🌠 • 45 • Garis Batasan

57 30 30
                                    

“Jika bisa, inginku memutar waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jika bisa, inginku memutar waktu. Ke hari dimana kita bertemu pertama kali agar kita tidak saling melukai karena perasaan ini.”

🌠

Sebulan berlalu, kehidupan Sana berlangsung damai selayaknya anak seumurannya. Berangkat sekolah, belajar dan bermain bersama teman, juga bekerja part-time di Kafe. Tidak ada yang istimewa, tapi Sana menjalaninya dengan suka cita. Secara keseluruhan memang menenangkan, kecuali satu hal. Kehadiran seorang lelaki tak dikenal di tempatnya bekerja.

"Aku pamit pulang duluan, Kak," ucap Sana. Langkah Sana bergerak menuju pintu keluar Kafe. Berjalan santai tak mengindahkan suara langkah kaki tepat di belakangnya yang akhir-akhir ini acap kali mengiringinya. Setelah di rasa cukup jauh dari jangkauan orang-orang yang berpotensi mengenalinya, kaki Sana berhenti. Begitu pula, sosok itu pun ikut menghentikan langkah.

Badan Sana berputar, meneliti sosok itu dalam diam. "Siapa yang nyuruh lo?"

Seulas senyum terbit di paras rupawannya. Sebelah alisnya terangkat bingung. "Maksud lo?"

Sana memicingkan mata. "Siapa pun yang nyuruh lo, gue nggak peduli. Semuanya udah berakhir, jadi jangan ganggu gue lagi," tandas Sana tegas.

"Ya, anggap aja lo benar. Tapi, apa dia juga berpikir begitu? Semua udah berakhir, sama kayak yang lo bilang?" Si lelaki manggut-manggut tak acuh, menekankan kata “dia”.

Sana mengepalkan tangan kuat. Tahu betul orang yang di maksud lawan bicaranya. Dan, Sana yakin sosok itu tidak akan menyerah terhadapnya semudah itu, sama seperti dirinya dahulu sebelum mengalami kejadian menyakitkan itu.

"Nggak, kan?" Si lelaki memangkas jarak. Ujung bibirnya naik senantiasa mempertontonkan senyum—jenis senyum yang dibenci Sana darinya.

Keningnya mengerut mendapati temannya menyodorkan selembar foto seorang gadis. "Cantik, sih, tapi bukan tipe gue," sahutnya kembali fokus mengetik pesan balasan untuk sang pujaan hati.

Temannya mendengus. "Gue nggak minta pendapat lo."

"Kalau bukan, apaan? Lo sendiri tahu gue udah punya pacar."

"Cewek teman lo tuh."

Kegiatan mengetiknya terhenti. Secepat kilat meraih foto tadi yang sempat dilemparnya. "Yang bener lo?!" Dia berdecak takjub. "Gila! Dia beneran cowok! Gue pikir, dia gak demen cewek! Selera dia yang begini ternyata. Boleh juga dia," cerocosnya terkekeh kecil.

"Namanya Isyana Lintang Azzahra. Belum lama ini pindah sekolah." Temannya lanjut menjelaskan informasi yang diperlukan dirinya nanti.

Dia mengangguk-angguk paham. "Jadi, gue harus ngapain?"

"Ikuti dia."

"Cuma ngikutin doang?"

"Kalau lo beruntung, lo bisa ketemu teman lo."

Escape From You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang