Decitan ban tentu kentara terdengar kala pijakan rem tersebut dia injak bersama tarikan parsneling ke kiri. Lima belas menit berkendara akhirnya si kuda besi gagah menghentikan lajunya di depan sebuah bangunan bertingkat lima.
Sekolah menengah atas Patra Yudha terang saja telah ramai dipenuhi siswa-siswi yang berlalu lalang di antara gerbang dan halaman depan.
Menunggu temannya atau sekedar bercengkerama sebelum dering bel pertama memaksa mereka untuk segera masuk jika tidak mau dihukum berdiri di tengah lapangan dengan kaki terangkat satu.
Kehectic-kan senin pagi memang sungguh menyebalkan. Hari libur tempatnya berleha-leha terpaksa dijeda ketika hari keramat itu tiba.
Ditambah upacara bendera yang mewajibkan remaja-remaja tersebut mengenakan atribut lengkap berlambang sekolah. Makin suramlah hari mereka yang cerah ini.
Dari kaca hitam Alphard mewah ini, Arana mengendarkan pandangannya. Menatap situasi sekitar sebelum turun dan menyiapkan amunisi semangat yang berlebih agar sanggup mengikuti jalannya pembelajaran hingga pulang nanti.
Pintu alphard hitam itu dia dorong pelan seperti biasa selepas mencium tangan sang kakak takzim meski perasaan aneh masih menjalar di dada.
Dia terlihat tidak yakin akan perasaan itu, tapi bodohnya perasaan itulah yang membuat Arana tidak nyaman sendiri. Yang pasti sikap kakaknya memang sedikit berbeda selama seminggu belakangan. Penyebabnya apa? Arana pun tidak tahu.
"Sarapannya jangan lupa dimakan. Kakak gak mau kamu pingsan apalagi sampai mengganggu pelajaran," seru pria yang kali ini mengantarkannya ke sekolah. Sudah pasti terasa lembut dan penuh senyuman.
Arana yang masih kebingungan akan sikap Kakaknya cuma bisa tersenyum lantas mengangguk patuh. Tidak ada kalimat bantahan yang dia suarakan. Toh, tidak salah kan' seorang Kakak mengingatkan adiknya? Ya, walaupun dia sendiri merasa janggal.
Nando senang. Dia tersenyum sangat lebar lantaran sukses menjalankan peran sebagai kakak yang baik. Laki-laki yang dalam kesempatan ini memakai stelan lengkap ala kantor, memajukan posisi duduknya.
Menarik kepala Arana pelan seraya mencium puncak kepala perempuan yang masih mematung di samping pintu mobil.
Arana terhenyak. Interaksi intim ini makin memperjelas perasaan aneh yang dia rasakan. Selama sepuluh tahun hidup bersama baru kali ini Kakaknya melakukan tindakan sehangat itu. Sikap yang sering pria ambil ketika berhadapan dengan kekasihnya.
"Bagus. Kakak senang kalau kamu nurut. Jadi, Ayah sama Ibu gak perlu khawatir lagi," tukas pria berambut klimis itu memperjelas sikapnya.
Arana mengangguk pelan, menyakinkan hatinya bahwa ini perlakuan lumrah seorang kakak terhadap sang Adik. Secuil afeksi yang coba Kakaknya tunjukan.
"Arana ... Sini-sini! Aku di sini! Lagi ngeghibah sama Pak Mansur." Belum sempat memutar langkah, suara cempreng milik temannya melambung ke udara. Menyudahi kemelut pikiran Arana yang kusut.
Gadis berambut keriting sebahu itu melambai-lambai bagai fans yang minta di-notice oleh idolanya. Tingkah absurd perempuan berdarah Tionghoa-Palembang tersebut mengundang perhatian khalayak ramai.
Setelah berpamitan, Arana pun beranjak meninggalkan Nando yang duduk anteng di mobil. Dia betul-betul mempercepat langkahnya agar bisa menghampiri sang teman yang megap-megap mirip ikan koi kehabisan napas di pos satpam, wilayah kekuasan Pak Tengku Mansur dari tahun ke tahun.
