala selepas meraih sisa-sisa pemberian Canoy.

****

Holla! Aku update lagi. Jangan lupa tinggalkan jejak ya guys ya. Yang mau baca lebih cepat bisa mampir ke akun karyakarsaku @purpleflo. Udah nyampai bagian 20 lho!

Brother Or Lovers [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang