“Ingin menyangkal pun tidak ada gunanya. Toh, kamu adalah salah satu dari sekian banyak Bintang yang kucari.”
🌠
"Iih! Marri, gue nggak mau!" protes Sana menolak keinginan temannya untuk menemui orang yang di maksud Bintang SMA Sanjaya tempo hari lalu.
Marri berdecak. "Ck! Lo mau sampai kapan ngehindar, San? Gimana kalau dia benar?"
"Kalau dia salah gimana?" balas Sana tak mau kalah.
"Lo lupa si Bintang Sanjaya bilang apa? Oh," Marri manggut-manggut. "Gue tahu lo pasti pura-pura gak tahu padahal diam-diam lo udah kontekan lama sama dia, ya kan?" tuding Marri sinisme.
"Astaga, Mar! Sumpah, gue baru tahu! Kalau pun iya, gue gak mungkin ngerepotin kalian semua buat bantuin gue," balas Sana membantah.
"Kalau nggak, itu artinya lo harus samperin dia! Sekarang!" timpal Ocha bersuara.
"Nggak! Dan gak akan pernah!" tegas Sana. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
Marri dan Ocha saling melempar kode. Mereka mengangguk mantap selepas berdiskusi lewat mata.
"Hei, gue udah bilang gak mau, ya!" peringat Sana histeris dibawa Marri dan Ocha berjalan mendekati kelas yang di tuju, yang telah lama mereka perhatikan dari ujung koridor.
"Udah, cuma ketemu doang, pastiin kalau dia emang orangnya, susah?"
"Seenggaknya usaha kita gak sia-sia, kalau benar dia orangnya percuma kita nyari ke mana pun kalau dia orang yang lo cari, Sana," imbuh Marri antusias.
Mereka benar-benar di luar ekspetasi, walau sering bertengkar tidak lama kemudian keduanya kembali bersahabat, tampak dari persamaan pemikiran mereka berdua yang kompak menuntun Sana ke kandang singa.
"Semangat, Sana! Demi Bintang!" tukas Marri dan Ocha berbarengan. Mereka berlari kecil mengamati dari jauh.
Sana mengembus napas kasar. Jika saja Angkasa datang lebih awal, dia tidak akan berdiri di sini sekarang. Dan ya, beberapa hari ini Angkasa jugalah yang membantu Sana lolos dari keinginan teguh dua bersahabat itu. Angkasa selalu punya alasan guna menghindari mereka yang pasti mencuri kesempatan menarik Sana pergi dari teritorinya.
Menenguk ludah susah payah, Sana melangkah perlahan menuju pintu kelas tempat dimana ia pernah mengacau yang alhasil namanya terkenal seantero sekolah. "Kak Hansol," sebutnya lirih.
Merasa terpanggil, Hansol berderap mendekat. "Lo manggil gue?" tuduhnya lantaran suara lirih si adik kelas hampir tidak terdengar.
Sana mengangguk-angguk. Berdeham sekali sebelum bertanya, "Kak Riel-nya ada?"
"Si Real? Bukan si Galak?" ulang Hansol berbisik mengikuti cara bicara Sana yang terkesan takut ketahuan.
"Kak, aku serius. Aku nyari Kak Riel," sungut Sana sebal. Keingintahuan berlebih Hansol membuat Sana menahan umpatan saat itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape From You [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sana tak sadar jika dirinya telah menggali kenangan masa lalunya sendiri. Makin dia bertekad, makin dekat juga kenangan itu menyapa. Sayang, dia terlambat. Kini dia tak bisa mengembalikan waktu, karena sejak awal dia salah...