Tanpa basa-basi atau meminta izin, Grizzel merangkul pundak Arana serupa sohib kental yang tidak terpisahkan. Deretan gigi yang tampil menyoroti keceriaan gadis itu.
"Aku pikir kau gak sekolah hari ini. Soalnya, kata Bu Siti kau sakit semalam," tutur Grizzel sembari melangkahkan kaki ke dalam sekolah yang nyaris penuh sesak sebab hampir setengah populasi makhluk Patra Yudha berlalu lalang bak semut mengerubungi tumpukan gula.
"Udah agak turun panasnya, Zel."
Grizzel mengangguk-anggukan kepala seolah percaya. Padahal, cewek Chindo ini menempelkan punggung tangannya di dahi Arana. Memastikan langsung ke-valid-an pernyataan yang sahabat karibnya ujarkan.
"Oke-oke aku percaya. Kau gak bohong ternyata. Tapi, masih agak panas juga sih."
Mendengar itu, Arana tertawa. Ada-ada saja kelakuan perempuan bernama Grizzel Anastasia ini. Sudah jelas dia katakan "agak turun panasnya" malah diulangi lagi oleh cewek setengah absurd itu.
"Kok ketawa? Apanya yang lucu sih? Gak ngerti aku wei." Grizzel berdecak. Dia masih tidak paham apa yang lucu.
"Gak ada, Zel. Lucu aja. Kan aku udah bilang tadi udah agak turun panasnya kenapa malah diulangi lagi? Pakai bilang, kau gak bohong ternyata. Ya, aku pengen ketawalah jadinya."
Grizzel cengengesan. Agak malu juga sebenarnya. Entah kenapa kelemotannya makin bertambah pagi-pagi begini. Namun, suasana akward tersebut perlahan sirna ketika sebuah langkah mengejar mereka. Suara berat nan seksi itu meremangkan bulu romanya.
Kedua gadis berbeda tinggi ini menghentikan langkanya kemudian membalikan badan. Betapa terkejutnya Arana melihat satu buku tebal bertuliskan 'Matematika For Grade Eleven' yang tersodor, sementara Grizzel menganga tidak percaya.
"Buku matematika kamu ketinggalan," terang Nando menjawab keterdiaman dua remaja sefrekuensi tersebut. Kelihatan sekali mereka kaget melihat kedatangannya.
"Ah, iya lupa kebawa tadi Kak," jelas Arana penuh kecanggungan.
Grizzel yang tadi mempertahankan sikap patungnya, kembali bertingkah seperti biasa. Dia mengulas senyum ramah. Grizzel memang menganggumi sosok Nando sebagai Kakak yang baik untuk Arana.
Sebutlah dia sedikit iri dengan Arana, tapi iri kan tanda tidak mampu. Aish, kenapa pula tuhan mengirimkan kakak perempuan paling bawel untuknya bukan seorang abang dengan perhatian yang meluber-luber.
Nyatanya kehadiran Arnando Delicio menyita banyak atensi. Aura dewasa dan wibawanya sebagai pria matang membuat liur gadis-gadis itu serasa berjatuhan, akan tetapi semuanya tidak berlangsung lama ketika Nando undur diri dan tetap jadi pusat perhatian sampai postur pria duapuluh sembilan tahun tersebut menghilang.
****
Holla! Aku update lagi. Jangan lupa vote, komen dan masukan Brother Or Lovers ke perpustakaan kalian.
Bantu aku share cerita ini yuk ke teman kamu biar banyak yang baca Brother Or Lovers😋😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Or Lovers [21+]
Teen FictionDisakiti secara mental nyatanya jauh lebih mengenaskan daripada dilukai secara fisik. Namun, apa bedanya jika Arnando Delicio melakukan keduanya pada Arana. Dia menyakiti gadis itu, membuat mental sang adik jatuh-sejatuh-jatuhnya hanya karena satu k...