“Belum sembuh lukanya, dia jatuh terperangkap dalam lautan lara yang membelenggu.”
🌠
Sebuah amplop cokelat tak sengaja terjatuh akibat tersenggol tangannya. Isi di dalamnya berhamburan ke atas ubin lantai. Wanita paruh baya itu menunduk hendak meraihnya. Namun gerakannya terhenti seketika menangkap tumpukan foto itu.
Sebelah tangannya mengambil salah satunya. Memperhatikan baik-baik sosok di dalam foto. Iris matanya membelalak kaget. Tangannya yang lain membungkam mulut tak percaya. Itu adalah potret suaminya bersama seorang lelaki yang terbaring berlumuran darah di jalanan.
"Suami saya meninggal karena tertabrak mobil."
Kalimat Zahra terputar di kepala. Apa mungkin sosok yang di maksud adalah pria di foto tersebut? pikirnya membatin.
Suara di balik pintu terdengar samar. Mutia buru-buru membereskan kumpulan foto yang bertebaran di lantai, kembali memasukannya ke dalam amplop cokelat tadi. Lalu menaruhnya di tempat asalnya.
Seulas senyum terpapar di wajah. "Kamu baru pulang?"
Sang suami mengangguk-angguk. Tatapan mata Harris memicing. "Gara nggak berbuat yang aneh-aneh, kan?"
"Nggak, kok," jawab Mutia. Setelahnya pamit berlalu keluar tempat kerja Harris.
Harris melirik kepergian istrinya dalam diam. Kakinya melangkah mendekati meja kerjanya, lantas menggapai amplop cokelat dan menyimpannya ke dalam laci tak lupa menguncinya.
🌠
Tok. Tok. Tok.
Suara derit pintu mengalihkan perhatian si pemilik kamar. Mutia melangkah masuk, memamerkan senyum tipis. "Kamu nggak lapar? Kita makan bareng di bawah, yuk," ajak Mutia lembut.
Gara diam sejenak mempertimbangkan. Sudah pasti Harris juga ikut makan malam bersama mereka. Selama ini Gara terus-menerus mengurung diri di kamar. Jika tidak ada perlu, Gara tidak akan menginjakkan kaki di area luar kamar. Baik Mutia ataupun Harris tak berani berbuat apapun.
"Mama mohon, ini yang terakhir kalinya," pinta Mutia memohon.
Pada akhirnya, Gara mengangguk setuju. Setidaknya kali ini saja. Setelah itu, Gara enggan berada di dekat orang yang dia sebut Papa itu.
Mutia tersenyum senang. Mereka berjalan beriringan menuruni anak tangga satu per satu. Terlihat seorang pria paruh baya tengah duduk tenang, menunggu kedatangan istri dan putra semata wayangnya. Tatapan mata dua laki-laki itu bertemu.
Mutia menuntun Gara duduk. Lalu dirinya duduk di hadapan Gara. "Makan yang banyak, ya. Mama sengaja masakin makanan kesukaan kamu," papar Mutia. Senyum itu tak luntur barang sedetikpun.
Gara balas menggumam pelan. Mulai menyantap makan malamnya damai. Mengabaikan pandangan Harris terhadapnya.
Suasana makan malam hari itu di isi suara antusias Mutia. Sementara dua orang lainnya hanya membalas singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape From You [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sana tak sadar jika dirinya telah menggali kenangan masa lalunya sendiri. Makin dia bertekad, makin dekat juga kenangan itu menyapa. Sayang, dia terlambat. Kini dia tak bisa mengembalikan waktu, karena sejak awal dia salah...