“Sedari awal, dia seharusnya tahu jika semua yang dilakukannya hanya untuk menarik kehancuran perlahan mendekatinya, sedikit demi sedikit.”
🌠
"Dari mana saja kamu baru pulang jam segini?" tegur seorang pria paruh baya.
Gadis itu terkejut. Dapat dia rasakan nada suara laki-laki yang merupakan Ayah tirinya itu bukan sekadar basa-basi. "Aku ada kerja kelompok dulu, Yah," elaknya lirih.
"Ini yang kamu maksud kerja kelompok?" sarkasnya melempar sejumlah lembaran gambar yang menunjukkan beberapa anak perempuan tengah menganiaya seorang lainnya, dan salah satu di antara kumpulan itu berdiri anak tirinya, menikmati pemandangan di depannya.
Bola mata Rere bergerak gelisah, menyisir satu per satu foto tersebut. Paru-parunya mendadak kehabisan oksigen. Detak jantung terasa berhenti sekian detik. Bibirnya terbuka namun tak ada sepatah kata pun terucap.
"Kenapa diam saja?"
Rere semakin tergugu di tempatnya berdiri. Menundukkan kepala segan. Selama ini, Ayahnya jarang meluapkan emosinya seperti sekarang, baik kepada dirinya ataupun Angkasa. Ayahnya tidak pernah sekalipun mengistimewakan salah satu dari mereka. Karena itulah, Rere dibuat bergeming ketika sang Ayah tiba-tiba marah akibat perbuatannya di belakang sikapnya selama ini.
Suara langkah kaki terdengar mendekat. "Kamu masuk kamar aja. Biar Bunda bicara sama Ayah," ucap seorang wanita paruh baya menenangkan.
"Mau ke mana kamu? Ayah belum selesai bicara!"
Seruan itu berhasil membuat Rere mengurungkan niatnya. Tangannya meremas lengan pakaian sang Bunda, menyalurkan rasa takut.
Sadar ketakutan putrinya, Bunda menyahut, "Kita bisa bicarain baik-baik. Siapa tahu foto itu cuma editan?"
"Kamu masih belain dia setelah lihat ini semua?" cerca sang suami.
Sebelumnya, dia sudah mencari tahu kebenaran di balik kiriman anonim itu—bukan hanya sekali-dua kali dia menerimanya. Dan memang benar jika Rere dan teman-temannya merundung beberapa anak perempuan di sekolah. Sulit dipercaya mengingat kepribadian Rere yang humble dan agak kekanak-kanakan juga tidak ada rumor aneh mengenai Rere. Tetapi dia tidak bisa menutup mata–seperti yang dilakukan istrinya–melihat perilaku semena-mena anaknya.
"Benar kamu melakukan ini semua?"
"Re, kamu nggak perlu—"
"Iya!" jawab Rere lantang. Tangannya terkepal menguatkan. "Aku yang lakuin itu semua."
Bunda tercengang mendengar pengakuan langsung putri semata wayangnya. Bukan tanpa alasan, dia menutupi kenyataan itu. Dia berniat membujuk Rere secara baik-baik sebelum suaminya mengetahuinya.
"Kenapa kalau aku yang lakuin itu? Ayah marah? Mau hukum aku? Silakan, aku nggak peduli."
Sang Ayah semakin murka. "Kamu nggak menyesal? Kamu sama sekali nggak merasa bersalah sama mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape From You [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sana tak sadar jika dirinya telah menggali kenangan masa lalunya sendiri. Makin dia bertekad, makin dekat juga kenangan itu menyapa. Sayang, dia terlambat. Kini dia tak bisa mengembalikan waktu, karena sejak awal dia salah...